KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Dinas Pertanian (Distan) Kota Kupang telah mengadakan Sosialisasi Perda No.1 tahun 2014 tentang pajak daerah dan retribusi daerah di Aula Garuda Balai Wali Kota Kupang pada Jumat (26/4).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Distan Kota Kupang ,menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut, fokus utama prmbahasan adalah mengenai retribusi beberapa item di Dinas Pertanian, termasuk di RPH, babi, sapi, pemotongan, pengurusan karkas, telur, pengeluaran ternak dan pengelolaan pemanfaatan asinan.
"Para undangan terdiri dari pelaku usaha di bidang peternakan dan veteriner. Kami berharap agar mereka, sebagai mitra pemerintah, memahami produk-produk yang dihasilkan bersama pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk pelaksanaan yang sejalan," ujarnya.
Rita menambahkan bahwa pertemuan tersebut juga bertujuan untuk menerima masukan dari masyarakat demi peningkatan kualitas pelayanan pemerintah yang lebih baik.
"Dalam hal retribusi di RPH, kami sadar bahwa keseimbangan antara retribusi dan pelayanan harus terjaga. Kami berharap agar ke depan, para pelaku usaha dapat mematuhi peraturan sambil memperoleh fasilitas yang memadai dari pemerintah," tambahnya.
Ia juga memberikan contoh kasus terkait dengan RPH yang menunjukkan kesadaran bahwa retribusi yang dibayarkan harus sebanding dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Rita berharap bahwa ke depannya, pejagal memiliki keinginan untuk melaksanakan perda, namun juga berharap agar pemerintah memperhatikan fasilitas yang ada dan saling memberikan timbal balik.
"Mereka memenuhi kewajiban mereka, sementara pemerintah juga harus memenuhi kewajibannya dengan menyediakan sarana-prasarana yang baik. Ini akan kami sampaikan kepada pimpinan untuk pembagian alokasi anggaran kepada dinas, yang juga merupakan perhatian dari DAPD bagi kami," tambahnya.
Rita juga menyatakan bahwa dari pertemuan itu mereka bersyukur atas masukan dari pejagal dan pelaku usaha lainnya yang telah mematuhi perda dengan melakukan transaksi langsung, baik melalui aplikasi mobile ataupun langsung ke dinas. Pejagal berharap agar pembayaran dapat dilakukan langsung oleh mereka tanpa harus melalui petugas dari kami, sesuai dengan data yang ada.
"Teman-teman melakukan temuan, namun seringkali tanpa diikuti insentif. Mayoritas di RPH adalah pegawai honorer yang kemungkinan tidak terkena dampak dari pemberlakuan Perda terkait DPP," ungkapnya.
Selain itu, tidak ada insentif yang mengikuti, jadi menurut Rita, bantuan mereka sudah dianggap membantu karena mereka sendiri sudah melakukan transaksi. Ini akan lebih baik untuk mengurangi insiden yang terjadi ketika masalah terungkap.
"Masalah uang selalu menimbulkan kecurigaan. Misalnya, tadi pejabat merasa kami diberi beban karena harus mencapai target. Padahal, tidak seperti itu sebenarnya. Untuk mencapai target, kolaborasi perlu dilakukan," jelasnya.
Tingkat persentase dari denda yang diberikan kepada para pelanggar bervariasi tergantung pada jenis pelanggaran. Misalnya, untuk pelanggaran terkait babi, sekitar 70 persen dari jumlah yang sebelumnya, sementara untuk babi dari 20 menjadi 40, mungkin sekira 50 persen dari jumlah sebelumnya.
Namun, untuk jenis pelanggaran seperti karkas, telur, DOC dan sebagainya, tidak diatur dalam perda sebelumnya. Regulasinya hanya diatur dalam perwali terkait sumbangan pihak ketiga.
Namun, aturan yang lebih tinggi menetapkan bahwa sumbangan pihak ketiga tidak dapat digunakan untuk penyetoran khas daerah, sehingga mereka dianggap 100 persen sebagai denda karena peraturan baru ini. (cr3/gat)