KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Kontestasi pemilihan gubernur (pilgub) NTT masih terus berproses. Partai-partai terus bermanuver untuk menentukan arah pilgub masing-masing.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Provinsi NTT membangun komunikasi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN) dalam urusan pilgub NTT pada November 2024 mendatang.
Menanggapi manuver PDIP, pengamat politik dari Unwira Kupang, Mikhael Rajamuda Bataona menyampaikan, PDIP adalah partai yang unik untuk konteks pilgub NTT. Karena, sejak era pemilihan gubernur di DPRD NTT hingga pemilihan langsung oleh rakyat, PDIP selalu menjadi rival yang sangat tangguh.
"Menang dalam pilgub 2003 saat pemilihan di DPRD, lalu menang dua kali dalam pilgub langsung di tahun 2008 dan 2013. Dengan dukungan massa ideologis terkuat yang menyebar di hampir seluruh wilayah NTT, PDIP selalu mampu memberi kejutan," kata Mikhael, Minggu (9/6).
Karena itu, jika di pilgub 2024 ini PDIP bisa merancang koalisi partai secara cerdas, juga topangan figur calon gubernur dan wakil gubernur yang punya elektabilitas dan popularitas cukup kuat, maka PDIP bisa meraih kembali kemenangan sebagaimana yang direngkuh selama dua periode pilgub bersama mendiang Frans Lebu Raya.
Untuk peta dukungan ke PDIP di tahun 2024 ini menurut Mikhael, dukungan itu memang sedikit menurun. Tetapi di tengah guncangan politik akibat minggatnya Jokowi, PDIP masih mampu memberi perlawanan kepada partai koalisi pemerintah dengan cukup kuat.
"Bisa dilihat dalam pilpres kemarin, bagaimana partai ini tetap mampu mengkonsolidasi dukungan yang cukup besar untuk Ganjar-Mahfud, meskipun kalah dari Prabowo," ujarnya.
Artinya, PDIP tidak bisa diremehkan dalam urusan dukungan elektoral di NTT. Karena PDIP punya satu keunggulan yang tidak dimiliki banyak partai. Yaitu partai ini menjadi partai dengan institusionalisasi partai terbaik secara nasional hingga ke desa, juga dukungan masa ideologis yang fanatik, sehingga mampu menang tiga kali dalam pileg.
Artinya, pilgub NTT akan menjadi ujian sesungguhnya bagi partai ini, apakah PDIP bisa kembali menang dalam pilgub setelah lima tahun silam direbut Nasdem. Ataukah tidak.
"Bacaan saya, PDIP akan menetapkan Ansy Lema atau Emelia Nomleni sebagai calon. Karena dua nama inilah yang paling dikenal di NTT. Ansy sudah gencar bersosialisasi, sedangkan Emelia punya kelebihan sebagai figur perempuan satu-satunya, dengan ikon perempuan berambut putih yang pernah menginvestasikan namanya di kertas suara pilgub lima tahun silam, meskipun akhirnya kalah," jelasnya.
Namun, nama Emelia cukup populer dan masih didukung banyak kalangan. Karena itu, PDIP, lanjutnya, akan mendorong calon sendiri dalam pilgub. Secara persentase kursi, PDIP berpeluang untuk menggandeng PKB atau partai kecil untuk memenuhi syarat pencalonan. Tapi, calon wakil gubernur yang dipilih nantinya adalah figur calon gubernur dengan elektabilitas dan ketokohan terbaik di antara semua calon.
Karena, yang dihadapi adalah figur-figur dengan nama besar seperti Melki Laka Lena dari Partai Golkar, Simon Petrus Kamlasi dari Partai Nasdem dan bisa saja Johni Asadoma dari Partai Gerindra.
"Karena itu, Ansy atau Emi akan memilih figur wakil gubernur terbaik untuk meningkatkan elektoral jagoan mereka guna memenangkan pertarungan," tambahnya.
Untuk koalisi dengan PAN di NTT, menurut dosen Komunikasi Politik itu, bisa terwujud untuk pilkada tetapi agak sulit untuk pilgub. Sebab secara kemistri, PAN dan ketuanya Ahmad Yohan kelihatan lebih memilih Partai Golkar untuk mengusung Melki Laka Lena.
Karena itu, meskipun harus menghadapi figur-figur dengan nama besar, Mikhael menilai, PDIP akan sukses membangun koalisi untuk pilgub di injuri time. Sebab, PDIP punya semacam rasa penasaran dengan pilgub ini, di mana lima tahun silam, dengan figur Marianus Sae dan Emelia Nomleni yang maju sendirian, mereka sukses menduduki peringkat kedua dalam pilgub. Bahkan Emelia menjadi figur yang sangat populer saat itu karena PDIP masih sukses mendapat 600 ribu suara dalam pilgub.
"Menurut saya, ini terjadi karena PDIP punya basis dukungan yang merata hingga ke desa dan kampung. Di mana pengurus partai ini dibangun hingga ke level ranting di desa-desa di seluruh NTT. Karena itu, berbicara soal pilgub NTT, menurut saya, PDIP selalu menjadi lawan atau rival paling tangguh bagi partai dan calon lainnya," ungkapnya.
Keunikan PDIP yang selalu mampu menjadi rival yang paling tangguh bagi partai lainnya adalah karena massa ideologis partai ini yang cukup merata dari kota hingga ke desa-desa di NTT.
Soal calon gubernur, dari data elektabilitas yang dirilis lembaga survei, terlihat bahwa Ansy Lema menjadi figur paling moncer secara elektoral. Tetapi, jika nantinya PDIP mengusung Ansy, maka pekerjaan paling berat Ansy adalah mengalahkan Melki Laka Lena di kandang dua tokoh ini yaitu Flores bagian tengah, juga wilayah Timor Barat hingga Kabupaten Kupang, Kota Kupang juga Rote Ndao dan Sabu Raijua serta Sumba Raya yang menjadi bagian penting dari ceruk elektoral dua figur ini. Sebab, keduanya lolos menjadi anggota DPR RI dari dapil ini.
"Artinya, jika Ansy yang ditetapkan PDIP, maka ini akan menjadi pertarungan paling sengit dan menyita banyak energi menghadapi Melki Laka Lena. Dan bisa saja peluang keduanya menjadi terancam karena mereka datang dari ceruk elektoral yang mirip," tandasnya. (cr1/ays)