Korban Sempat Bayar Rp 30 Juta ke Agensi Pendidikan di Kota Bekasi
JAKARTA, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Ratusan orang tertipu program beasiswa doktoral jenjang S3 ke Filipina. Diduga penipuan ini dilakukan oleh sebuah agensi pendidikan di Kota Bekasi yang dikelola oleh pria berinisial BTC yang bergelar doktor.
Salah satu korban, Irzan mengatakan, setiap orang diminta untuk menyetorkan uang kepada agensi tersebut sebesar Rp 30 juta. Dirinya telah menyetor uang tersebut kepada BTC secara bertahap pada bulan Desember 2023 dan Januari 2024.
"Total biaya yang saya keluarkan itu ada dua tahap. Pertama saya bayar Rp 5 juta dulu di bulan Desember, kemudian di bulan Januari atau pendaftaran terakhir itu saya bayar totalnya Rp 25 juta, jadi totalnya Rp 30 juta," kata Irzan saat dihubungi JawaPos.com, Jumat (19/4) malam.
Irzan mengungkapkan, dirinya tercatat sebagai peserta penerima beasiswa pada Batch 5 dengan total sebanyak 207 orang sehingga total kerugian mencapai Rp 6,2 miliar. Seluruhnya dijanjikan untuk mendapatkan beasiswa di Phillipine Women's University (PWU) di Manila.
Dalam hal ini, besaran beasiswa yang akan diperoleh masing-masing orang sebesar Rp 60 juta dari total SPP sebesar Rp 90 juta. Sehingga sisanya, kata Irzan, diwajibkan bagi seluruh peserta untuk membayar sebesar Rp 30 juta.
"Itu saya daftar ke kampus PWU di Manila. Bayar disitu dengan harapan saya akan berkuliah di jurusan Social Development atau Pembangunan Sosial," ungkapnya.
Mulanya, Irzan tidak punya kecurigaan pada agensi pendidikan yang berkantor di Apartemen Mutiara Bekasi ini. Pasalnya, agensi yang bernama PT Pelatihan Sertifikasi Indonesia (PSI) dikelola oleh seorang doktor dan tercatat telah membagikan ijazah kelulusan kepada sejumlah mahasiswanya di Indonesia.
Terlebih, setiap orang juga diberikan kwitansi hingga Letter of Acceptance (LOA) atau surat penerimaan dari PWU yang ditandatangani digital oleh Senior Vice President for Academic Affairs PWU. Namun, kecurigaan mulai terlihat ketika perkuliahan yang dijanjikan akan digelar pada Maret 2024 belum juga dilakukan.
Bahkan, setiap orang yang sudah membayar uang sebesar Rp 30 juta belum juga mendapatkan nomor induk mahasiswa dan portal akademik PWU. Irzan menyebut, setiap kali para peserta menanyakan hal tersebut, pihak pengelola justru selalu berdalih hingga mengaku kalah trading.
"Di saat pertengahan bulan Maret kita gelisah karena kok melenceng dari jadwal dan ngeles. Dan si profesor ini mengaku kalah trading uangnya," jelas Irzan.
Lebih lanjut, Irzan membeberkan bahwa mayoritas peserta yang mendaftar dalam beasiswa ini adalah dosen, guru, PNS, hingga perawat dari seluruh Indonesia. Mirisnya, ada banyak peserta yang melunasi biaya pendaftaran beasiswa dengan meminjam dari pinjaman online hingga koperasi.
Para peserta kemudian makin geram di tengah ketidakjelasan ini karena tiba-tiba diumumkan bahwa angkatan 5 program doktoral S3 akan dipindahkan ke AUI Malaysia yang cabangnya ada di Bogor, Jawa Barat. Irzan sendiri enggan pindah ke kampus tersebut dan lebih memilih menerima pengembalian uang.
Irzan menilai, kampus tersebut belum terdaftar di Data Pendidikan Tinggi (Dikti) dan dirinya ogah kuliah abal-abal yang hanya mengejar gelar. Bahkan, perlu merogoh kocek lagi jika bersedia pindah ke cabang kampus Malaysia itu.
"AUI di Dikti tidak terdaftar, kita enggak mau karena ada iming-iming cepat lulus, terus kemudian ada biaya yang harus ditambahkan, itu kita enggak mau. Kita enggak mau kuliah abal-abal ya. Gak mau nyari gelar," bebernya.
Lantaran banyak yang menolak, Irzan menyebut pihak pengelola berjanji untuk mengembalikan dana kepada peserta pada 5 April 2024. Namun hal itu tidak ditepati dan diundur menjadi 5 Mei 2024.
Irzan mengaku, para peserta kini kesulitan untuk menghubungi pihak pengelola, bahkan BTC menjadi sulit ditemui di rumahnya. Kini kasus penipuan sudah dilaporkan kepada Polres Metro Bekasi Kota dengan pasal tindak pidana penipuan dan atau penggelapan.
Laporan ini, kata Irzan dilakukan oleh salah satu peserta lain yang diharapkan tidak ada masyarakat yang tertipu lagi oleh rayuan beasiswa dari BTC. Terlebih, pada akhir tahun lalu beasiswa parsial ke Filipina ini gencar dipromosikan di media sosial, mulai dari Facebook, Instagram, dan juga TikTok.
Dia juga berharap hak peserta bisa dikembalikan oleh pengelola. Guna menghimpun lebih banyak korban yang telah ditipu agensi pendidikan di Kota Bekasi ini, dalam waktu dekat peserta angkatan 5 akan membuka posko aduan.
"Kita ingin hak kita kembali, Rp 30 juta dikali 207 orang itu sekitar Rp 6,2 miliar. Kedua kita enggak mau orang-orang seperti ini memanfaatkan orang yang ingin kuliah untuk kepentingan pribadi, apalagi korbannya adalah dosen, guru, hingga ada yang terlilit utang. Bahkan anaknya sakit gak bisa bayar RS hingga anaknya meninggal, ada bapak-bapak ada kena hipertensi hingga dirawat," pungkasnya. (thi)