Pendidikan Alquran Terputus di Tingkat Dasar

  • Bagikan
MENJELASKAN. Ketua Umum Pimpinan Pusat Jam'iyatul Qurra' Wal-Huffaz (JQH) Nahdlatul Ulama (NU) Saifullah Ma'sum (kiri) di Tangerang Selatan (11/6). (Hilmi Setiawan/Jawa Pos)

Perlu Dibuat Jenjang Formal hingga SMA

JAKARTA,TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Keberadaan lembaga pendidikan Alquran atau Taman Pendidikan Alquran (TPQ) menjadi sorotan lembaga Jam'iyatul Qurra' Wal-Huffaz (JQH) Nahdlatul Ulama (NU). Di satu sisi, TPQ menjamur hingga di tiap kampung atau desa. Di sisi lain, layanan pendidikan Alquran di TPQ ini terputus hanya sampai jenjang dasar.

Lembaga JQH NU merupakan badan otonom (banom) di bawah naungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Lembaga ini mewadahi para penghafal serta Qori Alquran. JQH NU merupakan penggagas Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) yang saat ini dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag).

Ketua Umum Pimpinan Pusat JQH NU Saifullah Ma'sum mengatakan, Indonesia menjadi lahan subur tumbuhnya TPQ. "Hampir tidak ada desa yang tidak punya TPQ," katanya di sela paparan persiapan Kongres VI JQH NU di Tangerang Selatan pada Selasa (11/6) petang. Namun dia prihatin karena layanan TPQ tersebut cenderung stagnan dan tidak berlanjut ke jenjang usia berikutnya.

Saifullah Ma'sum mengatakan pada umumnya TPQ diisi oleh murid usia TK sampai dengan SD saja. Kemudian setelah bisa mengaji atau membaca Alquran berhenti. Sangat jarang ditemukan layanan TPQ yang diisi anak-anak usia SMP bahkan SMA. Pendidikan Alquran untuk anak-anak usia SMP dan SMA praktis hanya ada di sekolah. Itupun jam pelajarannya sangat sedikit.

"Di jenjang SMA keilmuan Alquran sudah pudar," tandasnya.

Untuk itu Ma'sum menjelaskan perlu dibuat skema pendidikan di TPQ yang berjenjang. Mereka sejatinya sudah mengusulkan rancangan pendidikan TPQ hingga jenjang usia SMP dan SMA. Namun usulan tersebut, belum dieksekusi pemerintah sampai saat ini.

Menurut dia, belajar Alquran tidak berhenti pada bisa membaca atau menghafal saja. Jadi layanan pendidikan di TPQ idealnya terus berlanjut. Tidak boleh berhenti pada usia SD atau ketika sudah lancar membaca. Karena pada fase berikutnya, yang dipelajari adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam Alquran.

"Alquran menjadi pedoman dan jalan hidup," jelasnya.

Ma'sum mengatakan, dengan belajar Alquran sampai dengan ke nilai-nilainya, bakal mencetak generasi yang unggul. Seperti generasi muda yang menyayangi sesama, berbudi pekerti luhur, dan memiliki akhlak yang baik. Kontras dengan sebagian generasi muda sekarang yang terlibat tawuran, narkoba, seks bebas, dan perilaku negatif lainnya.

Dia menuturkan, pada ajang Kongres VI JQH NU di Jombang, Jawa Timur pada 26-28 Juni nanti, ada banyak isu yang dibahas. Selain soal TPQ, juga membahas soal membaca Alquran dengan langgam Jawa. Penggunaan langgam Jawa untuk membaca Alquran itu, sempat menjadi polemik di masyarakat. Awalnya ketika di acara kenegaraan di Jakarta, pembaca Alquran menggunakan langgam Jawa.

Ma'sum mengatakan, saat ini yang dikenal luas masyarakat ada tujuh langgam dalam membaca Alquran. Dari ketujuh langgam itu, hanya ada satu yang berasal di Arab Saudi, negara di mana Alquran diturunkan.

Sisanya langgam dari negara lain. Berangkat dari sini, Ma'sum mengatakan tidak ada salahnya menggunakan langgam Jawa untuk membaca Alquran. (jpc/thi/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version