KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Kupang telah mengambil putusan atas kasus yang menimpa anggota DPRD Kota Kupang periode 2019-2024, Mokrianus Lay terkait laporan penelantaran anak dan istri. Mokrianus Lay yang juga anggota DPRD Kota Kupang terpilih periode 2024/2029 ini dinilai melakukan pelanggaran sedang. Karena itu maka Moksrianys Lay hanya akan dijatuhi sanksi berupa pemberhentian dari keanggotaannya di Badan Anggaran (Banggar).
Hal ini dikatakan oleh Ketua BK DPRD Kota Kupang, Adolof Hun saat diwawancarai di Kantor DPRD Kota Kupang, Senin (18/3). Adolof Hun menjelaskan, BK telah mengambil keputusan dan suratnya sudah disampaikan ke pimpinan DPRD Kota Kupang.
"Karena ada lima orang anggota BK, ada tiga anggota yang memberikan keputusan pelanggaran sedang, yaitu saya sendiri, Esy Bire dari Fraksi NasDem dan Roni Lotu dari Fraksi PKB," jelasnya.
Dia menjelaskan, dengan keputusan tersebut maka keputusan yang diambil adalah pelanggaran sedang, karena dua anggota lainnya, Nining Basalamah dari fraksi gabungan Hanura berkarya dn PPP bersatu dan Barche Bastian dari Fraksi PDIP memilih untuk memutuskan sebagai pelanggaran berat.
"Jadi, tiga suara yang ingin memutuskan pelanggaran sedang, dan hanya dua orang yang pelanggaran berat, maka akhirnya diputuskan sebagai pelanggaran sedang," ungkapnya.
Dia mengatakan, alasan diambil pelanggaran sedang, karena ketika ditelusuri tidak ada bukti kekerasan dalam rumah tangga.
"Sementara untuk laporan bahwa Mokrianus Lay meninggalkan rumah, memang Mokrianus Lay mengakui hal itu, namun alasannya karena istrinya dinilai tidak menghargai keluarganya," ungkapnya.
Dia mengatakan, Mokrianus Lay pun setiap bulannya mentransfer uang sebesar Rp 2 juta. Hal ini dinilai bahwa Mokrianus Lay masih memiliki itikad baik untuk tetap membiayai anak dan istrinya.
"Mokrianys Lay akan diberhentikan sebagai anggota Badan Anggaran DPRD Kota Kupang sampai selesai masa jabatan periode 2019-2024," jelasnya.
Sementara itu, anggota BK DPRD Kota Kupang, Nining Basalamah mengatakan, pelanggaran berat dipilih karena memang Mokrianus Lay meninggalkan rumah hanya karena alasan yang tidak tepat, bahwa istrinya tidak ramah saat ada tamu yang datang.
"Kalau sebagai kepala keluarga yang baik harusnya memanggil dan membicarakan baik-baik dengan istrinya bukan malah meninggalkan rumah berbulan-bulan, "jelasnya.
Menurut Nining, penelantaran bermakna luas, anak dan istri tidak ada rasa kasih sayang pun termasuk dalam kategori penelantaran, kekurangan kasih sayang ,hilang sosok figur seorang ayah dan suami pun masuk dalam kategori penelantaran.
"Apalagi sudah diperiksa oleh ahli dalam hal ini psikolog bahwa anak dan istri Mokrianus Lay ini memang tertekan secara mental atas kasus ini,sehingga mereka masih tetap ada pendampingan khusus dari PPA kota kupang," ungkapnya.
Dia mengaku mengambil keputusan untuk memberikan pelanggaran berat, karena dari penelantaran saja sudah masuk dan KDRT pun masuk, karena KDRT bukan karena berbentuk pukulan saja tapi dengan kata-kata kasar, mendorong hingga jatuh, itu juga masuk kategori KDRT.
Jadi, sambungnya, tetap terbukti Mokris telah melakukan hal yang salah secara kode etik,hanya beda nya KDRT secara fisik tidak dilengkapi dengan bukti visu. Namun, kata Nining, itu bukan dasar karena BK bukan lembaga peradilan.
"Saya sebagai keterwakilan perempuan di DPR Kota Kupang, saya tidak mau kaum saya diperlakukan secara tidak adil oleh suaminya yang berprofesi sebagai seorang pejabat publik, karena disini yang korban adalah perempuan dan anak ,dan ke depan hal seperti ini bisa menjadi pembelajaran untuk semua anggota DPRD lainnya, agar jangan melakukan hal yang seperti ini,karena tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, " ungkapnya. (thi/gat)