Pengambilan Aset Tanah Milik Pemprov NTT yang Dikerjasamakan dengan PT.SIM
KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Sidang perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) pemanfaatan aset tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT di Pantai Pede, Labuan Bajo akhirnya sampai pada pemeriksaan empat orang terdakwa. Sidang ini berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Kelas IA Kupang, Jumat (22/3).
Hadir terdakwa Thelma Bana, selaku mantan Kepala Bidang Pemanfaatan Aset Dinas Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Heri Pranyoto selaku Direktur PT. SIM, Lydia Chrisanty Sunaryo selaku Direktur PT. Sarana Wisata Internusa (SWI) dan terdakwa Bahasili Papan selaku Pemegang Saham PT. SIM dan Pemegang Saham PT. SWI.
Para terdakwa ini hadir didampingi kuasa hukumnya Khresna Guntarto beserta rekannya. Jalannya sidang dipimpin Hakim Ketua Sarlota Marselina Suek didampingi dua orang hakim anggota yakni Lizbet Adelina dan Mike Priyantini. Turut hadir JPU Kejati NTT, Herry Franklin didampingi rekannya.
Pada sidang kemarin, Bahasili Papan mengaku, dirinya pernah pergi ke Pantai Pede Labuan Bajo. Ia juga mengatakan, PT. SIM yang bangun Hotel Plago. Namun, sebagai pemegang saham, ia merasa dirugikan dengan pengambilan aset tanah tersebut oleh Pemprov NTT.
"Sebagai pemegang saham saya memang rugi," ujarnya.
Laporan dari direksi pada tahun 2017 bahwa modal PT. SIM sudah habis dan tidak bisa membangun hotel sehingga PT. SWI mengajukan pinjaman ke Bank Panin. Yang tanda tangan adalah Lydia.
"Saya tidak tanda tangan," ungkapnya.
Apakah ada pengajuan RAB dari Heri Pranyoto atau Lydia? Bahasili mengaku tidak tahu. Pertanyaan yang diajukan JPU tersebut kemudian dijawab oleh Lydia bahwa ada mengajukan RAB ke PT. SWI senilai Rp 25 miliar.
Apakah ada SK kepala daerah untuk PT. SIM sebagai pemenang pemanfaatan aset tanah milik Pemprov NTT di Pantai Pede Labuan Bajo? Thelma mengaku secara administrasi memang harus dibuat.
Thelma menambahkan juga bahwa ada surat permohonan dari PT. SIM untuk pemanfaatan aset tanah milik Pemprov NTT di bulan April tahun 2011. Surat permohonan itu masuk ke Gubernur NTT dan secara berjenjang sampai ke Kepala Dinas hingga ke tangan terdakwa.
"Setiap pemanfaatan aset harus ada permohonan," tegas Thelma Bana.
Selanjutnya ada rapat untuk bicara nilai kontribusi pemanfaatan aset tanah. Rapat lebih dari satu kali. Dasar yang dipakai adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 33 Tahun 2012.
Thelma mengaku tidak ingat perhitungan nilai kontribusi Rp 135 juta. Terkait dengan PKS itu ada perhitungan baru sehingga merubah nilai kontribusi Rp 135 juta menjadi Rp 255 juta. Bagaimana bisa berubah? Thelma mengaku karena ada perhitungan ulang.
Setelah dokumen Perjanjian Kerja Sama (PKS) berproses sampai ke tingkat pimpinan itu, Thelma mengaku tidak lagi mengetahui lagi. Dia baru mengetahui ketika PKS sudah jadi.
Heri Pranyoto memberikan kuasa kepada Lydia untuk mengikuti seleksi atau tender guna pemanfaatan aset tanah milik Pemprov NTT di Pantai Pede Labuan Bajo.
Heri Pranyoto menambahkan bahwa mengenai tanda tangan PKS itu tidak didalam suatu forum resmi. Nilai kontribusi Rp 255 juta pertahun.
"Saya pastikan saya tanda tangan di Kantor Gubernur NTT," tandasnya.
Isi PKS semuanya dibaca. Hak dan kewajiban PT. SIM mendapatkan hak pemanfaatan dan pengelolaan tanah untuk membangun hotel.
"Yang bangun hotel itu dari PT. SIM dan dananya dari PT. SWI," ungkapnya.
Sejak berdirinya tahun 2010, PT. SIM baru membangun hotel Plago. Biaya yang dibutuhkan Rp 25 miliar. PKS itu pembangunan hotel dan sarana infrastruktur lainnya.
Sebelum penandatanganan PKS itu ada terbit nota kesepahaman. Rentang berapa hari terbitlah PKS. Dalam Nota kesepahaman itu berkaitan dengan nilai kontribusi ditetapkan oleh pihak pertama dalam hal ini Pemprov NTT.
"Saya sepakat dengan nilai kontribusi Rp 255 juta pertahun," jelasnya.
Sementara terdakwa Lydia mengaku mendapatkan kuasa dari Heri Pranyoto untuk mengikuti tender lelang dalam pemanfaatan aset tanah milik Pemprov NTT. Lydia menjelaskan bahwa dalam pemanfaatan aset tanah milik Pemprov NTT di Pantai Pede itu terjadi demo dari masyarakat.
Puncak demo besar-besaran pada tahun 2016, yang juga diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat. Memasuki tahun 2017 itulah proses pembangunan Hotel Plago berlangsung karena situasi sudah kondusif atau tidak ada lagi demo.
Usai pemeriksaan para terdakwa, Hakim Ketua Sarlota Marselina Suek menyampaikan sidang dilanjutkan pada tanggal 25 Maret dengan agenda tuntutan dari JPU Kejati NTT. (r1/gat)