Masyarakat Belum Percaya Diri Beralih ke Kendaraan Listrik

  • Bagikan
SPKLU. Masyarakat menggunakan jasa layanan pengisian baterai di SPKLU Imam Husein

Khawatir terhadap Baterai, Jarak Tempuh, dan Tempat Perbaikan

JAKARTA,TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Pabrikan otomotif semakin giat menghadirkan produk-produk kendaraan listrik alias electric vehicle (EV). Namun, pertumbuhan pasarnya belum eksponensial. Perusahaan riset Populix membeberkan, dari hasil survei, kekhawatiran masyarakat pada penggunaan mobil maupun sepeda motor listrik masih tinggi.

CEO & Co-Founder Populix Timothy Astandu menyampaikan, berdasar riset Populix bertajuk Electric Vehicle Dynamics: Unveiling Consumer Perspectives and Market Insights, kekhawatiran masyarakat, antara lain, sisa baterai selama perjalanan, kapasitas jarak tempuh terbatas, dan tidak semua bengkel menerima perbaikan meski kerusakannya nonlistrik (selengkapnya lihat grafis).

"Kami melakukan survei terhadap pengguna kendaraan listrik, 41 persen laki-laki dan 59 persen mayoritas berada di Jabodetabek. Namun, kami juga ambil kota besar lainnya seperti Makassar, Bandung, Surabaya, dan Medan," ujar Timothy kemarin (6/6).

Temuan lain yang ditemukan dari Populix adalah terkait dengan pengisian daya kendaraan listrik. Hasilnya, pengisian daya paling nyaman dilakukan di rumah (59 persen). Sementara, stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) hanya digunakan 15 persen responden.

Untuk penukaran baterai, terpopuler adalah lokasi brand resmi (78 persen) dan diikuti stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) dengan 42 persen.

Frekuensi penggunaan SPKLU atau SPBKLU bervariasi. Sebanyak 55 persen responden mengisi daya di tempat tersebut. Jumlahnya satu kali seminggu dan bahkan sebagian kecil menggunakannya setiap hari.

Menurut Timothy, seiring dengan berkembangnya pasar EV di Indonesia, kolaborasi antara regulator dan produsen semakin krusial untuk mengatasi tantangan yang mendasar. Mulai aksesibilitas, jarak tempuh, biaya, hingga ketersediaan infrastruktur pengisian daya yang menghambat integrasi kendaraan listrik bagi mobilitas konsumen sehari-hari.

"Dengan memahami tantangan dan preferensi konsumen, sinergi ini menjadi kunci untuk mendorong adopsi EV secara lebih luas serta meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan listrik di Indonesia," papar Timothy.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian KEBTKE Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris mengakui, kekhawatiran masyarakat untuk memakai kendaraan listrik saat ini memang masih ada. Padahal, keunggulan utamanya adalah tidak perlu merogoh kocek untuk membeli BBM (bahan bakar minyak).

Karena itu, dia berharap masyarakat mempertimbangkan penggunaan kendaraan listrik, baik itu sepeda motor maupun mobil. "Karena saat ini arah kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sambil pertumbuhan ekonomi dijaga sekaligus membuat lingkungan semakin bersih," ujarnya.

Menurut data penjualan wholesales yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sampai 2023, mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) mencatatkan penjualan 17.062 unit atau melonjak sekitar 65,2 persen (YoY) jika dibandingkan dengan tahun 2022. Capaian tersebut sekaligus menjadi rekor tertinggi baru.

Namun, secara kumulatif, penjualan mobil BEV belum mampu menyaingi penjualan mobil konvensional. Bahkan, angkanya masih jauh dari mobil hybrid yang mencatatkan capaian penjualan sebanyak 54.656 unit dan ekspor 27.710 unit pada 2023. (agf/c14/dio/thi)

  • Bagikan