Sadari dan Sadanis Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara

  • Bagikan
IST PERIKSA PASIEN. dr. Roman Mesada saat memeriksa salah satu pasien di UPTD Puskesmas Manutapen, beberapa waktu lalu.

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Kanker payudara merupakan salah satu kanker yang banyak terjadi dan sering menyebabkan kematian pada wanita. Hal ini terjadi karena massa ganas yang berasal dari pembelahan di luar kendali sel-sel yang ada di jaringan payudara.

Sadari atau periksa payudara sendiri. Namun, apabila kita ragu dengan pemeriksaan payudara sendiri maka dapat dilanjutkan dengan Sadanis atau pemeriksaan payudara klinis oleh tenaga kesehatan.

Kanker payudara merupakan kanker dengan kasus tertinggi nomor dua di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insiden ini meningkat. Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insiden relatif tinggi.

Dokter (dr) Roman Mesada yang saat ini bertugas di PKM Manutapen mengatakan, data Global Burden of Cancer (GLOBOCAN) tahun 2020, di Indonesia terdapat 65.858 kasus baru akibat kanker payudara, dengan jumlah kematian akibat kanker payudara sebanyak 22.430 kasus.

Kanker payudara muncul di sel-sel lapisan (epitel) duktus (85%) atau lobulus (15%) di di jaringan kelenjar payudara. Awalnya, pertumbuhan kanker terbatas pada duktus atau lobulus (“in situ”) dimana umumnya tidak menimbulkan gejala dan memiliki potensi penyebaran minimal (metastasis).

"Seiring waktu, kanker in situ (stadium 0) ini dapat berkembang dan menyerang jaringan payudara di sekitarnya (kanker payudara invasif) kemudian menyebar ke kelenjar getah bening terdekat
metastasis regional) atau ke organ lain di dalam tubuh metastasis jauh," katanya.

dr. Roman menjelaskan, penyebab dari seseorang bisa terkena kanker payudara belum dapat dijelaskan. Namun, banyak penelitian yang menunjukkan adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara.

"Faktor risiko tersebut adalah, jenis kelamin. Berdasarkan penelitian, wanita lebih berisiko menderita kanker payudara daripada pria. Prevalensi kanker payudara pada pria hanya 1 persen dari seluruh kanker payudara," jelasnya.

Risiko kanker payudara, katanya, meningkat seiring dengan pertambahan usia. Setiap sepuluh tahun, risiko kanker meningkat dua kali lipat. 1 dari 8 keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita < 45 tahun, dan 2 dari 3 wanita keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita 55 tahun.

Riwayat tumor jinak, beberapa tumor jinak pada payudara dapat bermutasi menjadi ganas. Riwayat keluarga, seseorang yang satu anggota keluarga tingkat pertamanya (ibu, kakak, atau adik kandung) menderita kanker payudara akan memiliki risiko dua kali lebih tinggi terkena kanker payudara dan meningkat lima kali lipat bila ada dua anggota keluarga tingkat pertama yang menderita kanker payudara.

"Sekitar sepertiga wanita dengan kanker payudara mempunyai mutasi pada BRCAI (pada lokus kromosom 17q21.3) atau BRACA2 (terletak pada pita kromosom 13q12-13). Secara genetik BRCA1 dan BRCA2 merupakan supresor tumor yang klasik, bahwa kanker akan tumbuh bila kedua sel mengalami inaktifasi atau defektasi lesi genetik pertama disebabkan oleh (germ line mutation) dan yang kedua oleh mutasi somatik yang terjadi pada tahap berikutnya," ujarnya.

Selain itu, kata dr. Roman, kadar hormon estrogen yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika tidak diselingi perubahan hormon pada saat kehamilan, dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara.

Usia Menarche atau haid pertama kali, berdasarkan penelitian, menarche dini (< 12 tahun) dapat meningkatkan risiko kanker payudara sebesar 3 kali. Ini dikarenakan terlalu cepat mendapat paparan dari estrogen.

Selain itu, kata dia, menopause yang terlambat (>55 tahun) dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Untuk setiap tahun usia menopause yang terlambat, akan meningkatkan risiko kanker payudara sebesar 2 kali.

Usia pada saat kehamilan pertama > 30 tahun, risiko kanker payudara menunjukkan peningkatan seiring dengan peningkatan usia wanita saat kehamilan pertamanya. Selain itu, risiko bagi Nulipara/belum pernah melahirkan, berdasarkan penelitian, wanita nulipara mempunyai risiko kanker payudara sebesar 30 persen dibandingkan dengan wanita yang multipara (sudah pernah melahirkan).

"Berdasarkan penelitian, waktu menyusui yang lebih lama (sekitar 27-52 minggu) mempunyai efek yang lebih kuat dalam menurunkan resiko kanker payudara. Ini dikarenakan adanya penurunan level estrogen dan sekreresi bahan–bahan karsinogenik selama menyusui, sehingga mengurangi masa menstruasi seseorang," ungkapnya.

Dia juga menjelaskan tentang gejala pada kanker payudara, yaitu ada keluhan pada payudara berupa adanya benjolan dan umumnya benjolan ini tidak disertai rasa nyeri, ada luka, nipple discharge (keluar cairan dari puting), kulit payudara seperti kulit jeruk, atau puting yang tertarik, atau keluhan-keluhan organ target metastasis seperti nyeri tulang, keluhan paru atau liver ataupun otak.

"Keluhan ini sudah berlangsung lama atau berbulan-bulan, ada pembesaran kelenjar getah bening di ketiak atau leher. Seharusnya semua wanita tetap melakukan skrining kanker payudara walaupun tidak ada keluhan setiap bulannya, pada hari ke-7 sampai hari ke-10 terhitung dari hari pertama haid atau setiap tanggal yang sama setiap bulannya pada wanita yang sudah menopause," ujarnya.

Hal ini dinamakan Sadari atau periksa payudara sendiri. Namun apabila ragu dengan pemeriksaan payudara sendiri maka dapat dilanjutkan dengan Sadanis atau pemeriksaan payudara klinis oleh tenaga kesehatan.

Dia melanjutkan, perkembangan ilmu pengetahuan dalam penatalaksanaan kanker payudara semakin meningkat, mulai dari teknik pembedahan, terapi hormonal sampai kombinasi pembedahan dengan kemoterapi atau radiasi.

“Breast Converting Treatment (BCT)” sudah dikenal sejak 30 tahun yang lalu dalam penatalaksanaan kanker payudara melalui teknik pembedahan yaitu mengangkat payudara. Selain BCT, MRM (Modified Radical Mastectomy) juga telah dikenal sebagai terapi utama dalam pembedahan kanker payudara," tambahnya.

Dikatakan, terapi tambahan atau ajukan kemoterapi atau terapi hormonal akan diberikan sesuai dengan hasil histopatologi dan imunohistokimia (ER/PR/HER2) dari pasien.

Dia berharap, masyarakat dapat mengetahui tubuh kita sendiri apakah sudah menderita kanker payudara melalui pemeriksaan oleh diri sendiri maupun tenaga kesehatan terlatih.

"Semakin kita cepat menemukan gejala dari kanker payudara maka semakin cepat juga proses pengobatan yang dilakukan dan terutama pencegahan terhadap komplikasi atau kematian," pungkasnya. (thi/gat)

  • Bagikan