KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Biro Administrasi Pimpinan Setda NTT menggelar Pertemuan Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas) tahun 2024. Pertemuan Bakohumas ini digelar di aula Hotel Ima, Kamis (30/5).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh puluhan wartawan perwakilan dari tiap media baik itu massa cetak, online dan elektroni di NTT dengan pemateri Sekda NTT, Kosmas Lana, Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol. Ariasandy dan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu.
Mengusung tema "Pentingnya Legalitas bagi Media Massa", Sekda NTT, Kosmas Lana menyampaikan bahwa pers masuk dalam kategori infrastruktur politik yang bisa mempengaruhi kebijakan. Untuk itu, media massa perlu memperkuat diri dengan legalitas yang jelas.
"Peran pers sebagai infrastruktur politik adalah untuk mempengaruhi keputusan yang akan diambil para suprastruktur politik. Jadi, kualitas informasi dan keterangan berita sangat berpengaruh," kata Kosmas.
Selain itu, Kosmas juga juga menyoroti terkait pentingnya keakuratan data dalam penyajian informasi atau berita. Dirinya menegaskan, wartawan harus mengetahui kapan untuk menyajikan data yang terdiri dari angkat ataupun huruf dalam bentuk berita.
"Jadi, harus berikan informasi yang benar kepada masyarakat dan jangan bersifat provokatif," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menegaskan, setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. Setiap perusahaan pers pun harus berbentuk badan hukum Indonesia.
"Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita," terang Ninik.
Menurutnya, tantangan perusahaan pers yang tidak profesional saat ini yaitu mendirikan badan hukum perusahaan pers namun tidak memenuhi kesejahteraan wartawan (13 kali gaji; THR; asuransi
kesehatan; asuransi ketenagakerjaan).
Selain itu, wartawan merangkap sebagai pencari iklan, tidak membekali wartawan dengan pelatihan jurnalistik, membiarkan wartawan menyalahgunakan profesi wartawan, tidak memberikan perhatian ketika wartawan mengalami kekerasan/ancaman kekerasan, dan/atau kekerasan seksual.
Ninik juga menyebut, untuk pengaduan kasus pers di kepolisian sendiri, melalui alur di mana publik melaporkan kasus pers, kemudian polisi menerima laporan kasus dan berkonsultasi dengan Dewan Pers. Selanjutnya, apabila bukan termasuk kasus pers, maka akan berlanjut di kepolisian.
"Jika termasuk kasus pers, maka akan ditangani oleh Komisi Pengaduan di Dewan Pers sesuai prosedur pengaduan," jelasnya.
Sementara itu, Kombes Pol. Ariasandy juga menyetujui bahwa media harus memiliki legalitas. Perusahaan pers harus berbadan hukum, sebab kalau tidak maka akan berhadapan dengan sanksi administrasinya.
"Kepolisian sudah ada MoU dengan Dewan Pers. Jadi, kalau ada persoalan terkait pers kita arahkan dulu ke Dewan Pers," ujarnya.
Dia berharap, rekan-rekan media benar-benar profesional dan dibekali dengan legalitas yang jelas, sehingga dilindungi UU Nomor 40 Tahun 1999 sepanjang melakukan kegiatan jurnalistik. Pada Pasal 18 menjelaskan, perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 dapat dipidanakan.
Bunyi pasal 5 sendiri adalah (1) Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. (2) Pers wajib melayani Hak Jawab dan (3) Pers wajib melayani Hak Koreksi.
"Laporkan ke polisi pasti akan kami tindaklanjuti. Bagi wartawan yang dilaporkan terkait persoalan hukum, maka apapun yang ditangani polisi harus berkoordinasi dulu dengan Dewan Pers selama yang dikomplain adalah produk jurnalistik," jelasnya.
Dia pun menilai, payung hukum dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 itu sudah sangat mumpuni untuk melindungi kebebasan pers. Dia pun merasa, harus ada wadah vokasi yang mengayomi pers yang menjadi korban dalam menjalankan tugas. (cr1/gat)