KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema, bakal calon gubernur (bacagub) NTT dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Hanura NTT, Refafi Gah kompak siap mengamankan perintah pimpinan dalam menghadapi pilkada 2024 mendatang.
Hal ini menyikapi dinamika politik yang tengah berkembang terutama pengusung bakal calon dan koalisi PDIP-Hanura.
“Saya tidak akan melangkah sebelum ada perintah. Tapi pertemanan ini harus terus kita jaga dan kita bina. Saya senang ada bersama Hanura,” kata alumni Magister Ilmu Sosial Politik Universitas Indonesia itu saat silaturahmi ke Sekretariat DPD Partai Hanura, Jumat (12/7) lalu.
“Sebagai kader, saya ikut perintah ibu (Megawati Soekarnoputri). Apa yang diperintahkan, itu yang saya jalankan,” katanya.
Diakui, sejauh ini komunikasi dan pertemuan jarang terjadi, namun melalui partai terus terjalin.
“Tidak ada hambatan dalam berkomunikasi. PDIP adalah partai yang inklusif, terbuka dan lintas batas. Sehingga komunikasi ini terus dilakukan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa dirinya bisa bekerja sama dengan siapa saja tetapi untuk calon gubernur memang tergantung keputusan ketua umum.
“Rumah Hanura ini merupakan yang pertama saya datangi setelah mendapat surat tugas dari PDIP,” tegasnya.
Sementara, Ketua DPD Partai Hanura NTT, Refafi Gah menegaskan, dalam menghadapi dinamika politik saat ini tentu banyak pertimbangan yang diambil berdasarkan pertimbangan bersama anak dan istri.
Selain itu, menyampaikan kepada pimpinan partai. Niatnya untuk mengundurkan diri telah disampaikan kepada pimpinannya, namun ketua umum menolak untuk dibahas di Jakarta.
“Kami sebagai kader partai harus taat asas dan satu komando. Apa yang diputuskan ketua umum harus dilaksanakan,” tegasnya.
Ahmad Atang: Hanura Akan Pasang Target
Menyikapi peluang koalisi PDIP dan Partai Hanura di pilkada NTT dengan mengusung Yohanis Fransiskus Lema dan Refafi Gah, pengamat politik asal Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang menyebut sangat wajar jika Partai Hanura akan memasang target karena memiliki kursi di parlemen NTT.
Dikatakan, secara faktual, tidak ada partai politik peraih kursi di tingkat provinsi yang murni mengusung pasangan calon tanpa koalisi. Oleh karena itu, dari sisi fatsun politik, figur yang akan maju dalam pilkada nanti harus membangun koalisi, maka apa yang dilakukan oleh Ansy Lema dan PDIP ke partai Hanura merupakan bagian dari komunikasi dan negosiasi politik.
Ansy Lema secara politik telah ditetapkan sebagai calon gubernur dari PDIP, maka langkah politik yang dilakukan dengan mendaftar di Partai Hanura merupakan suatu keniscayaan politik. Bahkan bukan hanya Partai Hanura akan tetapi juga dengan partai politik yang lain, karena setiap partai tentu punya mekanisme untuk memutuskan akan berkoalisi dengan figur siapa dan partai apa.
“Hanura sebagai partai yang memiliki kursi di parlemen NTT tentu akan memasang target. Hal itu wajar karena Partai Hanura juga memiliki kader yang akan disandingkan dengan Ansy Lema,” katanya.
Dijelaskan, untuk memadukan figur menjadi suatu pasangan calon tentu tidak hanya didasarkan pada kepentingan koalisi, namun juga soal popularitas dan elektabilitas.
“Dalam bahasa Ansy Lema bahwa seorang wakil harus memiliki empat tas dan jika ikut ditemukan di Partai Hanura, maka bisa jadi kadernya akan menjadi wakil. Tapi kalau tidak ditemukan, maka perlu ada langkah kompromi. Maka prinsip koalisi tidak harus didasarkan pada bagi-bagi kuasa tetapi menggandeng tangan untuk membangun NTT ke depan,” pungkasnya. (cr6/ays/dek)