Jokowi: Investasi-Konsumsi Berjalan Berdampingan

  • Bagikan
Kris/Biro Pers Sekretariat Presiden BANGUN EKOSISTEM TEKNOLOGI: Presiden Joko Widodo dan rombongan melihat salah satu ruangan di Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi Kota Depok, Jabar, kemarin (7/5). Pembangunan balai besar ini salah satunya untuk mendukung industri kendaraan listrik.

JAKARTA,TIMEX.FAJAR.CO.ID – Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2024 tercatat 5,11 persen. Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo mengaku optimistis terhadap kondisi ekonomi tanah air.

Apalagi, angka tersebut dicapai saat banyak negara besar mengalami resesi atau penurunan pertumbuhan. ’’Negara-negara besar sudah masuk ke jurang resesi. Negara lain juga turun growth-nya, tapi kita mampu tumbuh di 5,11 persen,’’ ungkap Jokowi saat mengunjungi Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT), Kota Depok, Jabar, kemarin (7/5).

Menurut dia, pertumbuhan kuartal pertama tidak hanya didukung oleh konsumsi, tetapi juga investasi yang terus masuk ke negara kita. ’’Kondisi ini membuat Indonesia bisa sedikit bernapas lega,” tuturnya.

Jokowi menekankan bahwa secara makro, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat baik. Hal itu menunjukkan daya tahan dan potensi pasar domestik serta kepercayaan investor. ’’Saya kira dua hal itu (konsumsi dan investasi, Red) sangat baik,’’ ucapnya.

Sementara itu, analis kebijakan ekonomi Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Ajib Hamdani memandang bahwa pertumbuhan itu cukup agresif di sela-sela kondisi ekonomi global yang sedang challenging. Bahkan, di atas perkiraan awal berbagai analisis. Namun, lantas muncul pertanyaan, apakah pertumbuhan 5,11 persen itu sudah maksimal?

Ajib menyebut raihan tersebut belum maksimal. ’’Karena pada rentang masa ini, terjadi fluktuasi inflasi yang memberikan tekanan terhadap daya beli masyarakat,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (7/5).

Ajib menuturkan, selanjutnya dibutuhkan insentif moneter, insentif fiskal, maupun regulasi yang pro dengan pertumbuhan dan pro dengan pemerataan. Tingkat suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) sebesar 6,25 persen cenderung tidak ideal dan memerlukan penyesuaian. Tingkat suku bunga tinggi akan mengurangi likuiditas di sistem perekonomian dan mendorong cost push inflation.

’’Kenaikan tarif PPN awal tahun 2025 juga memberikan tekanan terhadap dunia usaha dan memberikan dampak psikologis naiknya harga barang,’’ paparnya. (lyn/dee/c6/dio/thi)

  • Bagikan

Exit mobile version