KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Sidang perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) pemanfaatan aset tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT di pantai Pede, Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat akhirnya sampai pada agenda putusan, Rabu (3/4).
Dalam amar putusannya, hakim ketua Sarlota Marselina Suek menyampaikan bahwa unsur melawan hukum tidak terpenuhi dalam perkara tersebut.
"Karena unsur melawan hukum tidak terpenuhi, maka terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan primair penuntut umum," jelasnya.
Sesuai putusannya, majelis hakim menyatakan membebaskan para terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum. Majelis hakim juga memerintahkan agar para terdakwa segera dibebaskan dari tahanan serta memulihkan seluruh hak dari terdakwa dalam harkat dan martabatnya. Sementara untuk biaya perkara, majelis memutuskan untuk ditanggung negara.
Usai persidangan, Melkzon Beri selaku penasihat hukum terdakwa Thelma Bana menegaskan bahwa kliennya harus segera dikeluarkan dari tahanan. Sementara, penasihat hukum Yanto Ekon mengatakan, fakta persidangan tidak ada aturan tentang bagaimana formula perhitungan BGS (bangun guna serah).
"Jadi, tidak ada perbuatan melawan hukum di situ," tegasnya.
Terkait kerugian keuangan negara, kata Yanto, tidak ada kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut. Menurutnya, Pemprov NTT yang melakukan PHK terhadap PT SIM sehingga mengakibatkan kerugian terhadap Pemprov NTT.
"Pejabat yang melakukan PHK itulah yang melakukan perbuatan melawan hukum. Kita minta supaya diproses hukum pejabat yang bersangkutan," ungkapnya.
Bentuk perbuatan melawan hukumnya yaitu PHK terhadap PT SIM. Perjanjian BGS itu sah. Intinya adalah yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah Pemprov NTT dengan mengambil alih hotel Plago dari PT SIM.
Sementara Jamaruba Silaban, selaku penasihat hukum dari PT SIM mengatakan, dari PHK itu Pemprov NTT mengambil alih tanah dan bangunan hotel Plago. Dalam pertimbangan putusan majelis hakim itu antara lain mengembalikan tanah dan bangunan yang merupakan objek BGS yang sudah diambil alih oleh Pemprov NTT untuk diberikan kepada Direktur Utama PT SIM, Heri Pranyoto.
"Yang rugi adalah PT SIM dan yang untung adalah Pemprov NTT," ujarnya.
Apakah akan dilakukan upaya hukum, kata Jamaruba Silaban bahwa sudah pasti akan dilakukan upaya hukum, baik perdata dan PTUN terhadap Pemprov NTT.
Sementara Khresna Guntarto yang juga penasihat hukum PT SIM mengatakan bahwa perkara Tipikor ini tidak terbukti sama sekali. Menurutnya, BGS tidak boleh dikriminalisasi karena bagaimana pun pihak swasta yang mengeluarkan uang dan membangun serta memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah.
"Jangan sampai investor ini disakiti atau dizolimi, jika ini terus terjadi maka ke depannya orang akan takut berinvestasi," ungkapnya.
Sebelumnya, untuk perkara perdata telah dimenangkan oleh PT SIM.
"Yang melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan perkara perdata adalah Pemprov NTT," jelasnya.
Atas putusan banding itu ternyata Pemprov NTT mengajukan kasasi sejak tanggal 8 Maret 2024. Karena itu, pihak PT SIM juga berhak menyampaikan kontra memori kasasi atas upaya hukum kasasi yang ditempuh Pemprov NTT.
"Kita harapkan agar perkara perdata PT SIM dengan Pemprov NTT menjadi terang benderang," harapnya.
Dalam perkara pidana PT SIM, dalam pertimbangan majelis hakim itu disebutkan bahwa aset hotel Plago yaitu tanah dan bangunan yang menjadi objek BGS itu dikembalikan kepada PT SIM.
"Ini hakim perkara pidana yang bicara, apalagi perkara perdatanya nanti di kasasi Mahkamah Agung," jelasnya.
Harapannya agar nanti di Mahkamah Agung bisa dilihat sejelas-jelasnya.
"Putusan perkara pidana ini hakim menyatakan para terdakwa bebas murni," pungkasnya. (r1/ays)