Peluang Kecil Paslon 1 dan 3 Menang di MK
KUPANG, TIMEX .FAJAR.CO.ID- Sidang sengketa pemilihan presiden (pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diguguat oleh paslon nomor urut 1 dan 3 sedang berlangsung. Kedua pasangan meminta MK memerintahkan KPU untuk mendiskualifikasi pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran dan memerintahkan KPU menggelar pemungutan suara ulang yang diikuti dua pasangan saja.
Sidang sengketa baru menghadirkan saksi dan ahli. Ditengah perjalanan muncul wacana MK akan menghadirkan Menteri Kabinet Indonesia Maju untuk menjadi saksi di persidangan, terkait distribusi bansos pada masa proses politik pilpres sedang berlangsung.
Mencermati sengketa yang berlangsung, pengamat politik dari Unmuh Kupang, Ahmad Atang kepada Timor Express, Kamis (4/4) menyampaikan, sidang sengketa perolehan suara pilpres jika dilihat dari keinginan para pihak yang menggugat hasil perolehan suara, menuntut agar pemilu ulang dan jika itu dikabulkan, maka paslon nomor urut 2 dinyatakan tidak berhak mengikuti kontestasi pilpres.
"Argumen ini terlalu subjektif jika ditinjau dari materi sidang yang sebatas mempersoalkan perolehan suara bukan pemilu ulang atau mendiskualifikasi paslon menjadi peserta pilpres," katanya.
Walaupun persidangan masih berjalan dan belum ada kesimpulan soal hasil, namun endingnya tidak semua gugatan diterima dan tidak ada pemilu ulang secara nasional, namun bisa jadi beberapa daerah yang dipandang memiliki kasus spesifik boleh jadi akan ada pemilihan ulang.
Jika itu yang terjadi, maka kemungkinan besar tidak akan mengganggu pelantikan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden periode 2024-2029.
"Pilpres sudah selesai, karena pencalonan Gibran sebagai wakil presiden atas keputusan MK, jika dirasa oleh paslon nomor urut 1 dan 3 bahwa pencapresan itu tidak sah mestinya digugat sebelum pilpres. Jadi, gugatan sengketa pilpres bukan soal orang tapi soal selisih perolehan suara," terangnya.
Sementara, pengamat politik dari Unwira Kupang, Urbanus Ola Hurek mengatakan, gugatan paslon nomor urut 1 tentang pengkhianatan konstitusi dan pelanggaran asas bebas dan jurdil. Sementara gugatan paslon nomor urut 3 terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) melalui abuse of power dari Presiden Jokowi atau penyalahgunaan kewenangan.
"Dari dimensi politik cukup mudah dipahami tentang pengangkangan konstitusi dalam proses pengajuan calon wapres maupun terindikasi kuat presdiden melakukan abuse of power sehingga terjadi pelanggran TSM. Namun dari dimensi hukum terutama hukum positif, sulit dan rumit karena membutuhkan kecukupan bukti sebagai salah satu materi dasar dalam pembuktian dalam persidangan," terang Urbanus.
Misalnya, pembuktian pengaggaran TSM, menunjukkan bukti seperti ini bukan pekerjaan mudah. Bila dipilah pembahasannya dalam dua tahap, yaitu proses pemilu dan hasil pemilu pun cukup rumit. Hasil pemilu dilihat dari penetapan raihan suara, maka sulit dipungkiri bahwa paslon nomor urut 2 sebagai pemenang telak dalam pilpres.
"Ketika dirunut dari proses pemilu maka ditemukan pelanggran konstitusi, etika serta moral. Jadi sidang sengketa pemilu khusunya pilpres, amat rumit dan membutuhkan MK yang nasionalis sejati untuk mengambil keputusan yang sungguh strategis bagi negeri ini," ujarnya.
Menurutnya, paslon nomor urut 1 dan 3 bisa menang jika digunakkan pertimbangan demokrasi dan kedaulatan rakyat. Namun dari pendekatan hukum, peluang kecil paslon nomor urut 1 dan 3 menang dalam persidangan di MK. (cr1/ays)