Reposisi Kepengurusan Partai Golkar NTT
KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Jagat politik NTT saat ini tengah memanas. Hal itu terkait reposisi kepengurusan Partai Golkar NTT yang dinilai tidak sesuai aturan organisasi.
Reposisi itu menggeser Inche Sayuna dari jabatan Sekretaris DPD I Partai Golkar NTT. Tak terima dengan itu, Inche mengadukan persoalan tersebut ke Dewan Etik Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Tak sekadar bicara, Inche pun membawa serta bukti-bukti.
Sebelumnya, kepada media ini, Inche merincikan kronologi awal reposisi itu terjadi. Berawal pada Kamis (6/3) lalu Inche menerima undangan rapat pleno DPD I Partai Golkar. Salah satu agendanya adalah "Evaluasi Kepengurusan DPD Partai Golkar Provinsi NTT". Rapat tersebut dihadiri ketua, anggota dewan pertimbangan serta pengurus DPD I Partai Golkar Provinsi NTT.
Ketua DPD I Partai Golkar NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena selaku pimpinan rapat menjelaskan bahwa untuk menghadapi pilkada, maka butuh evaluasi terhadap badan pengurus partai, yang akan dilakukan tim khusus yang ditunjuk secara sepihak olehnya.
Selanjutnya, Melki menggunakan otoritasnya selaku ketua untuk memutuskan. Peserta rapat menyatakan keberatan dalam rapat tersebut. Dewan pertimbangan menyarankan agar evaluasi tidak mendesak dan justru kontra produktif jika dipaksakan mengingat proses perhitungan suara pemilu masih berlangsung. Selain itu, dari peserta rapat yang lain menyarankan, jika evaluasi tetap dilaksanakan, harus dilakukan oleh pihak yang independen dan catatan evaluasi harus dilakukan secara terbuka serta diberi kesempatan kepada yang bersangkutan untuk membela diri.
Selain itu, proses evaluasi sampai pergantian kepengurusan wajib mentaati AD/ART partai dan peraturan organisasi (PO). Tetapi, usul dan saran peserta rapat tidak digubris oleh Melki. Secara sepihak Melki menunjuk empat orang dari unsur pengurus DPD Golkar Provinsi NTT yang juga merupakan bagian dari pihak yang akan dievaluasi sebagai tim.
Pada Jumat (8/3), Inche mengaku mendapat telepon dari Ans Takalapeta yang menyampaikan bahwa nama Inche telah diganti dan tidak lagi sebagai sekretaris. Posisi sekretaris diganti oleh salah satu tim evaluasi dari empat orang yang ditunjuk Melki. Yakni bernama Welmintje S Liby Sinlaeloe.
Ketika Inche menanyakan tentang hasil evaluasi yang berujung pada pergantian dirinya, Ans Takalapeta mengatakan tidak ada catatan evaluasi. Alasan pergantiannya dikarenakan ketua dan sekretaris sama-sama sibuk karena keduanya merupakan pimpinan DPR.
Pada Minggu (10/3), Melki Laka Lena mengeluarkan undangan rapat online. Dalam rapat tersebut Melki tidak meminta tim evaluasi untuk menyampaikan hasil evaluasi, tetapi tim justru diminta membacakan perubahan struktur DPD I yang baru, di mana Inche Sayuna tidak lagi menjadi sekretaris.
Ketika peserta rapat meminta hasil evaluasi, Melki menyampaikan bahwa akan dikirim menyusul dan Ans Takalapeta sebagai tim evaluasi menyampaikan bahwa belum ada catatan evaluasi yang dimaksud.
Dari proses pencopotan dirinya, Inche menilai, apa yang dilakukan Melki sungguh keterlaluan. Selain berlaku sewenang-wenang, tidak mengikuti prosedur dan mekanisme organisasi yang diatur dalam AD/ART serta PO Partai Golkar. Melki juga telah melecehkan harkat dan martabatnya.
Inche menilai, skenario yang diciptakan Melki merupakan salah satu upaya untuk menggeser dirinya dari posisi pimpinan DPRD NTT periode berikut. Menyikapi kesewenang-wenangan Melki Laka Lena, Inche Sayuna mengadukan Ketua DPD I itu ke Dewan Etik Partai dan Mahkamah Partai.
Inche menyebut, dirinya sudah dipanggil Dewan Etik untuk bersidang. Dia pun telah menyampaikan keterangan secara lengkap terkait proses pencopotan dirinya. Selain dirinya, Ketua DPD I Golkar NTT, Melki Laka Lena juga akan dipanggil untuk dikonfrontir.
"Saya juga sudah dimintai keterangannya dengan bukti, setelah dikonfrontir baru Dewan Etik akan memutuskan," tegas Inche, Rabu (20/3).
Pengaduannya ke Dewan Etik pun tidak sekadar asal bicara, melainkan disertai dengan bukti-bukti.
"Setiap yang kita dalilkan ke Dewan Etik harus disertai bukti. Jadi bukti itu bisa rekaman, saksi dan bukti elektronik. Misalnya WA (WhatsApp)," tuturnya.
Dalam sidang tersebut, dirinya menceritakan terkait kronologi awal polemik tersebut. Inche bahkan mengajukan rekaman dan saksi yang hadir di rapat saat itu sebagai bukti.
"Saya diminta jelaskan jenis pelanggarannya apa saja, saya jelaskan tentang prosedur dan mekanisme yang harus dilalui sesuai aturan organisasi, kita tunjukkan aturannya," ucapnya.
Disamping itu, perlawanan Inche telah melalui pertimbangan yang matang. Dirinya pun siap menghadapi segala risiko yang dapat menimpanya nanti. Dikatakan, demokrasi harus berdiri kokoh dalam partai dan bukan disumbat atau dilemahkan atas nama kekuasaan.
"Saya sudah siap menerima segala risiko. Perjuangan saya ini untuk meletakan dasar demokrasi yang baik dalam tubuh partai. Kepemimpinan otoriter dan arogan itu bukan masanya lagi. Karena itu sangat memalukan di masa saat ini. Partai Golkar itu bukan perusahaan, bukan milik satu orang, tapi milik semua orang yang ada didalamnya. Tidak ada atasan bawahan, kepemimpinannya kolektif kolegial," tegasnya.
Dengan begitu, partai membuat aturan untuk menjadi rambu bagi semua orang. Semua aktivitas partai pun terkendali dengan aturan, sehingga semua orang memiliki hak yang sama dan tidak ada yang merasa lebih hebat dalam partai.
"Apalagi memamerkan kekuasaan untuk bertindak sewenang-wenang, hanya satu kata. Lawan," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Bappilu DPD I Partai Golkar NTT, Frans Sarong mengatakan, terkait pengaduan Inche Sayuna ke Dewan Etik dan Mahkamah Partai merupakan langkah konstitusional hingga sepantasnya diapresiasi.
Dengan langkah seperti ini, maka proses pengambilan keputusan diharapkan berujung jelas karena merupakan saringan keterangan dari dua pihak, tidak hanya dari Inche Sayuna, tapi juga dari Melki Laka Lena sebagai terlapor. Dimungkinkan pula berbagai pihak lain dari Golkar NTT, yang barangkali dibutuhkan untuk melengkapi keterangannya.
Frans menjelaskan, tudingan skenario Melki untuk menjegal Inche menduduki posisi pimpinan DPRD NTT periode 2024-2029 tidak benar sama sekali. Dirinya malah berbalik mengatakan, tudingan tersebut barangkali semacam ekspresi kecemasan Inche yang merasa terancam kehilangan jabatan sebagai wakil ketua DPRD NTT mendatang.
"Agar menjadi pemahaman bersama, setiap caleg terpilih dan terlantik, memiliki hak yang sama menduduki berbagai jabatan di legislatif, termasuk pimpinan DPRD. Penempatan mereka tentu dengan berbagai persyaratan pendukungnya. Pertanyaannya, apakah yang sekretaris mesti menjadi prioritas? Jejak di Golkar tidak mesti begitu. Salah satu contohnya di DPP Golkar. Sekjen DPP Golkar Lodewijk F Paulus yang juga anggota Fraksi Golkar di DPR RI, baru mendapat kepercayaan menjadi wakil ketua DPR RI, setelah pendahulunya, Aziz Syamsudin mengundurkan diri karena harus menghadapi proses hukum yang melibatkan dirinya," ungkap Frans.
Selain itu, terkait waktu revisi kepengurusan yang dinilai mendadak dan tergesa-gesa, Frans menyebut, sudah ada niat melaksanakan penyegaran kepengurusan sejak akhir tahun 2023. Namun, diurung agar tidak mengganggu konsentrasi menyongsong pemilu 2024.
Reposisi pengurus yang dilakukan menyongsong pilkada November mendatang pun telah melalui pertimbangan, di mana pilkada lebih mengandalkan kekuatan mesin partai. Maksudnya, adalah kelompok pengurus yang solid dan benar-benar siap bergerak cepat mendukung perjuangan Golkar memenangkan kontestasi pilkada sesuai targetnya, setidaknya butuh 60 persen kemenangan.
Perihal reposisi kepengurusan Golkar NTT pun tidak hanya menggeser posisi sekretaris, melainkan juga di posisi lainnya, seperti wakil ketua pemenangan pemilu wilayah Manggarai Raya yang kini dipercayakan kepada Simprosa R Gandut menggantikan Maksi Adipati Pari yang selanjutnya menjadi wakil bendahara.
"Ibu Inche Sayuna yang selama ini sebagai sekretaris bergeser menjadi salah satu wakil ketua. Posisinya digantikan ibu Liby Sinlaeloe. Para caleg provinsi dari Golkar yang dipastikan terpilih juga menjadi bagian dari penyegaran kepengurusan ini. Usulan penyegaran kepengurusan dimaksud sudah disampaikan ke Jakarta dan saat ini sedang menunggu SK definitif dari DPP Golkar," tandas Frans.
Sementara itu, Ketua DPD I Partai Golkar NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena yang dihubungi melalui pesan WhatsApp, hingga berita ini dimuat tidak merespon. (cr1/ays)