DPRD Segera Panggil DLHK untuk RDP Fenomena Musiman Terbakarnya Sampah di TPA Alak
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Terbakarnya bukit sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Alak sejak Minggu (14/7), hingga Selasa (16/7), kondisi api di TPA Alak masih terus membakar sampah yang ada. Hal ini mengakibatkan suasana di TPA Alak masih diselimuti kabut asap.
Petugas pemadam kebakaran baik dari Dinas Pemadam Kebakaran Kota Kupang maupun dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Kupang pun terus berupaya untuk memadamkan api.
Terhitung, sudah tiga hari sampah di TPA Alak terbakar. Namun, api belum berhasil dipadamkan. Ini akibat keterbatasan armada mobil tangki air dan mobil pemadam kebakaran. Selain itu, kondisi cuaca di Kota Kupang di awal musim kemarau ini disertai angin maka terus memicu kobaran api.
Selasa (16/7), Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Kupang, Matheos Maahury pun turun langsung ke TPA Alak untuk memantau kondisi TPA yang terbakar.
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Kupang, Achmad Likur menjelaskan, untuk memaksimalkan pemadaman api pada sektor A, maka ekscavator harus membersihkan jalan masuk pada titik terjauh di lokasi kebakaran.
Dengan kekuatan 11 unit mobil tangki dan mobil pemadam kebakaran, upaya pemadaman api terus dilakukan. Untuk kerja sama lintas dinas pun terus dilakukan, agar memaksimalkan semua upaya pemadaman.
Ketua Komisi III DPRD Kota Kupang, Adrianus Talli mengatakan, pihaknya akan segera memanggil dinas terkait untuk melakukan rapat dan mendesak pemerintah untuk segera menaikkan status tanggap, agar tersedia anggaran untuk penanganan kasus kebakaran TPA Alak, termasuk untuk penanganan dampak bagi masyarakat sekitar.
"Pemerintah memiliki dana belanja tidak terduga yang dapat digunakan, tetapi harus menaikkan status terlebih dahulu, agar anggaran tersebut bisa digunakan," jelasnya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menjelaskan, TPA Alak bukan merupakan tempat pemrosesan akhir tetapi tempat pembuangan akhir, yang masih menggunakan metode sistem yang lama yaitu open dumping.
"Datang dan buang, datang dan tumpuk sampah, itu adalah sistem open dumping. Padahal Undang-Undang tentang persampahan jelas mengamanatkan agar sistem open dumping ini tidak boleh ada lagi atau harus diubah menjadi sistem sanitary landfill," jelasnya.
Kondisi ini, kata Adrianus Talli, tidak akan bisa berubah kalau tidak merubah metode pengolahan sampah di TPA Alak dan akan terus terjadi kebakaran karena adanya penumpukan sampah yang memicu gas metan yang sangat mudah terbakar.
"Gas metan ini sangat sulit dipadamkan karena penumpukan sampah sudah sangat tinggi atau banyak, bayangkan saja lahan seluas 4 hektare di TPA Alak semuanya sudah dipakai untuk penumpukan sampah," jelasnya.
Karena itu, dengan sisa lahan yang ada pemerintah harus segera merencanakan untuk membangun pengolahan sampah menggunakan sistem sanitary landfill, karena kalau tidak diubah, maka tidak akan pernah habis kasus kebakaran Alak ini.
"Kasihan masyarakat di wilayah tersebut yang akan terganggu kesehatannya karena asap yang ditimbulkan dari kebakaran di TPA Alak. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah bukan saja persoalan sampah tapi juga kesehatan masyarakat," ungkapnya.
Dia juga meminta agar pemerintah segera merencanakan untuk pembangunan sistem sanitary landfill, agar bisa diusulkan pada anggaran perubahan.
Adrianus Talli mengaku akan segera menggelar rapat dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Kupang untuk menggelar rapat dengar pendapar (RDP) serta berdiskusi dan mendorong pemerintah agar segera menetapkan kasus ini sebagai status tanggal darurat. (thi/gat/dek)