Timbunan Sampah Bisa Jadi Faktor Kebakaran

  • Bagikan
IST TERBAKAR. Dua orang petugas sementara memadamkan api yang membakar tumpukan sampah di TPA Alak. Diabadikan, Selasa (16/7).

Diperlukan Upaya Mitigasi Kebakaran TPA Alak

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Kebakaran sampah di TPA Alak kembali terjadi saat musim kemarau. Kejadian ini bukan yang pertama kali.

"Kita menyayangkan kejadian kebakaran di TPA Alak yang terus berulang," jelas Hamza H. Wulakada selaku Aktivis Lingkungan sekaligus Dosen dan Peneliti Universitas Nusa Cendana (Undana), Selasa (16/7).

Menurut Hamza, hal ini menunjukan ada mekanisme dan standarisasi yang terlewatkan dalam tata kelola akhir persampahan di Kota Kupang. Dijelaskan bahwa terjadinya kebakaran di TPA itu bukan disebabkan satu faktor saja, ada berbagai faktor yang saling mempengaruhi.

Komposisi tumpukan sampah umumnya mengandung bahan-bahan yang mudah terbakar secara fisik seperti kertas, plastik, kayu dan organik kering lainnya. Bahkan, percikan api bisa saja ditimbulkan gesekan bahan-bahan kimia, seperti baterai bekas dalam tumpukan sehingga memicu reaksi kimia hingga terjadi korsleting, atau bahkan ada tekanan hawa panas yang bisa menimbulkan bibit api dari dalam tumpukan.

"Jika itu terjadi berarti kita tidak melakukan manajemen pemilahan sampah secara baik dari awalnya, agak sulit jika berharap proses pemilahan itu terjadi di hilir, harusnya dilakukan dari hulu-nya," kata Hamza.

Namun, katanya, jika kebakaran yang terjadi selalu pada musim kemarau maka besar kemungkinan faktor penyebabnya karena kondisi lingkungan, tapi pemicunya karena struktur dan komposisi sampah yang tertimbun makin parah.

Struktur timbunan yang tidak melalui proses pemilahan, sebut Hamza, tidak dilakukan pemilahan maka bibit api bukan hanya karena dimunculkan tapi benturan hawa panas dalam tumpukan akan memantik percikan api.

Karena itu, dibutuhkan langkah pemilahan saat proses penimbunan, tapi itu pekerjaan yang sulit. Kurangnya ventilasi antar timbunan dan jika tidak intensif dilakukan pemantauan maka akan memperparah situasi.

"Terlebih kita tidak memiliki instalasi pencegahan timbulan api yang baik di lokasi TPA Alak," ungkapnya.

Perihal kelalaian aktivitas manusia di lokasi, lanjut Hamza, itu mungkin saja terjadi, baik puntung rokok yang terbuang sembarang atau kebocoran bahan bakar dari alat berat.

"Saya berharap agar petugas dan pengunjung TPA Alak sudah mengetahui konsekuensinya sehingga harus ada standar yang ketat selama beraktivitas di lokasi," harapnya.

Faktor penyebab yang agak sulit dikendalikan adalah akibat proses dekomposisi sampah karena bahan organik dalam sampah dapat menghasilkan gas metana yang mudah terbakar sehingga panas yang dihasilkan dari proses dekomposisi dapat menjadi sumber penyulut kebakaran.

Sebenarnya ini energi positif jika sudah punya instalasi teknikal untuk melakukan proses dekomposisi menjadi gas metana sehingga bisa jadi produk energi terbaharukan bagi layanan elektrikal dilokasi dan sekitarnya.

"Saya kira itu bisa direncanakan ke depan agar potensi ini tidak menjadi energi negatif," ujarnya.

Terkait kejadian kebakaran yang berulang di TPA Alak, Hamza menyarankan agar dalam jangka menengah dan jangka panjang sudah harus direkayasa dari hulunya. Proses pemilahan material sampah dengan perlakuan 5R diberbagai tingkatan perpindahan material. Peningkatan dan perbaikan infrastruktur pencegahan kebakaran di lokasi seperti membangun sistem pemadam berbentuk hidran, pompa dan selang pemadam atau sebatas alat pemadam api ringan (APAR) pada titik-titik strategis.

Selain itu, sistem pemantauan dan peringatan dini seperti kamera termal dan sensor asap juga bisa disediakan agar memudahkan petugas pemantau. Tindakan mitigasi dan kesiapsiagaan harusnya sudah disediakan rencana tanggap darurat kebakaran.

Menurut Hamza, petugas Damkar Kota Kupang sangat reaktif dalam menangani kebakaran.

"Kita berharap ada pelatihan dan simulasi tanggap daruratnya sehingga dapat memastikan ketersediaan dan kesiapan alat dan kelengkapan pemadam kebakaran," ungkapnya.

Terpenting akhirnya, langkah-langkah edukatif dan kolaboratif antar semua elemen yang berkepentingan terkait sampah, dari hulu hingga hilirnya harus terkonsolidasi dengan baik.

Komunitas setempat yang senantiasa beraktivitas dilokasi TPA Alak perlu mendapatkan distribusi peran sebagai pencegah potensi karena terdampak langsung adalah mereka dan lingkungan sekitarnya.

"Kita berharap agar kondisi ini tidak dibiarkan terus berulang. Semoga para pihak berkewenangan dapat segera menindaklanjutinya. Jangan sampai berita dan pemikiran konstruktif seperti ini dianggap sampah maka sesungguhnya cara pandang itulah penyampah sebenarnya," pungkas Hamza. (r1/gat/dek)

  • Bagikan