Ketergantungan Filsafat Kontemporer AI dengan Filsafat Ilmu

  • Bagikan
RESTI SELY/TIMEX POSE BERSAMA. Rektor Unwira Kupang, Pater Philipus Tule pose bersama jajaran dan narasumber, Sabtu (18/5)

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang menggelar Seminar Nasional bertema "Artificial Intellegence dan Masa Depan Filsafat" di Aula St. Hendrikus Lantai 4 Rektorat Unwira, Sabtu (18/5).

Seminar ini menghadirkan tiga narasumber terkemuka, yakni Prof. Budi Hardiman dari Universitas Pelita Harapan, Dr. Frederikus Fios dari Universitas Bina Nusantara dan RD. Leonardus Mali dari Unwira Kupang.

Rektor Unwira Kupang, Pater Philipus Tule mengatakan, dalam situasi zaman yang terus maju khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, para ilmuwan termasuk para filsuf yang memuja sains cenderung mengabaikan iman dan tidak peduli soal permasalahan moral, religi, sosial dan kultural manusia.

"Bahkan ada yang mengkalim diri dan keilmuan mereka sebagai bebas nilai. Tapi apakah benar tidak ada relasi atau pertalian antara teori dan praktik? apa benar tidak ada relasi antara teologi dan filsafat, antara religi dan aspek sosial politik kultural kehidupan manusia?," tutur Philipus.

Karena itu, seminar ini, menurutnya, merupakan arena perjumpaan dan sharing atau berbagi akademik antara para narasumber yang akan menggumuli dan memaparkan secara akademis dan sistematis pemikiran pribadinya.

"Juga menunjukkan kepada kita bahwa senantiasa ada relasi, ada pertautan yang tidak bisa dihilangkan antara teori dan praktik, antara filsafat dan teologi, antara berbagai disiplin ilmu dan selalu mengusahakan sesuatu yang seimbang," jelas Philipus.

Menurutnya, perkembangan artificial intellegence (AI) saat ini bukan berarti AI terlepas dari filsafat. Justru dibawah tema seminar ini, menjadi penting bahwa salah satu aspek penting dari filsafat kontemporer tentang AI ini adalah ketergantungan terhadap filsafat ilmu.

"Para filsuf memiliki persepsi tentang pemikiran sebagai suatu sistem komputer dan program-programnya. Karena itu mereka berusaha utnuk memahami bagaimana semua rumus algoritma dapat meniru fungsi dan pikrian manusia. Tapi tentu ada perbedaan dalam pemikiran itu," jelasnya.

"Apakah otak manusia secara esensial sama dengan otak komputer? bisakah sebuah mesin memiliki pikiran, mentalitas dan pedoman etis yang sama dimiliki manusia? dan berbagai pertanyaan seperti ini yang terus menantang kita," tambahnya.

Karena itu, Philipus menyebut, sumbangan besar dari tiga narasumber dalam forum tersebut sangat bermanfaat.

"Karena itu atas nama Unwira saya menyambut gembira kegiatan seminar ini yang dari waktu ke waktu terus berkembang dan diminati banyak orang," tandasnya. (cr1/thi)

  • Bagikan