Minat Pelaku Usaha Mikro-Kecil Terhadap Kredit Rendah

  • Bagikan
ilustrasi

JAKARTA,TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Pertumbuhan usaha mikro dan kecil (UMK) di Indonesia masih dihadapkan dengan sejumlah tantangan. Pemerintah terus berupaya membuat pelaku usaha mikro naik kelas menjadi usaha kecil menengah (UKM).

Kurangnya literasi digital, dukungan struktural yang belum memadai, serta terbatasnya akses kredit menjadi masalah yang harus diselesaikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Mastercard Center for Inclusive Growth, Mercy Corps Indonesia, dan 60 Decibels mengungkapkan, akses pembiayaan untuk UMK cukup terbatas. Di saat yang sama, minat para pelaku usaha mikro terhadap kredit dan perangkat keuangan masih rendah.

Chief Strategy Officer 60 Decibels Tom Adams mengungkapkan, dua pertiga dari 835 UMK tidak mengakses kredit atau pinjaman dalam 12 bulan terakhir. Alasannya tidak membutuhkan kredit (62 persen), diikuti dengan ketidakmampuan membayar kredit (28 persen).

"Mencerminkan tren kemandirian finansial di kalangan UMK. Selaras dengan data World Bank yang menunjukkan bahwa usaha-usaha di Indonesia lebih memilih pembiayaan mandiri melalui keuntungan," ucap Tom dalam Small Business Barometer Study Report di Jakarta, kemarin (27/6).

Walaupun hampir separuh dari mereka yang mencari kredit melaporkan tidak ada hambatan untuk mengakses layanan keuangan. Kemudahan pengajuan menjadi alasan tertinggi mencapai 75 persen bagi pemilik UMK memilih kredit sebagai sumber pendanaan.

Meski, tantangan yang signifikan tetap ada, termasuk suku bunga yang tinggi, kurangnya agunan, dan minimnya informasi.

Tom menjelaskan, proporsi UMK yang tidak menemukan hambatan dalam mengakses kredit dan mampu mengaksesnya hampir sama banyaknya. Masing-masing 34 persen dan 33 persen. Meskipun 51 persen responden mengatakan bahwa akses modal dan pelatihan merupakan dukungan yang dibutuhkan.

"UMK merasa bahwa akses terhadap keterampilan manajemen keuangan lebih penting daripada akses permodalan," terangnya. Selain itu, pelaku usaha membutuhkan perangkat digital untuk manajemen keuangan. Sehingga mendukung operasional untuk menggenjot pertumbuhan usaha.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Maliki menyatakan, program kredit usaha rakyat merupakan instrumen untuk mengakomodasi pendanaan bagi UMK.

Ditambah pembiayaan mikro melalui lembaga jasa keuangan lainnya.
Hanya saja, calon debitur harus cerdas dalam memanfaatkan dan mengelola keuangan.

"Harus bisa mempertimbangkan kira-kira apak yang akan dilakukan dengan pinjaman itu, dipakai untuk apa, terus rencana bisnis yang akan kita gunakan bagaimana, itu harus bisa betul-betul diperhitungkan. Jadi perencanaannya yang harus kita tekankan kepada mereka," ujarnya.

Saat ini dari total 65,471 juta UMK, sebanyak 65,465 juta merupakan usaha mikro. Pemerintah berupaya mengentaskan mereka untuk naik kelas. Bappenas telah menetapkan target secara berkala agar jumlah pelaku UKM meningkat.

"Tahun 2024 kita proyeksikan di angka 1,53 persen, 2029 sebesar 1,76 persen, dan di 2045 sebesar 5 persen. Indikator ini untuk menggambarkan makin banyak usaha mikro yang naik kelas ke skala lebih besar jadi usaha kecil menengah (UKM)," tandasnya.(han/dio/thi/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version