BBKSDA NTT Kirim Delapan Buaya ke Sumatera Selatan

  • Bagikan
IST BUAYA MUARA. Sejumlah buaya muara yang diamankan selama ini di wilayah NTT sudah siap untuk dikirim ke Sumatera Selatan oleh BBKSDA NTT, Senin (15/7).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Konflik buaya dengan manusia di wilayah NTT masih sering terjadi. Karena itu, untuk mencegah terjadinya konflik tersebut maka Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) NTT mengirimkan delapan ekor buaya muara ke Sumatera Selatan.

"Proses pengiriman dimulai Senin 15 Juli 2024 menggunakan transportasi darat dan laut," kata Kepala BBKSDA NTT, Ariel Mahmud.

Setelah menempuh prosedur administrasi serta tahapan pemeriksaan kesehatan, Balai Besar KSDA NTT kemudian melakukan translokasi delapan individu buaya muara yang terdiri dari 5 jantan dan 3 betina dengan kisaran ukuran 247 cm sampai dengan 443 cm.

"Buaya muara tersebut akan diserahkan/dititipkan ke Fasilitas Penangkaran PT. Vista Agung Kencana di Sumatera Selatan," ungkapnya.

Proses penanganan dan pengiriman satwa tersebut dilaksanakan dengan dukungan para pihak yaitu Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian LHK, Balai KSDA Sumatera Selatan, Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang dan PT. Vista Agung Kencana di Sumatera Selatan.

Dijelaskan, buaya muara (Crocodylus Porosus) merupakan salah satu satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM. 1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa yang Dilindungi.

Buaya muara tersebar hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Provinsi NTT. Interaksi antara manusia dengan satwa buaya muara di alam terkadang menimbulkan dampak negatif sehingga perlu dilakukan upaya-upaya penanganan yang komprehensif oleh semua pihak.

Sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian LHK, Balai Besar KSDA NTT telah melakukan upaya penanganan konflik antara manusia dengan buaya di Provinsi NTT.

Upaya-upaya/langkah- langkah yang telah dilakukan yaitu upaya jangka panjang melalui kegiatan penelitian habitat dan populasi, penyadartahuan masyarakat serta upaya tindaklanjut sesuai rekomendasi hasil penelitian.

Sementara upaya dalam jangka pendek, kata Mahmud yakni melakukan upaya penanganan berupa membentuk Unit Penanganan Satwa, menyiapkan SOP dan sarana prasarana minimal, merespons laporan konflik yang diterima dari masyarakat maupun pihak terkait lainnya, serta melakukan penyelamatan buaya dari area publik.

"Sebagai salah satu upaya jangka pendek tersebut Balai Besar KSDA NTT melalui Unit Penanganan Satwa BBKSDA NTT telah melakukan upaya penyelamatan (rescue) dan evakuasi individu buaya bermasalah khususnya dari lokasi konflik ke kandang pada Unit Perlindungan Satwa (UPS) BBKSDA NTT di Kupang," jelasnya.

Pilihan penanganan lebih lanjut atas buaya hasil penyelamatan ini yaitu dilepasliarkan kembali ke habitat alam, dipelihara pada lembaga konservasi umum (taman safari/ kebun binatang, taman satwa) sebagai obyek wisata, pendidikan ilmu pengetahuan maupun diserahkan untuk menjadi indukan pada lembaga atau entitas yang memiliki izin penangkaran.

Selama ini Balai Besar KSDA NTT telah melakukan beberapa kali pelepasliaran buaya yang ditangkap ke kawasan konservasi yang merupakan habitat buaya yang ada. Namun sejak adanya kejadian pelepasliaran buaya di atas ukuran 4 meter yang kembali ke tempat ditangkap dan menimbulkan insiden lainnya.

Karena itu, proses pelepasliaran dilakukan dengan lebih selektif yakni hanya buaya berukuran di bawah 2,5 meter yang dilepasliarkan ke kawasan konservasi yang secara historis dan memiliki tipe ekosistem sebagai habitat buaya.

Upaya untuk mendorong terbentuknya Lembaga Konservasi umum di NTT yang dijalankan oleh swasta dan beroperasi dengan orientasi profit juga belum menampakan hasil.

Saat ini, belum tersedia lembaga konservasi umum yang dapat dijadikan lokasi untuk menampung buaya-buaya konflik tersebut. Padahal, dengan terbentuknya Lembaga Konservasi Umum tersebut maka permasalahan buaya dapat diubah menjadi peluang wisata dan pendidikan.

Saat ini jumlah Buaya Muara yang dirawat di fasilitas UPS BBKSDA NTT berjumlah 13 ekor, yang tidak dimungkinkan untuk direlease ke alam.

"Jumlah ini sudah melebihi kapasitas kandang," ujarnya.

Sesuai data yang ada di Balai Besar KSDA NTT, sebut Ariel Mahmud, kejadian konflik buaya dengan manusia khususnya di area publik masih terjadi sehingga upaya penyelamatan dan pengamanan terhadap buaya berkonflik tersebut ke kandang penampungan juga dimungkinkan untuk terus dilakukan.

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya over kapasitas yang pada akhirnya akan menimbulkan kondisi yang tidak mendukung bagi kesehatan dan kenyamanan buaya di kandang penampungan pada UPS BBKSDA NTT.

Menindaklanjuti kondisi tersebut, Balai Besar KSDA NTT telah melakukan langkah konsultatif ke Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG) Ditjen KSDAE untuk dapat dilakukan pemanfaatan satwa buaya di kandang penampungan pada UPS BBKSDA NTT untuk menjadi indukan di penangkaran atau dilepasliarkan ke habitat buaya di provinsi lain.

"Berdasarkan hasil konsultasi tersebut selanjutnya Balai Besar KSDA NTT berkomunikasi dengan Balai KSDA Sumatera Selatan dan PT Vista Agung Kencana di Sumatera Selatan yang memiliki izin penangkaran buaya," pungkasnya. (r1/gat/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version