KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Provinsi NTT mengalami deflasi sebesar -0,23 persen (mtm) atau inflasi 1,52 persen (yoy) berdasarkan rilis berita resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT Juni 2024.
Level inflasi ini terkendali dalam rentang sasaran 2,5±1 persen. Deflasi disebabkan oleh penurunan harga sejumlah komoditas hortikultura, seperti, cabai rawit, tomat, bawang merah, sawi hijau, dan kangkung.
Secara spasial, Kota Kupang menjadi satu-satunya wilayah pengukuran IHK di NTT yang mengalami inflasi dengan tingkat inflasi sebesar 0,21% (mtm), sedangkan deflasi terjadi pada 4 wilayah pengukuran IHK lainnya di mana deflasi terdalam terjadi di Kabupaten TTS.
Produksi hortikultura lokal menjadi penyebab deflasi Provinsi NTT. Panen cabai rawit dan tomat di Kabupaten Kupang, dimulainya masa panen bawang merah di wilayah Semau dan Rote, serta pasokan sawi hijau dan kangkung juga terpantau terjaga di pasaran.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, Agus Sistyo Widjajati, mengatakan, kembalinya musim kemarau normal tanpa dipengaruhi El Nino di Indonesia menjadi salah satu faktor positifnya produksi hortikultura di Provinsi NTT di bulan Juni.
"Sementara itu, beras yang juga termasuk dalam komoditas pangan bergejolak, turut menjadi penyumbang deflasi seiring dengan masih berlangsungnya periode panen raya padi di NTT maupun di Indonesia," jelasnya.
Meski demikian, kata Kepala BI NTT, penurunan produksi padi NTT pada Semester I 2024 sebesar 18,79 persen (yoy) berdasarkan angka sementara Kerangka Sampel Acuan (KSA) BPS, patut diwaspadai sebagai faktor pendorong inflasi ke depan.
Di sisi lain, kata dia, ikan kembung dan angkutan udara menjadi penyumbang inflasi. Kenaikan harga ikan kembung didorong oleh hasil tangkapan nelayan yang berkurang di tengah gangguan angin.
Di sisi lain, kata Agus Sistyo, tarif angkutan udara yang meningkat didorong oleh permintaan pada periode libur tengah tahun dan long weekend, terutama pada sejumlah rute strategis ke luar NTT, di antaranya Denpasar, Surabaya, dan Jakarta.
"Sementara itu, inflasi pada komoditas emas perhiasan dipengaruhi oleh gejolak harga emas global," ungkapnya.
Dia mengungkapkan bahwa TPID Provinsi NTT berkomitmen untuk senantiasa meningkatkan sinergi 4K dan GNPIP untuk kolaborasi dalam pengendalian inflasi di Provinsi NTT, melalui berbagai strategi untuk mendorong ketahanan pangan.
"Sumber daya alam Provinsi NTT yang sarat akan potensi masih belum mampu dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung ketahanan pangan. Melalui inovasi penerapan teknologi pertanian dan penerapan Good Agricultural Practices (GAP), stabilitas pasokan dan harga komoditas pangan dapat dicapai secara bertahap," jelasnya.
Oleh karena itu, Bank Indonesia Provinsi NTT senantiasa menjalin kolaborasi dengan pemerintah daerah, untuk mengembangkan kelompok tani menjadi local champion yang dapat memotivasi dan menjadi contoh bagi generasi muda, untuk mengoptimalkan sumber daya alam menuju kemandirian pangan NTT yang menjadi cita-cita bersama," jelasnya. (thi/dek)