JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID – Penerimaan pajak tahun ini diprediksi tidak mencapai target, sedangkan belanja negara justru melebihi rencana.
Kondisi itu akan diatasi dengan melakukan efisiensi anggaran. Salah satunya pos yang akan digunakan untuk menambal itu berasal dari anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang akan dikurangi.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut B Panjaitan menuturkan, akan banyak efisiensi anggaran yang dilakukan secara bertahap. Salah satunya yakni pengurangan subsidi BBM dengan cara pembatasan pembelian pertalite.
Luhut menjelaskan, rencananya, pembatasan itu akan dimulai per 17 Agustus 2024 mendatang. Pembatasan itu dipicu oleh persoalan berulang yakni peruntukan subsidi yang tidak tepat sasaran.
’’Yang gak berhak dapat subsidi bisa dikurangi,’’ terangnya dikutip dalam unggahan akun Instagram pribadinya.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga mendorong penggunaan bioethanol sebagai bahan bakar pengganti BBM yang berbasis fosil. Luhut menyebut, kandungan sulfur dari bensin bisa mencapai 500 ppm, sementara bioetanol jauh lebih rendah kandungan sulfurnya bisa hanya mencapai 50 ppm.
Kondisi sulfur yang tinggi tentu akan mempengaruhi kualitas udara dan berdampak pada kesehatan manusia.
’’Kalau ini dikerjakan dengan baik akan menghemat,’’ jelasnya.
Hal itu juga berkorelasi dengan tingginya konsekuensi anggaran yang disebabkan karena penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang menyedot anggaran BPJS Kesehatan sampai Rp 38 triliun. Nah, dengan polusi berkurang, semakin banyak orang sehat.
’’Anggaran kesehatan bisa lebih hemat,’’ ujarnya.
Terpisah, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyatakan, sedang menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/2014. Seperti diketahui, urgensi revisi beleid itu terbilang penting. Sebab, aturan itu akan mengatur lebih detail terkait syarat dan target penerima BBM subsidi untuk masyarakat.
Dengan begitu, pembelian BBM subsidi diharapkan bisa tepat sasaran.
’’Kita sedang menunggu Perpres 191, di mana BBM subsidi tepat sasaran. Jangan sampai BBM ini digunakan oleh orang yang mampu,’’ ungkapnya di Kantor Pos Kota Tua, Rabu (10/7).
Erick menekankan, BUMN merupakan korporasi. Sehingga tidak terlibat dalam memutuskan kebijakan tersebut. PT Pertamina sebagai perusahaan pelat merah masih menunggu pengesahaan revisi Perpres Nomor 191/2014.
’’Kita tunggu aja. Inget lo BUMN ini korporasi. Bukan pengambil kebijakan. Jadi kita sangat mendukung Perpres 191 untuk segera didorong. Tidak hanya buat BBM. Juga buat gas. Karena LPG ini impornya tinggi sekali. Ini yang harus kita benahi, jangan sampai subsidi salah sasaran,’’ jelas mantan ketua Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee itu.
Terpisah, Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari mengamini hal tersebut. Heppy menuturkan, Pertamina akan menaati apapun yang ditetapkan pemerintah.
’’Akan mengikuti regulasi atau peraturan yang ditetapkan pemerintah. Paralel upaya-upaya subsidi tepat juga terus kami lakukan, seperti pendataan pengguna BBM subsidi (biosolar dan pertalite) melalui QR code dan pendataan pengguna LPG 3 kg dengan pendaftaran menggunakan KTP,’’ ujarnya kepada Jawa Pos (grup Timex), Rabu (10/7).
Heppy memerinci, hingga saat ini, pendaftaran QR code untuk biosolar telah tercapai 100 persen, dengan jumlah nopol lebih dari 4,6 juta pendaftar. Sementara untuk pendataan pertalite telah mencapai lebih dari 4,6 juta pendaftar dan masih terus didorong. Kemudian, untuk LPG 3 kg pendataan mencapai 45,3 juta NIK.
’’Selain itu koordinasi dengan aparat penegak hukum juga terus kami lakukan untuk membantu pengawasan distribusi BBM subsidi dan LPG subsidi di lapangan,’’ jelas dia. (idr/han/dee/jpg/ays)