Tersandung Kasus People Smuggling dan Berstatus DPO
KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Pelarian Habibur Rahman akhirnya terhenti. Pria 34 tahun yang merupakan warga negara Bangladesh ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polda NTT karena kasus tindak pidana People Smuggling (penyelundupan manusia).
Habibur Rahman ditangkap oleh petugas Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya. Kini, Habibur Rahman telah diserahkan ke Polda NTT untuk diproses hukum lebih lanjut, Jumat (17/5).
Hadir langsung pada kesempatan penyerahan Habibur Rahman di Mapolda NTT, Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi, Saffar Muhammad Godam, Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone dan Kepala Kanim Kelas I Khusus TPI Surabaya, Ramdhani.
Penyerahan DPO kasus People Smuggling ini juga dksaksikan oleh Wakapolda NTT, Brigjen Pol. Awi Setiyono, didampingi sejumlah Pejabat Utama (PJU) Polda NTT.
Saat ditangkap, dari tangan DPO didapati barang bukti berupa Handphone, Sim C Indonesia, Ipad merk Apple, tas ransel warna hitam, paspor Bangladesh, kartu identitas, kartu ATM warna biru, buku medical record, satu uniy handphone merek Oppo, satu unit iPad, satu lembar tiket bus Pulo Gadung-Medaeng, satu buah catatan buku berwarna gelap dan satu motor Benelli warna hitam.
Dirwasdakim, Saffar Muhammad Godam menjelaskan bahwa serah terima DPO kasus tindak pidana penyelundupan manusia ini merupakan wujud sinergitas antara jajaran Imigrasi dan Polda NTT.
“Pelaku sudah kami serahkan ke Polda NTT untuk menjalani proses hukum lebih lanjut setelah menjadi DPO sejak bulan Agustus 2023,” jelasnya.
Terkait kronologi penangkapan Habibur Rahman, kata Kepala Kanim Kelas I Khusus TPI Surabaya, Ramdhani berawal dari pihaknya mendapatkan informasi dari istrinya yang menjelaskan bahwa Habibur Rahman telah hilang sejak 9 Januari 2024. Selanjutnya maka pihaknya pun melakukan pendalaman lalu mengetahui tentang aktivitasnya.
"Tersangka ini merupakan salah satu jaringan penyelundupan orang ke Australia,” jelasnya.
Selain itu, tersangka merupakan DPO Polda NTT juga Polisi Federal Australia. Pada tanggal 20 April 2024, Habibur Rahman ingin mencari tahu tentang layanan imigrasi terkait persyaratan izin tinggal. Pasalnya, izin tinggalnya itu akan berakhir pada tanggal 13 Mei 2024.
Untuk mendapatkan informasi terkait persyaratan tersebut, tersangka Habibur Rahman tidak datang ke Kantor Imigrasi Surabaya melainkan ia mengutus pengacaranya.
“Kami pancing untuk dia datang ke kantor sehingga kami sampaikan bahwa orang yang bersangkutan untuk mengurus izin tinggal harus datang sendiri," ungkap Ramdhani.
Selanjutnya, pada tanggal 8 Mei 2024, Habibur Rahman datang ke Kantor Imigrasi Surabaya.
"Kami pastikan itu adalah orang yang benar sehingga kami langsung melakukan penangkapan,” kata Ramdhani.
Selanjutnya dilakukan pengembangan dan ditemukan satu orang lagi warga negara Bangladesh yang kini sudah berada di Rumah Detensi.
Sementara Wakapolda NTT, Brigjen Pol. Awi Setiyono menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari penangkapan Imam Santoso dan Immanuel Hartoyo beserta lima WNA di SPBU Pasir Panjang, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang pada 4 Agustus 2023. Kelima WNA tersebut terdiri dari Pankas Kumar (India), Mohammad Shajahan, Mohammad Masud Rana, Mohammad Nur (Bangladesh) dan Mohd Sangir Alam (Myanmar).
"Kami mendapatkan informasi mengenai keterlibatan agen di Surabaya, yaitu VDV dan Sajib, yang saat ini masih buron," jelas Brigjen Pol. Awi Setiyono.
Berdasarkan Laporan Polisi LP/A/8/VIII/2023 tanggal 5 Agustus 2023, kata Jenderal bintang satu di pundak itu bahwa Imigrasi Surabaya berhasil mengamankan Habibur Rahman pada 8 Mei 2024. Habibur Rahman merupakan salah satu DPO Polda NTT.
Modus Operandi yang dipakai tersangka dalam menjalankan aktivitas ilegal itu yakni dengan cara mempromosikan lewat akun TikTok untuk merekrut para korban untuk bekerja di Australia.
"Korban diminta membayar sejumlah uang untuk proses penyelundupan," ujarnya.
Jalur pertama, melibatkan Pankas Kumar yang melalui India, Bali, Surabaya dan Kupang dengan biaya 2 ribu dolar Australia.
Jalur kedua, melibatkan tiga warga Bangladesh dan satu warga Myanmar yang direkrut oleh agen Akash di Malaysia yang bekerja sama dengan agen Vika di Surabaya. Mereka diminta membayar 30.000 Ringgit Malaysia untuk perjalanan mereka.
"Pelaku dijerat dengan Pasal 120 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang mengancam hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara serta denda antara Rp 500.000.000 hingga Rp 1.500.000.000," jelasnya.
Diketahui kasus ini melibatkan tujuh orang tersangka, yang mana tiga tersangka yaitu Muhammad Ryan Firmansyah, Emmanuel Hartojo, Imam Santoso sudah disidangkan dan mendapat putusan sidang selama tujuh tahun kurungan penjara. Putusan tersebut tanggal 6 mei 2024 lalu.
"Satu tersangka Habibur Rahman, saat ini masih diproses dan dua lainnya masih DPO yakni Shajib dan Vica Dilfa Vianica," ungkapnya.
Penangkapan ini menunjukkan komitmen kuat dari Polda NTT dan pihak terkait dalam memberantas kejahatan penyelundupan manusia yang melibatkan jaringan internasional.
Proses hukum terhadap Habibur Rahman dan upaya penangkapan terhadap pelaku lain yang masih buron terus dilakukan demi menegakkan keadilan dan keamanan di wilayah NTT dan Indonesia. (r1/gat)