KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar diseminasi dan penguatan HAM dalam rangka upaya mencegah perundungan (kekerasan) terhadap anak didik di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kegiatan yang dihelat di ruang multifungsi Kanwil Kemenkumham NTT, Rabu (28/5) ini menghadirkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Kupang serta perwakilan 14 SMP yang tersebar di Kota Kupang.
Sekolah yang terlibat diantaranya, SMPN 1, SMPN 2, SMPN 3, SMPN 4, SMPN 5, SMPN 8, SMP Citra Bangsa, SMP Santo Yoseph Naikoten 2, SMP Muhammadiyah, SMPN 9 Kupang, SMPN 10 Kupang, SMP Mercusuar, MTs Nurul Iman Kupang, dan SMP Adhyaksa.
Pada kesempatan itu, Kepala Bidang HAM, Kanwil Kemenkumham NTT, Mustafa Beleng menjelaskan, saat ini di kalangan generasi milenial sering muncul pelanggaran HAM. Salah satunya yakni perundungan.
“Masih terdapat orang maupun kelompok yang belum paham makna dan dampak perundungan yang terjadi baik di sekolah, tempat kerja, dan media sosial,” jelasnya.
Karena itu, lanjut Mustafa, Kanwil Kemenkumham NTT memberikan perhatian serius dalam rangka implementasi P5HAM (Penghormatan, Pelindungan, Pemenuhan, Penegakan dan Pemajuan Hak Asasi Manusia) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Perundungan merupakan tindakan agresif dan berulang yang dilakukan untuk menyakiti korbannya,” jelas Mustafa.
Mustafa menyebutkan, terdapat empat jenis perundungan, yakni fisik, verbal, cyber bullying, non fisik, dan non verbal. Keempat hal ini dapat memberikan dampak kurang baik bagi siswa, yakni dari sisi psikologis, sosial, dan akademis.
Selain itu, kata Mustafa, perundungan dapat menyebabkan korban mengalami stres, depresi, trauma, merasa rendah diri, merasa bersalah, marah, takut, malu, merasa terisolasi, kesulitan berinteraksi, konflik, kekerasan atau diskriminasi.
Selain itu, sambungnya, perundungan juga dapat menurunkan prestasi, motivasi, kreativitas maupun produktivitas. “Perundungan juga dapat berujung pada hal-hal yang lebih tragis, seperti bunuh diri,” ujarnya.
Mustafa memberi contoh upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah perundungan baik bagi korban, pelaku, orang tua, dan pihak sekolah. Salah satu upaya menarik adalah mendengarkan keluhan atau cerita dari keduanya tanpa menghakimi atau menyalahkan.
Kemudia dilanjutkan dengan menasihati atau solusi yang sesuai dengan situasi dan kondisi. “Apabila terdapat pelanggaran HAM, Kementerian Hukum dan HAM dapat menerima keluhan, namun pelanggaran kategori ringan merujuk UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM,” tandasnya.
Dikatakan, penyampaian pengaduan dapat dilakukan secara online atau langsung ke kantor wilayah. Kanwil Kemenkumham NTT juga menjamin bahwa akan tetap terjaganya kerahasiaan dan keprivasian informasi yang bersangkutan.
“Seluruh masyarakat NTT ketika merasa HAM-nya dilanggar, dapat mengadu pada aplikasi SIMASHAM yang telah terintegrasi dengan Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham,” ujarnya.
Kedepan, tambah Mustafa, Kanwil Kemenkumham NTT memberikan dukungan dengan adanya video edukasi pencegahan perundungan bagi siswa. Video ini nantinya terbagi menjadi tiga sudut pandang dalam upaya mencegah adanya tindakan perundungan, khususnya di lingkungan sekolah.
Untuk diketahui, hasil diskusi diseminasi ini terdapat beberapa poin, yakni perlu adanya keterlibatan peran orang tua dan stakeholder. Selain itu, pentingnya perubahan pola pikir (Mindset), baik pengajar dan orang tua dalam memahami makna perundungan demi meminimalisir kesalahpahaman.
Upaya lain juga yang dapat dilakukan dengan membuat kesepakatan antara sekolah dengan orang tua terkait sanksi disiplin kepada siswa apabila melanggar aturan sekolah. (r1/gat)