KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Pilkada 2024 akan digelar November mendatang. Meski demikian, partai politik di NTT belum berani secara terang-terangan menyebut jagoannya.
Pasalnya, tidak ada satupun partai di NTT yang dapat mengusung calon gubernur seorang diri. Sehingga, perlu membangun komunikasi dengan partai lainnya. Hal itu lah yang menjadi alasan rata-rata partai memilih untuk bungkam.
Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) NTT, Christian Widodo mengatakan, untuk PSI sendiri masih membangun komunikasi dengan partai lainnya. Dirinya pun belum dapat menyebutkan figur yang didorong. Pasalnya, masih begitu dinamis.
"Untuk PSI kita masih membangun komunikasi dengan berbagai pihak termasuk partai politik. Masih sangat dinamis," katanya, Selasa (2/4).
Terkait dengan figur yang akan dijagokan, Christian menyebut, sampai saat ini masih menggodok di internal partai dan belum ada keputusan. Meski begitu, PSI tidak menutup komunikasi dengan partai lain terkait figur yang akan didorong.
"Belum ada keputusan, bisa mendorong kader sendiri, bisa berkoalisi dengan partai lain untuk mengusung paket yang ditawarkan," ujarnya.
Dirinya menegaskan, yang terpenting di pilkada kali ini, PSI harus terlibat aktif dan mempunyai peranan penting.
Belum adanya jagoan yang disebutkan juga disampaikan oleh PKB. Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Provinsi NTT, Aloysius Malo Ladi enggan membeberkan siapa jagoan yang didorong.
Dirinya mengatakan, akan diadakan rapat koordinasi (rakor) wilayah terlebih dahulu baru akan disampaikan lebih lengkap.
"Habis Lebaran kami ada rakor PKB wilayah. Nanti akan lebih lengkap disampaikan," ujarnya.
Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) NTT, Ahmad Yohan juga mengatakan, sampai saat ini belum ada yang diusung. Lanjutnya, saat ini PAN sedang membentuk tim pilkada di DPW dan DPD se-NTT.
"Setelah itu kami akan buka pendaftaran untuk memberikan kesempatan kepada seluruh putra-putri terbaik NTT untuk maju guna membangun NTT," tuturnya.
PAN pun menargetkan 20 April komite pemenangan pemilukada NTT akan mulai bekerja.
Terpisah, pengamat politik dari Unmuh Kupang, Ahmad Atang menilai, parpol yang belum menentukan jagoannya terkendala pada beberapa masalah, diantaranya soal regulasi terkait dengan pilkada, sehingga membuat partai belum memulai mendorong kadernya.
Pertama, aturan tentang partai pengusung apakah menggunakan hasil pemilu 2019 atau 2024, karena soal ini masih menjadi perdebatan. Kedua, posisi DPR dan DPRD yang maju pilkada apakah harus mundur atau tidak.
"Jika merujuk pada legalitas mereka sebagai anggota dewan terpilih memang telah ditetapkan oleh KPU, namun proses pelantikan masih bulan Oktober sedangkan pilkada akan berjalan di bulan Mei, maka perlu jelas perlakuan terhadap mereka apakah sebagai sebagai anggota dewan atau bukan," ujar Ahmad.
Ketiga, kader partai yang saat ini sedang menduduki jabatan sebagai bupati dan wakil bupati hasil pilkada 2020 apakah harus cuti atau mundur. Jika merujuk kepada ketentuan KPU maka harus mundur, namun keputusan MK, maka mereka hanya cuti saja.
Dengan masalah ini, maka partai politik belum tergesa-gesa menentukan arah politik mereka walaupun secara kelembagaan partai sudah menyiapkan kadernya. Oleh karena itu, KPU harus segera menuntaskan regulasi yang mengatur posisi caleg agar partai lebih bebas menentukan kader yang dipersiapkan untuk ikut bertarung memperebutkan kekuasaan.
Lanjutnya, partai membuka diri untuk siapa saja yang berniat merebut jabatan politik. Namun, ada mekanisme partai dalam melakukan rekruitmen figur. Karena partai memang tidak otomatis mendorong kader tapi siapa yang memenuhi syarat sesuai ketentuan partai.
"Karena itu, upaya lobi dan negosiasi hanya salah satu cara untuk mendapatkan figur, tapi bukan penentu," tandasnya. (cr1/ays)