KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID– Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kupang, drg. Retnowati menyampaikan bahwa terdapat berbagai masalah yang dihadapi dalam program pemberian makanan tambahan (PMT) di Posyandu. Dan salah satunya adalah kualitas kulkas yang tidak standar.
"Kadang-kadang, kulkas yang ada di tempat Posyandu mungkin tidak memenuhi standar. Sehingga, bahan makanan yang disimpan menjadi tidak layak untuk dimasak," jelas drg. Retnowati, Jumat (17/5).
drg. Retnowati menambahkan bahwa meskipun bahan-bahan yang tidak layak tersebut segera diganti, proses penggantian membutuhkan waktu. Ia menjelaskan kalau tunggu penggantian pasti perlu waktu, sehingga ada kemunduran waktu pada saat pemberian, semua itu kan dinamika.
Ia juga menekankan bahwa proses penggantian bahan membutuhkan koordinasi yang baik antara berbagai pihak.
"Kan tidak diinformasikan. Laporan kepada Kepala Puskesmas, lalu Kepala Puskesmas melaporkan kepada vendornya dan vendornya menyediakan bahan baru," kata drg. Retnowati.
drg. Retnowati mengakui bahwa ada tantangan dalam memilih metode yang tepat untuk program ini. Sekarang ini, kata dia, masih didapatkan sama petugas. Jadi, apakah mau pakai metode yang bagaimana lagi. Pengalaman apakah mau menggunakan suap rola satu atau suap rola dua.
Mengenai anggaran, drg. Retnowati menginformasikan bahwa dana yang turun tahap pertama adalah Rp 2 miliar.
"Rp 2 miliar itu hanya 80 persen saja loh ya. Jadi kan kemarin sempat ada ditanyakan, kayak misalkan kan harusnya bayi-bayi tahu itu kan jatuhnya Rp 13.200. Tapi kan menurut kenyataan katanya hanya Rp 11.500," jelasnya.
Retnowati juga menyinggung tantangan lain seperti ketersediaan minyak tanah dan kompor yang tidak selalu berfungsi dengan baik.
"Sempurna 90 hari tetap ada jadi itu 3 bulan, 2 miliar untuk 3 bulan itu. Ya tahap pertama, pertama 3 bulan," ujarnya.
Dalam evaluasi program PMT (Pemberian Makanan Tambahan), Retnowati menyatakan bahwa ada variasi keberhasilan di berbagai puskesmas. Kemudian yang kemarin itu ada 60, 70. Kita harus berangkat kepada ketahanan tangan keluarga dulu. Ini namanya PMT. Tambahan, bukan pengganti.
drg. Retnowati menjelaskan bahwa keberhasilan program ini dapat diukur dari penurunan angka gizi buruk dan stunting. Tentu keberhasilannya itu, lanjutnya, apabila angkanya turun.
Artinya, kata dia, kalau gizi buruk, tidak gizi buruk, gizi kurang, dia tidak gizi kurang lagi kemudian stunting, dia tidak stunting lagi. Sesuai penilaian Irjen, efektivitas makanan tambahan tercatat mencapai 76,6 persen.
"Hampir semua ya ada yang berhasil, ada yang nggak. Kalau di penilaian Irjen itu kita 76,6 persen efektif," ujar drg. Retnowati.
Retnowati menegaskan bahwa tantangan terbesar masih pada ketahanan pangan keluarga dan toleransi anak terhadap makanan tambahan.
"Nah, sisanya kenapa tidak berhasil? Kita kembali pada keluarganya lagi. Tahanan pangannya, mungkin anak tidak toleransi," jelasnya.
Partisipasi bayi balita dalam program juga mengalami penurunan signifikan, dari 93 persen menjadi 43 persen, karena peningkatan jumlah sasaran dari Rp 25 ribu menjadi Rp 35 ribu. (cr3/gat)