Sikapi Gugatan Walhi, DLHK Koordinasi dengan Bagian Hukum
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang merespon baik tuntutan yang dilayangkan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi NTT terkait sistem pengolahan sampai di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Alak yang menggunakan sistem open dumping.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Kota Kupang, Matheos Maahury menjelaskan, terkait gugatan hukum dari Walhi NTT, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Kupang telah berkoordinasi dengan Bagian Hukum Setda Kota Kupang untuk memberikan jawaban pemerintah secara resmi.
"Jadi, jawaban pemerintah secara resmi akan diberikan. Diakui juga bahwa memang ada pengaruh pada lingkungan terhadap kebakaran yang terjadi TPA Alak yang disebabkan karena timbulnya gas metan karena pengelolaan sampah yang belum maksimal," katanya saat diwawancarai di ruang kerjanya, Senin (24/6).
Menurutnya, dampak lingkungan karena gas metan itu terjadi pasti karena ada sebab dan akibat, dimana mungkin ada kelalaian prosedur yang dilakukan sehingga menyebabkan tidak maksimalnya pengelolaan sebagaimana mestinya.
Maahury menjelaskan, hal ini tidak serta-merta karena kelalaian DLHK dan pemerintah, tapi karena tidak adanya pemilahan sampah dari tingkat masyarakat.
"Harusnya, sampah yang dibuang ke TPA adalah sampah yang sudah dipilah dan sampah yang dibuang ke TPA adalah sampah yang tidak bisa diolah lagi. Namun, faktanya yang terjadi bahwa sampah yang ada di TPA adalah sampah yang tercampur menjadi satu, baik itu sampah organik maupun anorganik, sehingga menimbulkan gas metan," tambahnya.
Menurutnya, masalah sampah tidak bisa hanya diselesaikan oleh pemerintah atau DLHK saja, tetapi harus ada kerja sama dan kolaborasi serta kepedulian dari masyarakat sendiri.
"Jadi, kalau mau dibilang kelalaian, maka bukan kelalaian pemerintah saja. Sudah ada Peraturan Daerah atau Perda tentang sampah, edukasi juga sudah dilakukan, tetapi tidak berjalan maksimal, karena kurangnya kesadaran masyarakat," ungkapnya.
Karena itu, ia berharap agar ke depan pembelajaran tentang lingkungan, sampah dan lainnya bisa dimasukan dalam kurikulum atau pembelajaran di sekolah, sehingga karakter cinta lingkungan dan kebersihan, mulai ditanamkan sejak dini dalam diri anak-anak.
"Misalnya di tingkat PAUD, TK dan SD, harus ada pembelajaran tentang bagaimana menjaga lingkungan, etika membuang sampah, dan bagaimana membuang sampah pada tempatnya dan pada jam yang tepat," tandasnya.
Dia mengatakan bahwa saat ini pemerintah sementara berproses, untuk membangun sarana prasarana dan fasilitas yang dibutuhkan, agar ke depannya sistem pengolahan sampah lebih ramah lingkungan dan sesuai dengan kebutuhan.
"Saat ini dari pihak Balai Sarana Prasarana Permukiman sudah turun ke TPA Alak, untuk rencana membangun Tempat Pemrosesan Sampah Terpadu atau TPSP," ujarnya.
Dia mengatakan, rencana pembangunan TPSP akan menggunakan layanan 2 hektare di wilayah TPA Alak, dan diharapkan selesai dalam tahun 2024 ini.
"Tentunya akan menggunakan sistem sanitary landfill," tegasnya.
Dia juga mengaku bahwa memang saat ini, dinas sendiri mengalami kesulitan karena kekurangan sarana prasarana seperti ekskavator untuk mengumpulkan sampah ke satu titik, sehingga diharapkan pada sidang perubahan anggaran nanti bisa dianggarkan untuk pengadaan alat tersebut. (thi/gat/dek)