KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Kerugian keuangan negara harus nyata dan pasti. Hal ini ditegaskan Hakim Ketua, Sarlota Marselina Suek saat sidang perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) pemanfaatan aset tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT di Pantai Pede, Labuan Bajo.
Penegasan Hakim Ketua ini berangkat dari keingintahuan Hakim Anggota, Lizbet Adelina, sekaligus meminta data perhitungan nilai kontribusi tetap Rp 1,5 miliar yang telah dijelaskan ahli Appraisal atau Ahli Penilai dari Badan Pendapatan Aset Daerah Provinsi NTT, Jacobus Makin, saat berlangsungnya sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang, Selasa (5/3).
Ahli menghitung dengan metode Discountend Cash Flow. Terkait nilai kontribusi tetap Rp 1,5 miliar pertahun yang mesti dibayar oleh PT. SIM atas perjanjian BGS (Bangun Guna Serah) dalam pemanfaatan aset tanah milik Pemprov NTT ini sempat terjadi adu argumen antara Khresna Guntarto, selaku Penasihat Hukum PT. SIM dengan Ahli Appraisal, Jakob Makin.
Adu Argumen itu dipicu atas lontaran pertanyaan dari Khresna Guntarto yang menyebutkan bahwa pada tahun 2019, Ahli melakukan analisa kontribusi tetap menggunakan 2 persen. Kemudian, tahun 2023 dari total luas nilai tanah sebesar Rp 35 miliar dan ditemukan nilai kontribusi tetap Rp 1,5 miliar pertahun.
Pertanyaannya, ahli menggunakan presentasi berapa persen sehingga mendapatkan nilai kontribusi tetap Rp 1,5 miliar? Ahli Appraisal lantas menyampaikan dihadapan yang mulia Majelis Hakim bahwa pertanyaan ini sudah ditanyakan oleh Yanto Ekon, selaku Penasihat Hukum dari terdakwa Thelma Bana.
Jawaban itu, lantas Khresna Guntarto menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa Pak Yanto sendiri belum menanyakan. Khresna takutkan ahli ini bersembunyi di balik dengan sudah menerangkan, sudah menerangkan. Hakim Ketua, Sarlota Marselina Suek langsung menanyakan kepada Panitera apakah sudah ada catatan? Panitera pun menyampaikan belum menerangkan soal presentasi.
Hakim Ketua langsung menyampaikan bahwa ahli hanya menjelaskan soal perbedaan Review dengan Penilaian, sedangkan presentasi belum.
Atas penjelasan Hakim Ketua itu maka Ahli Appraisal langsung menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Khresna Guntarto tersebut.
Dalam kesempatan itu, ahli menjelaskan bahwa terkait dengan nilai kontribusi tetap Rp 1,5 miliar itu tidak pakai presentasi. Karena sesuai keputusan Gubernur NTT menetapkan senilai 2 persen, nilai kontribusi itu untuk menjembatani proses review.
Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor: 339/KEP/HK/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tentang Besaran Persentase Kontribusi Tahunan dari Pelaksanaan Bangun Guna Serah (BGS) atas Pemanfaatan Barang Milik Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang menentukan besaran persentase Kontribusi Tahunan 2 persen.
"Saya tidak tahu keputusan Gubernur sudah dicabut atau belum," jelas ahli Jacobus Makin.
Ahli Appraisal menjelaskan penetapan nilai kontribusi wajar atas perjanjian BGS itu berdasarkan perbandingan harga pasar jual beli tanah. Dalam SPI (Standar Penilaian Indonesia) 2007, menyatakan sepatutnya menggunakan pendekatan perbandingan data pasar transaksi jual beli tanah.
Selanjutnya, dalam Permendagri Nomor 17 2007 menjelaskan terkait kerja sama pemanfaatan aset dalam pola BGS itu ada yang namanya nilai kontribusi tetap. Kemudian ada lagi hasil 10 persen BGS itu dapat digunakan oleh Pemerintah untuk mendukung Tusi Pemerintah.
Terkait dengan SPI itu , kata Yanto Ekon bahwa SPI itu memuat yang namanya kode etik penilai.
"Yang saya tanyakan itu apakah ada aturan hukum yang mengatur secara tegas bahwa untuk menghitung nilai kontribusi wajar BGS itu memakai perbandingan harga pasar transaksi jual beli tanah," tanya Yanto Ekon.
Ahli Appraisal mengaku dalam SPI itu tidak hanya mengatur soal kode etik, tapi ada dasar penilaian yang wajib dilakukan oleh penilai.
"Jadi bukan hanya kode etik, tapi ada dasar penilai disitu," ujar Ahli Jacob Makin.
Yanto menjelaskan dalam Pasal 52 ayat 2 Permendagri Nomor 17 tahun 2007 menyatakan penilaian barang milik daerah berupa tanah atau bangunan dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar dengan estimasi terendah menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Aturan menyatakan menggunakan NJOP, mengapa ahli menggunakan harga pasar untuk membandingkan harga tanah disekitar? tanya Yanto ke Ahli Appraisal.
Ahli menjawab bahwa untuk kepentingan pemanfaatan aset yang dimaksud merupakan barang milik daerah itu mesti dilakukan pakai data pasar supaya menghitung nilai wajar pasar yang berlaku.
Untuk diketahui, sidang perkara Tipikor pemanfaatan aset tanah Pemprov NTT di Pantai Pede Labuan Bajo itu dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. Hadir juga para terdakwa yakni Thelma Bana, selaku mantan Kepala Bidang Pemanfaatan Aset Dinas Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT.
Heri Pranyoto, selaku Direktur PT SIM). Terdakwa Lydia Chrisanty Sunaryo, selaku Direktur PT Sarana Wisata Internusa (SWI) dan Terdakwa Bahasili Papan, selaku Pemegang Saham Tidak Langsung PT. SIM dan Pemegang Saham PT. SWI.
Sementara para terdakwa didampingi kuasa hukumnya Khresna Guntarto beserta rekannya. Jalannya sidang dipimpin oleh Hakim Ketua, Sarlota Marselina Suek, didampingi dua hakim anggota Lizbet Adelina dan Mike Priyatini.
Sidang selanjutnya dijadwalkan akan digelar Jumat (15/3) dengan agenda keterangan ahli yang meringankan dari para terdakwa dan keterangan terdakwa sebagai saksi mahkota serta sebagai alat bukti. (r1/gat)