Dokter Umum di Puskesmas Watu Kawula, Kabupaten Sumba Barat Daya

  • Bagikan
dr. Jener Tanggu Dendo

dr. Jener Tanggu Dendo

MYASTHENIA gravis pertama kali di deskripsikan oleh seorang dokter inggris bernama Samuel wilks pada tahun 1877 meskipun saat itu belum dinamai demikian. Lalu pada tahun 1890 an, seorang dokter ahli saraf bernama Wilhelm Erb memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang gejala kelemahan otot yang khas dengan menggunakan istilah asthenia gravis pseudo-paralytica.

Barulah pada awal abad 20, istilah myasthenia gravis mulai digunakan secara luas. Secara etimologis myasthenia gravis berasal dari bahasa Yunani dan latin. myasthenia berasal dari bahasa Yunani yaitu myo yang berarti otot dan asthenia yang berarti kelemahan. Sedangkan kata gravis berasal dari bahasa latin yang berarti parah atau berat.

Myasthenia gravis merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan otot yang bersifat kronis. Myasthenia gravis disebabkan karena sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan sehingga keliru untuk mengenali agen penyakit dan justru menyerang jaringan tubuh yang sehat khususnya pada persambungan saraf dan otot sehingga mengurangi kemampuan otot dalam merespon sinyal saraf.

Kesalahan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali agen penyakit dan menyerang jaringan tubuh yang sehat ini disebut sebagai respon autoimun. Penyebab dari respon autoimun ini belum diketahui secara pasti, namun diduga memiliki hubungan dengan adanya gangguan pada kelenjar timus yang terletak disekitar rongga dada dan berperan dalam perkembangan dan fungsi sistem kekebalan tubuh. Gangguan tersebut dapat berupa pembesaran kelenjar timus (hiperplasia) maupun tumor kelenjar timus.

Secara global diperkirakan terdapat 5-30 kasus myasthenia gravis per satu juta orang pertahun dan antara 10-20 kasus myasthenia gravis per 100.000 penduduk. Myasthenia gravis ditemukan di semua etnis namun lebih banyak pada populasi Asia dibanding populasi Eropa. Myasthenia gravis dapat menyerang semua usia namun kebanyakan menyerang wanita pada usia 20-30 tahun dan pria pada usia 60-70 tahun.

Secara umum, myasthenia gravis lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria dengan rasio 3:2. Myasthenia gravis sendiri sering berhubungan dengan penyakit autoimun yang lain seperti tiroiditis autoimun, sistemik lupus eritematosus, dan remathoid arthritis. Data myasthenia gravis di Indonesia sendiri masih sangat terbatas. Data dari DEPKES tahun 2010 menunjukan bahwa prevalensi myasthenia gravis di Indonesia yaitu 1 kasus per 100.000 penduduk.

Myasthenia gravis seringkali tidak dikenali secara dini karena mempunyai gejala yang mirip dengan kelemahan otot yang lain. Kelemahan otot pada myasthenia gravis biasanya dimulai dengan kelemahan otot yang ringan. Bila tidak tertangani, gejala kelemahan otot penderita myasthenia gravis bisa semakin memberat.

Gejalanya tergantung otot yang terkena. Bila mengenai otot kelopak mata akan menyebabkan salah satu atau kedua kelopak mata turun. Bila mengenai otot penggerak bola mata dapat menyebabkan pandangan ganda. Bila mengenai otot wajah dan tenggorokan dapat menyebabkan kesulitan menelan, kesulitan berbicara, perubahan suara yang makin pelan saat berbicara dan wajah tampak datar.

Bila mengenai otot leher dan anggota badan dapat menyebabkan kesulitan mengangkat kepala, kelemahan pada lengan dan tungkai yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti berjalan atau mengangkat benda.

Pada kasus yang parah, kelemahannya terjadi pada otot-otot pernafasan, sehingga penderita dapat mengalami gagal nafas. Kondisi ini dikenal dengan krisis miastenik. Penderita krisis miastenik memerlukan selang pernafasan dan pada beberapa kasus dapat dipasangkan alat bantu nafas mekanik.

Kelemahan otot pada myasthenia gravis mempunyai ciri khas berupa kelemahan otot setelah aktivitas dan membaik dengan istirahat. Kelemahan otot bisa bervariasi sepanjang hari namun gejalanya lebih sering memberat pada ujung hari atau setelah melakukan aktivitas fisik yang berkepanjangan.

Bila seseorang mengalami gejala dan tanda diatas, segeralah periksakan diri ke layanan kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hingga saat ini terdapat beberapa pilihan pengobatan yang bisa diberikan bagi pasien myasthenia gravis seperti:

Obat
Penghambat kolinesterase, yaitu obat yang meningkatkan sinyal antara saraf dan otot sehingga dapat mengurangi gejala kelemahan otot. Contohnya adalah piridostigmin dan neostigmine.
Imunosupresan yaitu obat yang bertujuan menekan aktivitas sistem kekebalan tubuh yang berlebihan. Imunosupresan terdiri dari golongan kortikosteroid seperti prednisone dan golongan non steroid seperti azathioprine, mycophenolate mofetil, cyclosporine, dan tacrolimus.

Intavenous Imunoglobulin (IVIg) yaitu terapi pemberian immunoglobulin secara intravena. Imunoglobulin bekerja dengan cara mengurangi aktivitas autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan sehat) serta mengurangi peradangan dan kerusakan jaringan.
Plasmaferesis.

Plasmaferesis merupakan terapi yang bertujuan menyingkirkan autoantibodi atau komponen berbahaya dari darah yang menyebabkan gangguan autoimun lewat proses yang mirip dengan prosedur cuci darah. Plasmaferesis biasa digunakan pada kasus Myasthenia gravis yang berat atau krisis miastenik.
Pembedahan atau operasi.

Penderita myasthenia gravis disarankan untuk melakukan operasi pengangkatan kelenjar timus bila tidak menunjukan respon terapi yang baik dengan obat atau pada kondisi myasthenia gravis yang berat.
Hingga saat ini myasthenia gravis belum dapat disembuhkan secara total. Namun penderita myasthenia gravis dapat menjalani hidup yang relatif normal dengan cara mengelola kondisinya secara tepat.

Berikut ini adalah hal yang bisa dilakukan :
Patuhi pengobatan yang diberikan oleh dokter dan memperhatikan jadwal pemeriksaan rutin agar dapat memantau kondisi dan penyesuaian pengobatan jika diperlukan.

Hindari aktivitas yang terlalu melelahkan dan istirahat secara teratur. Rencanakan aktivitas sehari-hari dengan memprioritaskan tugas-tugas yang penting terlebih dahulu.

Stres dapat memperburuk kondisi penderita. Oleh karena itu belajarlah mengelola stres dengan baik. Bila perlu cari dukungan atau bantuan dari orang terdekat
Lakukan latihan ringan sesuai rekomendasi dokter atau fisioterapis agar tetap menjaga kekuatan otot.
Beberapa obat dapat memperburuk kondisi penderita. Oleh karena itu konsultasikan dengan dokter sebelum memulai atau menghentikan obat apapun.

Infeksi dapat memperburuk kondisi penderita. Selalu jaga kebersihan diri, mendapat vaksinasi yang diperlukan dan mencari perawatan medis jika menunjukkan tanda-tanda infeksi seperti demam, batuk atau nyeri tenggorokan. Hindari suhu lingkungan yang ekstrim seperti cuaca panas terlalu lama.
Makan makanan yang seimbang dan bergizi serta cukupi kebutuhan cairan sehari-hari. (*)

  • Bagikan