KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah dalam beberapa waktu terakhir, bahkan jatuh ke posisi Rp 16 ribu. Kondisi ini tentu berdampak juga di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, Fritz Fanggidae mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap US dollar berdampak luas terhadap perekonomian. Dari segi ekonomi makro, dampak yang bersifat kontraktif berupa melemahnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pengangguran.
Dampak kontraktif tersebut terjadi melalui meningkatnya inflasi, hutang luar negeri dinilai dengan melemahnya rupiah semakin meningkat, harga barang-barang impor semakin meningkat, menyebabkan investasi menurun, pertumbuhan ekonomi menurun dan pengangguran meningkat.
Sementara, secara teoretis, pelaku ekonomi yang mampu mengekspor akan memperoleh penerimaan dalam rupiah yang semakin meningkat, tetapi hal ini sulit terjadi dalam kenyataan, karena inflasi tinggi, suku bunga tinggi, upah meningkat, harga komponen impor meningkat, menyebabkan biaya produksi naik, sehingga harga barang tidak kompetoitif di pasar internasional.
"Dampak lainnya adalah, inflasi yang mendorong kenaikan harga, menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan pada akhir berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk minskin," terang Fritz, Senin (22/4).
Selain itu pada perekonomian NTT, akan memperoleh dampak rambatan pelemahan nilai rupiah terhadap US dollar sebagai berikut, dari sisi pengeluaran, belanja rumah tangga yang selama ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi akan melemah akibat kenaikan harga (inflasi), akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi.
"Belanja barang-barang impor akan menurun, tetapi ekspor sulit meningkat, karena kenaikan harga yang menyebabkan produk ekspor NTT tidak kompetitif," katanya.
Dari sisi lapangan usaha, kenaikan harga barang, lanjutnya, terutama kenaikan harga bahan makanan sejatinya memberi insentif ekonomi kepada pelaku usaha, tetapi pada sisi lain terjadi kenaikan biaya produksi menyebabkan produksi bahan makan akan tertekan.
Dia menambahkan, secara keseluruhan dampak rambatan pelemahan nilai rupiah terhadap US dollar akan berdampak pada kontraksi/pelemahan pertumbuhan ekonomi yang berpotensi meningkatkan pengangguran.
"Karena itu tindakan preventif yang dibutuhkan NTT untuk tetap menjaga/mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi atau bahkan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi adalah penerapan kebijakan pembiayaan untuk mempertahankan/meningkatkan produksi sektor UMKM yang selama ini menjadi penyanggah pertumbuhan ekonomi NTT," jelasnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Undana, Rolland Fanggidae menyampaikan, nilai tukar rupiah terhadap dollar mencapai Rp 16.000 saat ini, namun hal ini tidak menunjukkan bahwa rupiah sedang mengalami pelemahan yang signifikan. Faktor-faktor seperti kelemahan ekonomi global, kebijakan moneter, dan instabilitas politik di beberapa negara mempengaruhi dinamika nilai tukar ini.
"Dalam konteks ekonomi global, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar dapat meningkatkan biaya import, yang berpotensi mempengaruhi harga barang-barang impor dan perekonomian secara keseluruhan. Biaya produksi yang lebih tinggi dapat mengurangi keuntungan perusahaan dan berdampak negatif pada perekonomian," jelas Rolland.
Di NTT, lanjutnya, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar juga berdampak pada harga barang-barang impor dan biaya produksi yang lebih tinggi. Hal ini dapat mengurangi keuntungan perusahaan di NTT dan secara keseluruhan mempengaruhi perekonomian daerah tersebut.
Meskipun demikian, melemahnya nilai tukar rupiah dapat membantu mengurangi defisit perdagangan nasional, yang berpotensi memberikan dampak positif pada perekonomian nasional secara keseluruhan.
"Dengan demikian, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar memiliki dampak kompleks pada perekonomian, dengan pertimbangan baik dampak negatif maupun positif yang perlu diperhatikan secara cermat," tandasnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi James Adam juga mengatakan, apabila nilai tukar rupiah melemah, hal itu berarti nilai mata uang dollar khusus US naik. Hal ini dapat memicu inflasi terutama terhadap barang-barang yang bahan bakunya diimpor.
"Nilai rupiah melemah akibat dari dampak ekonomi inflasi di US makin meningkat hingga 3,48 persen," terangnya.
Dikatakan, The Fed juga tidak turunkan suku bunga selalu mempengaruhi tingkat suku bunga sertifikat bank Indonesia (SBI). Hal itu berdampak pada nilai barang impor akan naik sehingga jumlah rupiah yang dipakai sebagai alat pembayaran pun juga akan meningkat.
"Bagi perekonomian NTT pasti ada dampaknya, tetapi hanya terhadap barang impor yang harganya tinggi, seperti suku cadang kendaraan, dan lainnya," tambahnya.
Sementara dari sisi positifnya, untuk barang produksi dalam negeri yang tidak menggunakan bahan baku impor, tetap stabil. (cr1/thi)