Diperiksa sebagai Tersangka, Siprianus Laksanakan Perintah Jabatan

  • Bagikan
INTHO TIHU/TIMEX BERI KETERANGAN. Melkzon Beri, kuasa hukum tersangka Siprianus Lau memberikan keterangan di ruang kerjanya, Sabtu (18/5).

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Polres Kupang telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan gelanggang olahraga (GOR) di Desa Oelnasi Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.

Setelah penetapan tersangka, Selasa (14/5), salah satu tersangka, Siprianus Lau yang juga Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) didampingi penasihat hukum memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka, Jumat (18/5) lalu. Tersangka Siprianus Lau diperiksa kurang lebih 12 jam lalu dikenakan wajib lapor.

Tersangka Siprianus Lau melalui kuasa hukumnya, Melkzon Beri membeberkan kronologis pembangunan hingga ditetapkan sebagai tersangka.

Dikatakan, pelelangan proyek yang dibiayai menggunakan dana alokasi khusus (DAK) senilai Rp 11,6 miliar itu sempat gagal dua kali. Gagal tender diakibatkan jumlah peserta lelang tidak mencapai lima orang. Maka sesuai aturan, pokja memiliki kewenangan untuk dilakukan penunjukan langsung dan pokja menunjuk PT Dua Sekawan sebagai kontraktor pelaksana.

“Jadi secara normatif proses pelelangan benar-benar dilakukan,” ungkap Melkzon.

Dikatakan, pembangunan oleh PT Dua Sekawan sempat mengalami kendala karena dilanda pandemi Covid-19. Akibatnya, keuangan yang dibiayai DAK itu ditarik oleh pemerintah pusat, sehingga dengan itikad baik menghentikan pekerjaan.

“Pembangunan itu dibiayai melalui DAK sehingga dana ditarik. Namun ada keinginan dari PT Dua Sekawan untuk melanjutkan pekerjaan melalui surat yang ditujukan kepada Bupati Kupang, Korinus Masneno,” katanya.

Dari surat itu, Bupati Kupang lalu menyetujui surat permohonan PT Dua Sekawan untuk melanjutkan pekerjaan pembangunan GOR. “Surat disposisi bupati dilakukan secara berjenjang mulai dari bupati ke sekda, sekda ke asisten dan ke Kadispora, maka pekerjaan dilanjutkan dengan addendum kedua,” jelasnya.

Addendum kedua dilakukan tanpa pelelangan. Mestinya ada pelelangan baru, namun karena PPK mengamankan perintah pimpinan, maka hal itu tidak dilakukan. “Faktanya PT Dua Sekawan melakukan pekerjaan tersebut menggunakan biaya sendiri,” sebutnya.

Setelah menyelesaikan pekerjaan, sempat bermasalah karena Pemerintah Kabupaten Kupang kesulitan membayar. Gugatan ganti rugi pun dilayangkan PT Dua Sekawan melalui kuasa hukumnya.

Dalam gugatan perdata itu, Bupati Kupang sebagai tergugat I dan Kadispora tergugat II dituntut membayar kerugian sebesar kurang lebih Rp 30 miliar. Menyikapi gugatan tersebut dilakukan mediasi oleh pengadilan dan para penggugat didampingi kuasa hukum negara yakni pihak kejaksaan.

Dijelaskan, perkara itu tidak sampai pada pokok perkara karena mediasi berhasil dan kedua belah pihak sepakat damai dengan ketentuan para tergugat membayar Rp 5 miliar. Kesepakatan ini ditetapkan pengadilan dengan akta van dading.

Penetapan pengadilan sebagai legitimasi kesepakatan para pihak, hasil audit teknik dari Politeknik Negeri Kupang, legal opinion atau pendapat hukum dari jaksa dan advis hukum dari LKKP, maka dilakukan pembayaran kepada kontraktor.

“Dasar-dasar ini yang membuat klien kami berani melakukan pembayaran, bukan atas inisiatif Kadispora,” katanya.

Dijelaskan, addendum kontrak kedua, seluruh pekerja yang dihentikan dihitung sebagai keterlambatan dalam penanganan pekerjaan sehingga PT Dua Sekawan diharuskan membayar denda keterlambatan pekerjaan sebesar Rp 125 juta.

Dari konstruksi kasus dan bukti surat sebagai perintah pembayaran oleh bupati, menurut Melkzon, Bupati Kupang juga harus ikut bertanggung jawab. “Ingat bahwa kasus ini berawal dari kesepakatan damai di pengadilan. Sedangkan yang menjadi tergugat pertama adalah bupati. Sedangkan dalam konteks kerja birokrasi atau pemerintah, keputusan ada di bupati. Negosiasi dan mengambil keputusan hingga adanya akta van dading ada di bupati dan jaksa sebagai pengacara negara. Maka wajib hukumnya bupati juga harus didengar keterangannya.

“Kemarin juga ada fakta baru bahwa setelah pembayaran ternyata ada bencana alam Seroja, sehingga ada beberapa bagian gedung mengalami kerusakan, maka PPK menggunakan sisa anggaran untuk memperbaiki melalui proses tender,” jelasnya.

Terhadap kerugian negara mencapai Rp 5 miliar, ia mendukung kerugian itu terjadi saat addendum kedua dengan hitungan total loss.

Ia juga menduga keyakinan penyidik menetapkan tersangka karena tidak dilakukannya pelelangan ulang saat addendum kedua. Ia berpendapat jika demikian, bupati ikut bertanggung jawab.

“Prinsip, klien kami melaksanakan perintah jabatan karena ada surat dari PT Dua Sekawan ke bupati sehingga komunikasi birokrasi itu terjadi. Komunikasinya jika dari bawah ke atas itu namanya koordinasi, kalau dari atas ke bawah itu mamanya perintah,” ungkapnya.

“Bupati Kupang, Korinus Masneno juga harus dimintai keterangannya agar kasus ini terang benderang,” tambahnya.

Tim penasehat tersangka juga melakukan kajian dari keterangan dan bukti formil sebagai syarat penetapan tersangka atau tidak agar mengambil langkah hukum lanjutan.

“Kami kaget karena kenapa masuk ranah korupsi dengan melibatkan klien kami. Tapi penetapan tersangka merupakan kewenangan polisi, maka kami hormati itu. Kami akan tempuh jalur hukum lanjutan jika syarat secara formil dianggap tidak terpenuhi,” tutupnya.

Sementara itu, hingga kemarin, mantan Bupati Kupang, Korinus Masneno belum berhasil dikonfirmasi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pembangunan GOR milik Pemerintah Kabupaten Kupang yang diberi nama Komitmen di Desa Oelnasi Kecamatan Kupang Tengah ‘makan’ korban. Sebanyak lima orang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kupang.

Kapolres Kupang, AKBP Anak Agung Gde Anom Wirata sebagaimana rilis Humas Polres Kupang, Selasa (14/5) menyebutkan, penyidik Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) menetapkan lima orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan baru prasarana GOR pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Kupang tahun anggaran 2019.

Kelima  tersangka tersebut berinisial SL, HD, HPD, JAB dan MK. Penetapan lima orang tersangka dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp 5.356.646.767,41 tersebut adalah berdasarkan serangkaian tindakan penyidikan yang dilakukan penyidik terhadap 50 orang saksi, empat saksi ahli serta penyitaan dokumen yang terkait dalam tindak pidana korupsi tersebut. (cr6/ays)

  • Bagikan