JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawarti membeberkan pendapatan negara yang seret menjadi sebab Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) tercatat defisit sebesar Rp 21,8 triliun pada Mei 2024 atau setara 0,10 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Untuk diketahui, defisit APBN terjadi seiring dengan pendapatan negara yang menurun, sedangkan belanja negara tercatat tumbuh signifikan.
"Kita membukukan defisit Rp 21,8 Triliun atau ini artinya 0,10 persen dari produk domestik bruto, karena defisit biasanya juga diukur dari sisi persentase terhadap PDB," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa secara daring, Kamis (27/6).
Menkeu menjelaskan, hingga Mei 2024, realisasi penerimaan negara secara total sebesar Rp 1.123,5 triliun atau 40,1 persen dari total target APBN sebesar Rp 2.783,9 triliun. Ini artinya, penerimaan negara mengalami penurunan sebesar 7,1 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
"Tahun lalu itu masih ada growth pendapatan sampai 13 persen jadi memang ini koreksi normalisasi. Penerimaan pajak Rp 760,4 triliun atau kontraksi 8,4 dibandingkan dengan tahun lalu yang Rp 830 triliun dan ini artinya 8,4 persen dari target APBN," jelasnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan realisasi penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai mencapai Rp 109,1 triliun atau kontraksi 7,8 persen yang artinya 3,4 dari target APBN. Lalu, PNBP kontraksi 3,3 persen atau 51,1 persen dari target tahun ini.
Kemudian, belanja negara telah terealisasi sebesar Rp 1.145,3 persen. Itu artinya tumbuh tinggi sebesar 14 persen atau 34,4 persen dari target belanja tahun ini. Belanja negara itu meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 824,3 triliun atau tumbuh 15,4 persen.
"Terdiri dari belanja K/L sebesar 388,7 triliun atau tumbuh 19,1 persen dari tahun lalu tinggi sekali hampir 20 persen dan belanja non K/L sebesar 435,6 triliun atau tumbuh 12,2 persen. Jadi belanja pemerintah pusat ini 3,4 dari alokasi belanja pemerintah pusat yang dianggarkan sebesar Rp 3.121,2 triliun," ujar Sri Mulyani.
Adapun untuk dana transfer ke daerah sebesar Rp 321 triliun atau 37,4 persen dari alokasi transfer tahun ini atau tumbuh 10,5 persen. Meski begitu, keseimbangan primer masih surplus Rp 184,2 triliun pada Mei 2024. Angka tersebut tercatat menurun dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai Rp 390,1 triliun.
"Jadi memang terjadi penurunan surplus sebesar Rp 52,8 triliun dan untuk defisitnya sebesar Rp 21,8 triliun total APBN. Ini penuruan yang sangat tajam karena tahun lalu bulan Mei masih surplus Rp 204,1 triliun," ungkapnya.
Adapun untuk pembiayaan negara realisasinya sebesar Rp 84,6 triliun, angka ini turun secara signifikan sebesar 28,7 persen atau baru 16,2 persen terhadap APBN.
"Ini karena kehati-hatian untuk tidak terekspos terhadap lingkungan dan tren dari sektor keuangan global yang cenderung higer for longer dan pressure terhadap rupiah dan penguatan dolar yang sangat tinggi," pungkasnya. (jpc/thi/dek)