JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID – Wakil Presiden Ma'ruf Amin ikut merespon polemik penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang terus berulang. Pemerintah akhirnya membentuk satuan tugas (satgas) PPDB yang melibatkan unsur kejaksaan hingga kepolisian untuk menanggulangi hal ini.
Dengan adanya satgas PPDB, dia berharap persoalan penerimaan siswa baru bisa ditangani. Sehingga proses PPDB yang menjadi agenda rutin tahunan dapat berjalan lebih ketat dan fokus.
Pesan tersebut disampaikan Ma'ruf Amin di sela kunjungan kerja di Surabaya, Kamis (4/7).
Seperti diketahui dugaan atau laporan kecurangan PPDB kembali muncul di sejumlah daerah. Persoalan terus terulang, karena hampir selalu terjadi pada momen PPDB.
Pemerintah berupaya mengatasi masalah PPDB yang terus berulang itu. Diantaranya dengan membentuk satuan tugas (satgas) PPDB. Nantinya satgas PPDB akan melibatkan unsur kejaksaan sampai dengan kepolisian. Karena banyak masalah PPDB sering kali juga berupa persoalan pidana atau pelanggaran hukum.
"Supaya pengawasannya lebih ketat, jadi lebih fokus untuk mengamati (PPDB) dan supaya membuat pihak yang akan melakukan (kecurangan tidak berani) karena sudah ada satgasnya," kata Ma'ruf.
Dia menyampaikan, dengan dibentuknya satgas PPDB, diharapkan proses rekrutmen siswa di sekolah negeri ke depan dapat lebih tertib dilaksanakan dan kecurangan dapat ditiadakan.
Ma'ruf mengatakan dengan adanya satgas PPDB, diharapkan masyarakat akan berpikir berpuluh kali untuk melakukan kecurangan. "Karena sudah ada lembaga yang mengawasi dan memata-matai langsung. Sehingga nanti (PPDB) bisa berjalan dengan baik," katanya.
Mantan Rais Aam PBNU itu mengatakan, jika nanti masih ditemui kecurangan dalam PPDB, tim dari satgas harus turun melakukan pengawasan. Bahkan bisa melakukan upaya penindakan, jika terjadi pelanggaran hukum. Ma'ruf mengatakan, satgas PPDB diharapkan bisa memberikan sanksi kepada setiap pihak yang melanggar. Sehingga bisa menimbulkan efek jera.
Sementara, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mendukung penuh upaya pemerintah dalam rangka penegakan hukum terhadap oknum-oknum nakal dalam pelaksanaan PPDB zonasi. Diakuinya, masih ada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam proses PPDB saat ini. Mulai dari manipulasi kartu keluarga, pungutan liar, hingga praktik jual beli kursi.
Hal ini terjadi lantaran para orang tua ingin menyekolahkan anaknya di sekolah negeri tertentu yang dianggap favorit. Padahal, menurut dia, leveling favoritisme itu sudah tak ada. Karena saat ini, semua sekolah negeri memiliki kondisi yang sama.
”Oleh karena itu, agar adanya efek jera bagi oknum orang tua, oknum pejabat daerah, oknum kepala sekolah yang bermain mata hingga terjadinya jual beli bangku, terjadinya pungli dan seterusnya mestinya harus ada penegakan hukum secara pidana,” tuturnya.
Selama tujuh tahun kebijakan ini, imbuh dia, penegakan hukum secara pidana pada oknum-oknum tersebut belum ada. Hal ini yang disinyalir membuat kasus-kasus serupa kembali terjadi tiap tahunnya.
Pihaknya pun turut mengapresiasi pihak KPK yang turut serta dalam mengawasi proses PPDB. Salah satunya dengan mengeluarkan surat edaran tentang pencegahan gratifikasi selama PPDB. Kemudian, Kejaksaan Agung pun ikut serta dalam proses pengawasannya.
”Semoga tidak hanya sekadar macan dalam tulisan saja, tetapi lemah dalam implementasi. Sehingga bisa memberikan efek jera kepada oknum-oknum yang melakukan penyimpangan selama PPDB,” pungkasnya.
Hal ini turut diamini oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. Ia mengatakan, belum adanya sanksi yang memberikan efek jera bagi pelaku kecurangan dalam PPDB membuat kasus-kasus serupa kembali terulang.
Oleh karenanya, ia pun sudah sejak jauh-jauh hari mengusulkan adanya tim investigasi untuk menangani masalah tersebut. Tim ini bisa terdiri dari pihak pemerintah, satuan pendidikan, hingga pihak berwajib.
“Ini kan bukan hanya masalah titipan tapi juga pembuatan identitas yang tidak sesuai, pemalsuan dan bentuk penyalahgunaannya. Seharusnya itu sudah diketahui modus-modusnya apa saja. Cuma sekarang sanksinya itu yang nggak ada,” keluhnya.
Politisi Partai Golkar ini mendukung penuh agar para oknum nakal tersebut disanksi secara tegas. Sebab, praktik titipan atau pemalsuan yang terjadi sangat mencederai prinsip keadilan dan transparansi yang harus dijunjung tinggi dalam sistem pendidikan. (wan/mia/elo/jpg/ays/dek)