Jaksa Minta Hitung Ulang Kondisi Bangunan

  • Bagikan
INTHO HERISON TIHU/TIMEX DISKUSI. Kajati NTT, Zet Tadung Allo (tengah) didampingi Wakajati NTT, N Rahmat R (kiri) dan Komut Timor Express, Sultan Eka Putra (kanan) saat berdiskusi di gedung Graha Pena Timor Express, Rabu (26/6).

Dugaan Korupsi RSP Boking

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) proyek pembangunan gedung rumah sakit pratama (RSP) Boking di Kabupaten TTS tak kunjung rampung. Lima orang tersangka yang ditetapkan dalam perkara ini pun kini bebas demi hukum dan belum ada kepastian hukum.

Perkara yang ditangani penyidik Ditreskrimsus Polda NTT sejak 2017 hanya bisa bolak-balik karena belum bisa melengkapi petunjuk jaksa. Kasus yang mendapat perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini sempat diekspos bersama dan disepakati guna dilakukan perhitungan ulang kondisi riil bangunan.

Dalam perkara tersebut, penyidik menyebut kerugian negara total loss, sedangkan kenyataannya hanya bagian-bagian tertentu yang rusak dan kini disepakati antara penyidik dan jaksa agar ada perhitungan ulang oleh ahli teknik agar memastikan kondisi gedung dan kerugian yang timbul.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTT, Ridwan Angsar saat kunjungan bersama Kajati NTT, Zet Tadung Allo didampingi Wakajati NTT, N Rahmat R dan rombongan di gedung Graha Pena Timor Express, Rabu (26/6) memaparkan, penanganan perkara korupsi proyek pembangunan RSP Boking mulai dilakukan penyelidikan dan penyidikan sejak tahun 2018 bahkan dirinya belum menjabat sebagai Aspidsus.

Dikatakan, perkara tersebut masih bolak-balik karena petunjuk yang diberikan kepada penyidik belum dipenuhi. Terakhir, kata Ridwan, telah dilakukan ekspos perkara bersama tim penyidik dan KPK.

“Kita sedikit berbeda pandangan terkait kerugian negara. Kerugian yang timbul sesuai berkas perkara dinyatakan total loss. Jaksa peneliti telah mempelajari berkas dan sempat turun ke lokasi. Ternyata ada bagian yang memang rusak tetapi ada yang sudah digunakan,” ungkapnya.

Mantan Kajari Kabupaten Kupang itu menjelaskan, dalam ekspos perkara bersama KPK disepakati bahwa kerugian negara tidak sebesar itu.

“Kami juga sepakat agar harus ada ahli lain yang menghitung riil kerugian negara yang ditimbulkan akibat dari konstruksi bangunan itu,” katanya.

Ia menyebut bahwa dalam BAP dianggap gagal konstruksi sehingga terjadi kerugian negara total loss. Padahal riilnya, gedung yang ada tidak semuanya rusak. Sehingga dinilai bahwa kerugian yang timbul itu tidak sebesar itu, sehingga perlu dihitung ulang riilnya agar pihaknya sebagai penuntut umum tidak sulit dalam mengkonstruksi dakwaan.

“Ini berdampak kepada uang penggantinya karena gedungnya ada, sudah dimanfaatkan tapi uang penggantinya dikembalikan besar, kan tidak pas kalau begitu. Makanya kalau dengan perhitungan ahli lain, walau dakwaannya tetap total loss tetap dakwaan setidak-tidaknya yang riil,” ungkapnya.

Tim penyidik dan ahli yang ditunjuk KPK lagi menghitung kembali dan jaksa peneliti komitmen jika kesepakatan hasil ekspos itu dipenuhi, maka dilakukan P21 dan ada kepastian hukumnya.

“Jika sudah ada hitungan ahli serta semuanya dilengkapi berdasarkan kesepakatan yang sudah diambil, perkara bisa dilimpahkan untuk diadili,” tandasnya.

Terpisah, Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy ketika dikonfirmasi, Kamis (27/6) terkait perhitungan ulang kerugian negara menjelaskan bahwa itu bukan hitung kerugian Negara, tapi pemeriksaan  fisik bangunan oleh ahli keteknikan.

Tim penyidik telah meminta ahli dari Politeknik Negeri Bandung untuk memastikan bagian mana fisik bangunan yang mengalami rusak, tidak dapat dipergunakan dan bagian bangunan yang masih dapat dipergunakan.

“Sudah dihitung oleh ahli. Sekarang tinggal tunggu hasil penghitungan dari ahli. Kalau sudah ada, berkas siap dikirim kembali ke JPU,” katanya.

Untuk diketahui, kasus ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 16.526.472.800 berdasarkan hasil audit kerugian negara nomor PE.04.03/LHP-586/PW24/5/2022 tanggal 29 Desember 2022.

Penyidik Ditreskrimsus Polda NTT telah memeriksa 62 orang saksi dan ada supervisi KPK RI. Kelima tersangka tersebut yakni Brince SS Yalla selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Kesehatan Kabupaten TTS dan Andrew Feby Limanto selaku pelaksana/kontraktor peminjam bendera PT Tangga Batu Jaya Abadi, Mardin Zendrato alias MZ selaku Direktur PT Tangga Batu Jaya Abadi, Guskaryadi Arief alias GA, Direktur PT Indah Karya (Persero) dan Hamka Djalil alias HDj selaku Direktur CV Desakon Perwakilan TTS.

Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun serta denda minimal Rp 200.000.000 dan maksimal Rp 1.000.000.000. (cr6/ays/dek)

  • Bagikan