Pipa Distribusi Air Minum Kerap Rusak di Leko Pau

  • Bagikan
istimewa

BORONG,TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Pipa distribusi utama air minum dari sumber Wae Lando Manuk dan Liang Kalo untuk masyarakat di Dopak dan Wukir, Desa Golo Linus, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), kerap terjadi rusak di lokasi sungai Leko Pau, Kampung Weri Muli, Desa setempat.

Dugaan, kerusakan disebab pipa yang tidak ditanam atau dikubur dalam tanah karena crossing sungai tersebut, dihantam banjir. Terakhir, kerusakan itu terjadi awal Juni 2024. Mengakibatkan pasokan air dari unit produksi ke unit pelayanan menurun, dan pada 15 Juni 2024 terjadi mati total alias air tidak bisa mengalir titik pelayanan.

Kondisi ini tentu terus memaksa operator UPTD SPAM Matim, untuk turun lokasi melakukan penanganan. Disini, pada satu sisi mengalami kerugian karena harus mengeluarkan biaya. Juga kuras waktu dan tenaga. Namum prinsip yang dibangun lembaga pelayan dibawa Dinas PUPR Matim ini, aset itu tetap terjaga dan utamakan warga bisa minum air.

"Pada 17 Juni 2024, petugas UPTD SPAM turun lokasi untuk lakukan perbaikan, dan selama 3 hari mereka kerja perbaik. Sehingga pelayanan air minum untuk 244 pelanggan di Dopak dan Wukir, sekarang kembali normal. Lokasi sungai Leko Pau, sering terjadi pipa rusak," ujar Kepala UPTD SPAM Matim, Fransiskus Yun Aga, Kamis (20/6) di ruang kerjanya.

Fransiskus yang akrab disapa Kevin, mengatakan belum tahu secara pasti penyebab kerusakan. Pada kondisi itu, ada sebanyak 8 lubang sepanjang 18 meter terjadi pada pipa HDP 4 dim. Kemungkinan, rusak disebab oleh banjir sungai Leko Pau. Pasalnya, pipanya crossing di sungai. Lubang yang ada, tidak bisa ditangani manual, tapi harus menggunakan mesin.

Kemudian, lokasinya ada di daerah lembah atau pada posisi rendah. Tentu satu lubang atau sekecil apa pun lubang itu, akan berpengaruh terhadap tekanan air pada pipa dari unit produksi menuju unit distribusi pembagian yang lokasinya di tinggian. Ketika gunakan darurat dengan menutup pakai bahan karet, hanya sedikit mendorong distribusi. Tapi tidak bisa memberi efek baik untuk pelayanan.

"Malah cenderung merusak pipa. Mesin untuk sambung dan genset, kita harus bawa dari Borong. Termasuk petugas untuk kerja. Lokasi kerusakan, jaraknya sekira 2 kilo meter (KM) dari pemukiman. Jadi mesin kerja ini harus dipikul oleh 4 orang," kata Kevin yang saat itu didampingi pejabat teknis perencanaan, Marianus Odi.

Lanjut Kevin, petugas UPTD SPAM yang berangkat dari Borong ke wilayah Timur dari kabupaten Matim itu, jaraknya jauh. Ikutanya, membutuhkan biaya besar. Bukan untuk dana Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), tapi lembaga yang menerapkan BLUD ini, mengeluarkan biaya operasional termasuk akomodasi.

Sebut saja Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kendaraan dan mesin genset, dan juga makan minum petugas. Selain itu, sewa warga yang bantu pikul mesin kerja menuju lokasi kerusakan. Sebab menuju lokasi tidak bisa menggunakan kendaraan, tapi jalan kaki. Termasuk perjalanan pulang dari Elar Selatan ke Borong.

"Kondisi ini menyusahkan teman-teman yang melakukan perbaik. Disini bukan soal besar kecil kerusakan, tapi cost yang dikeluarkan untuk bisa memperbaikan kerusakan kecil itu lebih besar pada daerah yang mudah di akses. Mesin las pipa dan genset di kita cuma ada satu unit," katanya.

Sementara lanjut Kevin, jumlah pelanggan yang ada di wilayah itu dengan pendapatan yang diperoleh, nilainya sangat kecil karena volume pengguna sangat rendah. Kisaran pendapatan dalam sebulan hanya Rp 3- 4 juta. Petugas pelayan ada sebanyak 3 orang. Sehingga biaya operasional tidak cukup untuk mengembalikanya.

Menurutnya, biaya untuk perbaikan lebih besar dari pendapatan yang diterima dalam sebulan. Kondisi itu yang kadang terasa, bahwa kerusakan di wilayah Wukir dan juga daerah jauh lainya, itu lebih lama ditangani. Bukan karena tidak diperhatikan, namun karena kondisi SDA yang ada, sarana prasarana, keuangan dan SDM. Hal mana SDM tentu diikuti dengan uang.

"Ketika pendapatan pas untuk biaya operasional pegawai, bagaimana dengan biaya untuk perbaikan. Sehingga dengan kemampuan uang seperti ini, maka langkah yang diambil adalah sharing pembiayaan. Kita hanya memastikan bahwa aset yang terbagun tetap berfungsi dengan baik, dan juga pelayanan masyarakat tetap berjalan," bilang Kevin.

Dia menjelaskan, walau pun dari sisi BLUD sebagai penyelenggara praktek bisnis yang sehat, tentu dengan kondisi yang ada itu menjadi kurang sehat. Sebab antara pendapatan dan belanja, lebih besar dari belanja. Harapan besarnya, bahwa semua pihak termasuk warga masyarakat di Wukir dan sekitarnya, bersama-sama untuk menjaga aset air minum yang ada.

Kevin menambah, saat ini kondisi debit air baku wae Lando Manuk dan Liang Kalo yang diambil atau produksi untuk seluruh pelanggan mencapai 15,60 liter per detik. Pelayanan dilakukan 24 jam, dan masih sangat berpeluang untuk penambahan Sambungan Rumah (SR), (Kr1/dek).

  • Bagikan