Hasil Anyaman Perempuan Flotim Mendunia Lewat Du Anyam

  • Bagikan
IST POSE BERSAMA. Para jurnalis NTT pose bersama Kepala Perwakilan BI NTT, Agus Sistyo Widjajati dan jajaran, perwakilan OJK dan para narasumber saat rehat sharing season kegiatan media gathering di Jayakarta Room, Hotel Sari Pasific, Jakarta, Selasa (16/7).

Cerita dari Kegiatan Media Gathering Bersama BI dan OJK di Jakarta (2/habis)

Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) membutuhkan dukungan dalam melahirkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang hebat. Salah satu yang diharapkan membantu adalah melalui peran media.

MARTHEN BANA, Kupang

HARI kedua kegiatan media gathering BI dan OJK bersama 15 jurnalis asal NTT diisi dengan pemaparan materi oleh sejumlah narasumber berkompeten dan berpengalaman dibidangnya. Sebut saja Riki Winatha selaku Manajer Fungsi Pelaksana Pengembangan UMKM, Keuangan Inklusi dan Syariah BI NTT, Hanna Keraf sebagai Co Founder Du Anyam, dan Rizki Firdaus (Manajer Fungsi Perumusan Kekda Provinsi BI NTT.

Lalu ada Puji Iman Siagian selaku Analis Senior Deputi Direktur Pengembangan Inklusi OJK, Henri T Asworo (Redaktur Pelaksana Bisnis Indonesia) dan Bari Arijono (President Akademi Kecerdasan Buatan Indonesia).

Tepat pukul 09.00 WIB, Selasa (16/7), 15 jurnalis NTT sudah berada di Jayakarta Room, Hotel Sari Pasific Jakarta. Di ruangan ini, sejak pagi hingga malam kami mengikuti paparan dari masing-masing narasumber terkait upaya-upaya memajukan UMKM di bumi Flobamora.

Sebelum masuk pada sesi pertama materi, Kepala Perwakilan BI NTT, Agus Sistyo Widjajati dalam sambutan singkatnya menyatakan, sinergitas BI dan OJK bersama media sangat diharapkan demi mewujudkan NTT yang lebih sejahtera.

“Harapannya, media bisa bersinergi untuk NTT yang lebih sejahtera. Media di NTT bisa membuat acara untuk masyarakat. Teman-teman media, mari suarakan kemajuan-kemajuan di NTT. Isi dengan berita-berita yang positif,” kata Agus Sistyo Widjajati.

Agus menyatakan, BI dan OJK mengajak para jurnalis media lokal NTT ke Jakarta dengan tujuan menambah pengalaman dan kemampuan demi meningkatkan kualitas pemberitaan di media masing-masing.

“Media di NTT merupakan bagian dari BI dan OJK. Tanpa media, BI dan OJK tak dikenal masyarakat. Terima kasih untuk teman-teman media di NTT yang sudah support kegiatan BI dan OJK selama ini,” ucap Agus.

Agus dalam kesempatan itu mengajak pekerja media untuk ikut berperan dalam mendorong peningkatan kemajuan UMKM di NTT. Ia mengapresiasi manajemen Sarinah, pelopor bisnis ritel modern di Indonesia yang memanfaatkan front-end untuk menjual hasil karya masyarakat NTT.

Agus juga mengapresiasi seorang putri berdarah NTT, Hanna Keraf, Co Founder Du Anyam yang sudah bekerja keras membangun tanah leluhur dengan memberdayakan perempuan NTT, khususnya di Kabupaten Flores Timur (Flotim), melalui produk anyaman berkualitas ekspor yang akan dikirim ke-50 negara.

“Akhir Juli ini, ibu Hanna Keraf akan bawa hasil anyaman NTT untuk diekspor ke-50 negara. Kita berharap ada anak-anak berdarah NTT di Jakarta bisa peduli untuk mendukung kemajuan NTT seperti yang dilakukan ibu Hanna,” harap Agus.

Tembus Pasar Global

Kiprah Hanna Keraf, putri dari mantan Menteri Lingkungan Hidup RI, Sonny Keraf, menjadi contoh yang layak ditiru. Meski lahir dan besar di Jakarta, Sarjana Bisnis International Universitas Ritsumeikan, Jepang ini tetap mengingat tanah leluhurnya. Sosok kelahiran 14 September 1988 itu mengangkat derajat perempuan di NTT, khususnya Flores Timur melalui karya anyaman berbahan daun lontar yang mendunia.

Lewat UMKM Du Anyam (Du = ibu; anyam atau mengayam = ibu mengayam) yang dibangunnya 10 tahun lalu, produk kerajinan anyaman sukses menembus pasar global. Tak cuma itu, salah satu produk anyaman dari Lengkosambi Utara, Riung, Kabupaten Ngada, bahkan pernah meraih penghargaan desain produk berskala internasional saat pameran di Jepang beberapa waktu lalu.

Dalam waktu dekat, produk anyaman karya perempuan Flores Timur, NTT, bakal diekspor ke 50 negera, termasuk ke Amerika Serikat (AS).

Selama 10 tahun menekuni usaha ini hingga menembus pasar global, bukan berarti perjalanan Hanna Keraf mulus-mulus saja. Sejumlah kendala selalu saja muncul. Persoalan sumber daya manusia, misalnya tingkat pendidikan perempuan pengayam masih terbatas. Rata-rata hanya duduk di bangku SD. Perencanaan produksi yang tidak terorganisir serta rendahnya pengetahuan pemasaran dan logistik ikut menjadi faktor penghambat.

Meski dihadapkan pada kendala itu, Hanna bersyukur. Bank Indonesia ikut memainkan peran dalam mereduksi hambatan-hambatan ini. BI NTT, kata Hanna, merupakan satu-satunya lembaga yang membantu Du Anyam dalam kegiatan ekspor produk anyaman ke-50 negara. “Peran media juga sangat penting karena ikut mendukung kewirausahan sosial. UMKM harus memiliki jiwa kewirausahaan,” ungkapnya.

Hal lain yang dilakukan Hanna dalam mengatasi kendala tersebut adalah mendorong keterbatasan akses keuangan (uang tunai) oleh perempuan. Ia juga memasukan kegiatan mengayam sebagai ekstra kurikuler bagi siswa dua sekolah di Flores Timur.

Berkaca dari pengalaman yang dijalani, Hanna menyampaikan pentingnya edukasi bagi UMKM, terutama terkait rantai pasok. “Misalnya kita sampaikan bahwa anyaman itu terkait erat dengan ekonomi hijau,” cetusnya seraya menambahkan pentingnya edukasi manajemen pembukuan, misalnya dari catatan manual menjadi catatan digital.

Dalam menjaga UMKM agar tetap berkelanjutan, hal yang harus diperhatikan adalah perencanaan produksi harus baik. “Perlunya konsistensi produk hingga penjualan. Pelatihan UMKM jangan hanya pada packing semata, tapi fokus juga ke manajemen usaha. Misalnya bagaimana agar UMKM bisa lunasi kredit perbankan tepat waktu, lalu produk apa yang bernilai jual di pasaran,” sarannya.

Kendala lain dalam pengembangan UMKM di NTT adalah pada pola pikir (mindset). “Mindset UMKM di NTT masih menjadi halangan. Produksi barang sesuai selera sendiri, tidak berorientasi pasar atau profit,” beber Ricky Winatha, Manajer Fungsi Pelaksana Pengembangan UMKM, Keuangan Inklusi dan Syariah, BI NTT.

Kendala lain, lanjut Ricky, adalah akses permodalan yang terbatas. Permintaan banyak, tapi pembukuan belum baik. “Salah satu penyebabnya karena UMKM di NTT tak punya portofolio dan keterbatasan teknologi,” ungkapnya.

Ricky mengatakan, kesulitan UMKM di NTT juga dalam hal pemasaran produk. “UMKM tidak gaul. Harus adaptif untuk mengikuti perkembangan zaman. Kita harus lihat ke depannya bagaimana prospek UMKM ini harus market oriented,” pesannya.

Guna mengatasi persoalan yang dihadapi UMKM, BI menyiapkan yang namanya SIAPIK (Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan). Sistem ini disiapkan BI untuk membantu UMKM dalam hal pembukuan.

Guna meningkatkan produksi UMKM, Ricky mendorong peningkatan kompetensi sumber daya manusia, modernisasi alat, pertemukan dengan pasar, hilirisasi produk. Harus ada produk turunannya. Contoh, kain tenun dibuat jaket, tas, sepatu dan lainnya.

Ricky juga mengapresiasi Du Anyam yang sukses lolos seleksi sebagai UMKM terbaik di Indonesia yang produknya bisa masuk pasar AS.

Analis Senior Deputi Direktur Pengembangan Inklusi OJK, Puji Iman Siagian menyebutkan, dari 69 juta lebih unit usaha di Indonesia, hanya 5.550 unit  (0,38 persen) yang masuk kategori usaha besar. Selebihnya, 64.199.606 unit (99,62 persen) merupakan pelaku UMKM yang telah memberi kontribusi produk domestic bruto (PDB) lebih baik di Indonesia. “Karena itu, perbanyak UMKM agar berkontribusi nyata terhadap PDB kita. UMKM Indonesia harus bisa naik kelas,” katanya.

Dari data yang dimiliki OJK, kiprah UMKM di Indonesia tidak baik-baik saja. UMKM butuh edukasi, pendampingan dan berorientasi pasar. “Juga perlu adanya ekosistem agar UMKM bisa tetap eksis,” ujarnya.

Puji menyampaikan lima kunci bagaimana UMKM bisa eksis. Pertama, pembiayaan UMKM perlu difokuskan pada pembiayaan rantai produksi/pasok. Kedua, perlunya sinergitas untuk usaha mikro dapat naik kelas menjadi usaha kecil dan usaha menengah. Ketiga, perlu SDM dan infrastruktur lembaga jasa keuangan yang adaftif terhadap model bisnis UMKM.

Keempat, perlunya edukasi keuangan kepada UMKM dalam bentuk pendampingan, seminar, maupun kegiatan edukasi lainnya.

“Kelima adalah perlunya sinergi berkelanjutan dari pemda, OJK, BI dan pemangku kepentingan terkait melalui forum TPAKD agar dapat membawa UMKM naik kelas, meningkatkan PDB daerah dan bisa go global,” pungkasnya. (ays/dek)

  • Bagikan