JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID– Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo memastikan program Sastra Masuk Kurikulum tetap berlanjut. Targetnya sama, berlaku mulai tahun ajaran baru 2024/2025.
Keberlanjutan ini dipastikannya usai adanya polemik mengenai list buku panduan untuk program Sastra Masuk Kurikulum ini. Banyak pihak protes dan mendesak agar buku-buku yang masuk dalam list panduan ditarik. Kemendikbud pun telah menampung aspirasi yang masuk dan melakukan evaluasi atas kritik dan saran yang disampaikan.
”Yang menjadi persoalan, yang menjadi kontroversi yakni buku panduan itu sudah kita cabut dan sudah kita perbaiki,” tutur pria yang akrab disapa Nino itu dalam temu media, di Jakarta, Jumat (31/5).
Ia pun meminta, agar masyarakat tak lagi menyebarluaskan buku panduan yang sudah ditarik tersebut. Penarikan sendiri sudah dilakukan jauh sebelum kontroversi terjadi. Yakni, sejak 22 Mei 2024 lalu atau dua hari setelah buku panduan diterbitkan lantaran adanya revisi.
Buku panduan ini, kata dia, bakal tetap diterbitkan lagi sejalan dengan program yang bakal terus diterapkan. Targetnya, sebelum tahun ajaran baru. Dengan begitu, saat tahun ajaran baru dimulai, buku panduan ini digunakan para guru dalam menerapkan program sastra masuk kurikulum.
”Kita usahakan tetap sebelum tahun ajaran baru. Tapi sekali lagi, ini tidak akan mengganggu implementasi Kurikulum Merdeka. Ini hanya program pelengkap,” jelasnya.
Kendati begitu, dia menegaskan, bahwa program ini penting sebagai salah satu upaya menumbuhkan budaya literasi pada siswa. Lebih dari itu, siswa pun bisa mendapat pendidikan karakter melalui analisis bacaan-bacaan yang disajikan dalam pelajaran.
Oleh karenanya, lanjut Nino, dalam proses kurasi, pemilihan buku sudah sangat detail dengan tujuannya, sasaran jenjangnya, hingga target yang ingin dicapai dalam pelibatan karya sastra tersebut dalam pembelajaran. Itu lah mengapa, panduan ini pun disusun bersama antara para guru, tim kurator sastra masuk kurikulum, serta para akademisi.
Dalam buku tersebut pun, ada peringatan-peringatan yang diberikan. Misalnya, untuk buku judul A, harus hati-hari karena ada konten sensitif. Itu pun pihaknya telah meletakkan rekomendasi buku tersebut di jenjang SMA. Bukan asal disembarang jenjang.
Selain itu, menurut Nino, yang tersebar itu hanya memotong tanpa konteks di bagian-bagian tertentu yang sensitif saja. Sehingga buku-buku itu seakan-akan mempromosikan perundungan atau kekerasan seksual. Padahal, dalam membaca karya-karya sastra harus dilakukan secara menyeluruh.
”Padahal seringkali tema-tema sensitif itu dibahas justru untuk mengkritik dan mencegah. Bahwa, ada masalah di masyarakat kita, jadi raising awareness,” paparnya. ”Namun masukan kami terima. Kami tentu akan melakukan review kembali,” sambungnya.
Ke depan, Kemendikbudristek pun mempertimbangkan bakal memberikan pelatihan bagi para guru untuk bisa mempraktekkan karya sastra dalam pembelajarannya sehari-hari. Tak hanya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, namun seluruh mata pelajaran yang ada. ”Meski kami pun sudah menerbitkan panduan ini ya. Misal, bisa dimulai dari sampul, judul, lalu melihat isi,” urainya. (jpc/thi)