KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Retribusi merupakan kontra prestasi langsung. Artinya, ketika pemerintah menyediakan barang atau jasa kemudian dimanfaatkan atau digunakan oleh para pengusaha atau masyarakat maka wajib untuk membayar retribusi.
Seperti menyediakan tempat parkir dan lainnya. Maka itu, ketika memarkirkan kendaraan harus membayar retribusi.
Terkait retribusi pemasukan telur ayam dari luar Kota Kupang ke dalam wilayah Kota Kupang, tidak ada penyediaan jasa oleh pemerintah sehingga tidak tepat jika para pengusaha dipungut retribusi. Setiap pajak dan retribusi daerah memang diatur dalam Perda (Peraturan Daerah).
Seperti di Kota Kupang dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024, terdapat 3 jenis retribusi yakni retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu objek retribusi.
"Tidak ada pengaturan retribusi pemasukan telur ayam. Sehingga, jika terjadi pungutan maka jelas itu ilegal. Perda tidak mengatur tentang itu maka Pemerintah Daerah tidak boleh memungut retribusi," kata Pakar Hukum Tata Negara Undana, John Tuba Helan, kepada Timor Express, Rabu (27/3).
Dikatakan, dalam Perda itu baik jenis maupun objek harus diatur secara jelas dan tegas. Tidak ada nomenklatur retribusi pemasukan telur Ayam berati tidak boleh pungut biaya dari pengusaha.
"Kalau sampai terjadi pungut maka itu termasuk pungutan liar atau ilegal," tegasnya.
Pungutan liar atau ilegal itu tidak selalu harus masuk ke kantong pribadi atau masuk ke kas daerah maupun kas negara, tapi sumbernya tidak memiliki dasar legalitas.
"Objek-objek yang sudah diatur dalam Perda itulah yang harus dipungut biaya, tidak boleh tambah dan tidak boleh kurangi," ujarnya.
Ada beberapa kasus yang ia telah pelajari itu ketika telur ayam dikirim ke suatu daerah maka di daerah asal pengiriman itu dipungut PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sebesar Rp 15,00 (Lima belas rupiah) perkilogram. Misalnya barang dari Surabaya mengirim ke Kota Kupang maka di Surabaya itu sudah dipungut PNBP.
"Jadi, terhadap objek yang sama tidak boleh dikenakan pungutan dobel," jelasnya.
Artinya, ketika telur ayam itu sampai di Kota Kupang tidak boleh lagi dikenakan retribusi atau pungutan lain. Jika di Kota Kupang dipungut biaya lagi maka bebannya terkena pada konsumen, karena pengusaha ini kan prinsipnya tidak mau rugi melainkan mendapatkan keuntungan.
Ketika pungutan itu dikenakan kepada pengusaha maka mau tidak mau pengusaha itu akan menaikan harga barang tersebut. Beban kemudian dikenakan kepada konsumen.
"Dalam sebuah negara hukum itu dikenal asas legalitas," ujarnya.
Asas legalitas itu pemerintah bertindak, berbuat, melakukan sesuatu harus berdasarkan hukum. Jadi, kalau hukum dalam hal ini Perda mengatur adanya retribusi pemasukan telur ayam maka dibolehkan untuk pungut.
"Kalau tidak ada aturan yang mengatur maka tidak boleh pungut," tandasnya.
Artinya, pemerintah melakukan pungutan harus berdasarkan Perda yang mengatur tentang pajak dan retribusi daerah itu sendiri.
"Kalau selama ini sudah pernah dipungut dan tidak memiliki dasar hukum, saya pikir supaya tidak menimbulkan persoalan ke depan yaitu pungutan pemasukan telur ayam tidak boleh dilakukan lagi dimasa yang akan datang dan pungutan yang sudah dipungut itu harus dikembalikan kepada pengusaha yang telah membayar," jelasnya.
Karena itu, sumbernya yang masuk ke Kas Daerah tidak sesuai maka harus diambil lalu diserahkan kembali kepada para pengusaha yang telah membayar.
Hal ini sebagai sesuatu kekeliruan sehingga kekeliruan itu diperbaiki bahwa retribusi pemasukan telur ayam untuk besok dan seterusnya tidak boleh lagi ada pungutan retribusi pemasukan telur ayam. Selain itu, uang yang telah dipungut entah jumlahnya berapapun itu harus dikembalikan kepada yang berhak supaya ada perbaikan.
Dikatakan, pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan yaitu memberikan rekomendasi untuk pengurusan izin ditingkat provinsi maka pemerintah tidak boleh memberikan beban kepada pengusaha karena mereka mendatangkan telur ayam dalam jumlah banyak.
"Kalau dikenakan pungutan jumlah tertentu itu artinya menjadi beban. Karena itu, sebaiknya jangan lagi diberikan beban kepada para pengusaha," ungkapnya.
Seperti pembayaran yang dilakukan karena diatur dalam Perda itu pembayaran kendaraan bermotor, sedangkan kalau tidak ada aturan yang mengatur maka tidak boleh dipungut.
Pemerintah melalui OPD ketika ingin memungut suatu pajak retribusi maka harus periksa dulu di Perda mengenai objek-objek apa saja yang perlu dikenakan pajak dan dikenakan retribusi.
"Ini supaya jangan salah," pungkasnya. (r1/gat)