Bagi Bansos dan Risma yang Jarang Diajak
JAKARTA, TIMEX.FAJAR.CO.ID – Empat menteri Kabinet Indonesia Maju hadir dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4). Dalam kesempatan itu, para menteri menjelaskan latar belakang kebijakan bantuan sosial yang masif jelang pemilu.
Dugaan politisasi bansos memang menjadi salah satu dalil yang ditudingkan pemohon, baik dari tim paslon nomor urut 1 maupun paslon nomor urut 3.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Sosial Tri Rismaharini, maupun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menunjukkan sikap pasang badan dengan membantah semua dalil.
Dalam sidang kemarin, hanya hakim MK yang boleh mengajukan pertanyaan. Sri Mulyani memastikan tidak ada automatic adjustment atau pencadangan belanja kementerian yang diblokir untuk anggaran perlinsos maupun bansos. ’’Muncul persepsi bahwa automatic adjustment dilakukan untuk membiayai bansos, saya tegaskan tidak,’’ ujarnya.
Menkeu menjelaskan, automatic adjustment dilakukan sejak APBN 2022. ’’Automatic adjustment itu sudah dilakukan sejak APBN 2022. Di dalam APBN 2022 itu Undang-undang Nomor 6 tahun 2021 Pasal 28 ayat (1) huruf e. Di APBN 2023, yaitu Undang-undang Nmor 28 tahun 2022, diatur di Pasal 32 ayat (1) huruf e dan di APBN 2024, yaitu Undang-undang Nomor 19 tahun 2023, diatur pada Pasal 28 ayat (1) huruf e,’’ jelas dia.
Kemarin Ani –sapaan Sri Mulyani– juga mengatakan bahwa bantuan pangan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) berupa pembagian beras 10 kg bukan menjadi bagian dana perlinsos. Kebijakan pembagian beras itu masuk dalam fungsi ekonomi untuk penguatan ketahanan dan stabilitas harga pangan.
’’Di dalam APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) ini masuk fungsi ekonomi, bukan fungsi perlinsos (perlindungan sosial),’’ kata Ani.
Bendahara negara juga memastikan bahwa APBN 2024 ditetapkan sebelum proses kampanye pilpres digelar. Sebab, penetapan APBN 2024 dilakukan pada 21 September 2023.
Airlangga menambahkan, mitigasi bencana El Nino pada akhir tahun lalu hingga awal 2024 menjadi alasan pemerintah gencar membagikan bansos. ’’Jadi, pada periode tersebut, produksi padi menurun, harga beras internasional meningkat, inflasi juga meningkat. Ini jadi salah satu pertimbangan ada bansos terkait El Nino dan pangan,’’ jelas Airlangga.
Dia menambahkan, sejumlah negara yang terdampak fenomena El Nino pun mengambil langkah yang sama dengan memberikan bansos kepada warganya. Misalnya, Malaysia, India dan Singapura.
Muhadjir pun mengemukakan hal yang sama. Secara garis besar, dalam paparannya, Muhadjir mengatakan bahwa program bansos dikucurkan dalam rangka perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan ekstrem.
Dia menjabarkan, berdasar hasil survei sosial ekonomi (susenas) Maret 2023 yang dilakukan BPS, angka kemiskinan nasional mencapai 9,36 persen. Sementara target RPJMN 2020–2024 ditetapkan 6,5-7,5 persen.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, perhitungan angka kemiskinan di Indonesia dilakukan dengan menggunakan pendekatan pengeluaran. Dengan pendekatan tersebut, diketahui bahwa garis kemiskinan secara nasional sekitar 554.458 per kapita per bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar 408.522 atau 74,21 persen dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar 141.936 atau 25,79 persen.
”Maka, dengan demikian dapat kami simpulkan bahwa faktor pembentuk kemiskinan di Indonesia, tiga perempatnya adalah komoditas pangan,” ungkapnya.
Soal keterlibatannya dalam bansos, Muhadjir mengatakan bahwa itu sudah sesuai tugas Kemenko PMK yang diatur dalam Perpres Nomor 35/2020. Yakni, melakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian penyelenggaraan pemerintahan di bidang pengembangan manusia dan kebudayaan. Bantuan sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tugas pokok dan fungsi tersebut sesuai dengan Permenko Nomor 4/2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenko PMK.
”Pelaksanaan tugas tersebut dimaksudkan untuk memberikan dukungan, pelaksanaan inisiatif dan pengendalian kebijakan berdasar agenda pembangunan nasional dan penugasan presiden,” jelasnya.
Sementara itu, Mensos Risma turut memaparkan program bansos reguler yang ditangani olehnya. Dia menyebut, pada tahun anggaran 2023, anggaran Kemensos mencapai Rp 87,27 triliun.
Penggunaan anggaran tersebut dilaksanakan melalui program perlindungan sosial sebesar Rp 86,1 triliun atau 98,65 persen.
Besar anggaran tersebut turun pada 2024. Pada tahun anggaran 2024, Kemensos hanya memperoleh Rp 79,21 triliun atau turun sekitar Rp 8 triliun dari sebelumnya. ”Rp 75,61 triliun atau 95,46 persen itu di luar bantuan El Nino. Sehingga, kami kembali menyerahkan bantuan reguler PKH dan BPNT,” ungkapnya.
Dia mengakui, pada 2023 memang sempat ada bantuan langsung tunai (BLT) El Nino yang disetujui DPR melalui rapat komisi VIII masa sidang 2023–2024. Tepatnya, pada Selasa, 7 November 2023. Karena masuk anggaran 2023, harus selesai Desember 2023.
Pada tahun ini, target penyaluran bansos di Kemensos hampir sama dengan tahun lalu. Hanya, tidak ada untuk El Nino dan gagal ginjal akut seperti tahun lalu. Hingga saat ini, sudah terealisasi Rp 25,3 triliun atau 33,61 persen.
Dalam sidang tersebut, para hakim pun mencecar para menteri dengan pertanyaan-pertanyaan menggelitik seputar bansos. Mulai jarang hadirnya Risma dalam pembagian bansos, padahal dia menjabat Mensos hingga soal presiden yang hobi bagi-bagi bansos dan sering turun ke Jawa Tengah.
Misalnya, Risma yang ditanya Ketua MK Suharyanto terkait usulan anggaran bantuan El Nino yang disalurkan pada November–Desember 2023, apakah usulan Kemensos? Secara spontan, Risma mengaku tak berani mengusulkan. ”Kami enggak berani mengusulkan,” kata Risma, lalu tersenyum.
Dia menegaskan, pihaknya tidak berani mengusulkan karena tidak mengetahui kondisi keuangan memungkinkan atau tidak untuk adanya bantuan tersebut. Menurut dia, pengadaan bantuan biasanya disepakati setelah melakukan rapat dengan kementerian dan lembaga terkait. ”Biasanya diadakan rapat, kemudian disepakati apa. Karena kami tidak berani. Kami kan tidak tau kondisi makro,” jelasnya.
Tak sampai di sana, hakim MK Enny Nurbaningsih turut bertanya soal anggaran perlindungan sosial yang cair pada Januari hingga Februari 2024. Yang mana, bulan-bulan tersebut bertepatan dengan momen politik.
”Kepada ibu menteri, seberapa besar risiko sosial yang terjadi pada 2023 diperkirakan akan terjadi 2024 sehingga kemudian saya lihat di sini ada kenaikan perlinsos sekitar Rp 50 triliun ya, Bu? Di situ yang menjadi persoalan adalah apakah memang di awal-awal tahun, di awal itu mulai Januari, Februari, di mana tahun-tahun itu saat-saat politik seperti itu, memang anggaran itu bisa dicairkan,” ujarnya.
Tak banyak berkomentar, Risma hanya menegaskan bahwa pencairan anggaran perlinsos pada awal tahun dilakukan sejak sebelum dirinya menjadi Mensos. ”Ini sejak sebelum saya menjadi menteri, pencairannya sudah bulan Januari,” ungkapnya.
Beda lagi dengan hakim Daniel Yusmic Foekh. Dia mempertanyakan minimnya keterlibatan Risma dalam bagi-bagi bansos yang dilakukan presiden. Bahkan, yang justru lebih sering terlihat adalah Menko Perekonomian dan Menko PMK ketimbang Risma yang merupakan Menteri Sosial.
Risma mengaku, dirinya baru turun jika ada perselisihan. ”Jadi, kalau saya turun, yang mungkin bapak tanya itu memang orangnya harus saya tolong. Saya turun biasanya kalau itu ada dispute. Jadi, misalkan ada perselisihan, baru saya turun, tapi kalau tidak (tidak turun, red),” jelas Risma.
Tak kalah dengan Risma, Muhadjir pun mendapat banyak pertanyaan seputar penyaluran bansos itu. Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra pun turut bertanya alasan Presiden Jokowi lebih banyak membagikan bansos di wilayah Jawa Tengah (Jateng).
Dia pun mengeluarkan peta aktivitas kunjungan Jokowi yang berkaitan dengan pembagian bansos tersebut, yang dilampirkan para pemohon dalam gugatan hasil pilpres 2024. Dari peta itu terlihat intensitas Jokowi mendatangi Jateng lebih tinggi dibandingkan wilayah lain.
”Ini ada salah satu tabel yang di kedua pemohon ada. Yang mencantumkan list perjalanan presiden karena dalilnya bertumpu di sini. Kami harus menanyakan. Apa yang menjadi kira-kira memilih ke Jateng itu lebih banyak kunjungannya daripada ke wilayah lain,” ujarnya.
Menurut dia, penjelasan empat menteri yang hadir akan menjadi bahan pertimbangan MK untuk memberikan keputusan mengabulkan atau tidaknya dalil para pemohon.
Kemudian, hakim konstitusi Arief Hidayat juga mempertanyakan apakah ada tugas ’’aneh-aneh” yang diberikan Presiden Jokowi kepada kedua Menko. Terlebih, sebelumnya, Muhadjir sempat mengatakan soal ’’penugasan presiden” dalam Perpres Nomor 35/2020 tentang Kemenko PMK.
”Apa sih yang dimaksud penugasan presiden? Apakah penugasan-penugasan tertentu karena presiden juga cawe-cawe itu,” tanyanya.
Sementara, hakim konstitusi Daniel Yusmic Foekh menanyakan apakah presiden boleh membagikan bansos secara langsung kepada masyarakat? Muhadjir menyebut Kemenko PMK juga pernah melaksanakan tugas-tugas di luar tupoksinya, yang biasanya berkaitan dengan tugas yang sifatnya lintas sektoral.
”Kalau kami boleh ambil contoh misalnya sekarang ini, untuk operasi penanganan mudik. Penanganan mudik itu tidak bisa didefinisikan urusan siapa. Atas kondisi itu, presiden menunjuk salah satu Menko untuk melakukan koordinasi,” jelasnya.
Namun, dengan tegas, Muhadjir mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada tugas ’’aneh-aneh” yang diberikan presiden kepada pihaknya di luar tupoksinya. ”Setahu saya tidak ada,” tegasnya.
Soal Jateng yang kerap jadi jujukan Jokowi, Muhadjir menyampaikan, di daerah tersebut sangat mungkin terdapat banyak proyek strategis nasional. Selain itu, menurut dia, Jokowi memang sudah lama sering melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah.
Namun, dia menilai, jika kunjungan tersebut dilakukan guna mendapat suara rakyat untuk memilih salah satu kandidat, hal itu tidak make sense. ”Taruhlah beliau berkunjung 100 titik, kemudian beliau akan membagikan PKH. PKH itu 10 juta keluarga penerima manfaat. Kalau 40 titik itu taruhlah 20 ribu satu titik, berapa? Kan ada 800 ribu. Masak 800 ribu kunjungan beliau bisa memengaruhi seluruh Indonesia,” ujar Muhadjir.
Kuasa hukum paslon nomor urut 2 Yusril Ihza Mahendra menilai pernyataan para menteri memberikan efek baik kepada timnya. Sebab, dari keterangan empat menteri, semuanya bisa menjelaskan berbagai tudingan yang disampaikan. ’’Tidak ada penyalahgunaan bansos seperti yang selama ini didalilkan,’’ katanya.
Bahkan, hal itu juga ditegaskan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang notabene berlatar belakang PDIP. ’’Semua mengatakan tidak ada titipan politik,’’ jelas ketua umum Partai Bulan Bintang itu.
Kenaikan anggaran melalui automatic adjustment memang terjadi. Namun, itu dilakukan dalam rangka menghadapi krisis akibat El Nino. Bantuan itu pun disalurkan pada 2023. Sementara, pada 2024 tidak ada alokasi anggaran tersebut.
Kuasa hukum tim paslon nomor urut 1 Heru Widodo mengatakan, dipanggilnya para menteri untuk memberikan keterangan menunjukkan bahwa dalil tentang pelanggaran substantif dipertimbangkan oleh MK. Hal itu sekaligus menepis anggapan tim hukum paslon nomor urut 2 yang membatasi kewenangan MK pada perselisihan hasil semata.
’’Mahkamah tidak semata-mata soal kesalahan hasil penghitungan, soal angka. Tapi, soal penggunaan kebijakan-kebijakan oleh negara untuk kepentingan elektoral,’’ ujarnya.
Hanya, dari sisi substansi, Timnas Amin menilai pernyataan para menteri terlampau normatif. Kuasa hukum Timnas Amin, Ahmad Yani, menilai pernyataan menteri mengesankan semuanya aman dan berjalan baik. ’’Tidak fakta yang terungkap dalam persidangan,’’ tuturnya.
Kuasa hukum tim paslon nomor urut 3 Todung Mulya Lubis menyatakan hal senada. Bagi dia, yang disampaikan menteri hanya informasi resmi yang bersifat normatif sehingga terkesan tidak ada persoalan.
Padahal, situasi di lapangan sangat berbeda. Dan, itu bisa dirasakan oleh kesadaran kolektif banyak orang perihal adanya politisasi bansos. Sebab, politisasi berlangsung di belakang layar. ’’Itu yang nggak kita dapat, ada apa di balik itu,’’ ujarnya.
Dia mencontohkan, ada banyak video beredar yang menunjukkan politisasi. Menteri Perdagangan, misalnya, pernah menyatakan kepada publik untuk berterima kasih kepada pak Jokowi dan meminta masyarakat membantunya.
Karena itu, Todung menilai pelaksanaan bansos perlu diaudit. Langkah itu diperlukan sebagai bentuk transparansi dan keadilan. ’’Audit itu menandakan akuntabilitas,’’ tandasnya. (dee/mia/far/lyn/c7/ttg/jpg/ays)