Masalah Sampah, Pemkot Didesak Jalankan Perintah Undang-Undang
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang akhirnya menanggapi gugatan Advokasi Rakyat Asrikan Kupang (ARAK) Kota Kupang dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang, tentang kegagalan pemerintah dalam pengelolaan sampah yang berdampak pada kebakaran yang terus berulang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Alak.
Pemkot Kupang dengan terbuka menerima semua kritikan dan tuntutan dari masyarakat atau organisasi lainnya, terhadap kinerja pemerintah saat ini. Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kupang, Ade Manafe yang saat diwawancarai Senin (22/7) mengatakan, siapa pun memiliki hak untuk memberikan kritikan dan masukan kepada penyelenggara pemerintahan di daerah.
Namun demikian, kata Ade, tuntutan yang dilakukan itu juga harus merujuk pada data dan fakta. Apalagi, saat ini ada tuntutan bahwa pengelolaan sampah di Kota Kupang. Perlu diketahui bahwa kondisi yang saat ini terjadi di TPA Alak tidak terjadi begitu saja, namun merupakan dampak dari awal pembentukan TPA tersebut dan dampaknya baru dirasakan sekarang.
"Pemerintah Kota Kupang sudah berupaya dengan maksimal untuk menangani sampah di Kota Kupang dan di TPA Alak. Namun, diharapkan agar para pihak yang menggugat pemerintah, harus juga turut serta untuk membantu pemerintah dalam menangani sampah. Sebab, masalah sampah bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja tetapi tanggung jawab semua elemen masyarakat dan stakeholder yang ada di Kota Kupang," jelasnya.
Ade Manafe pun tidak menampik bahwa yang menjadi permasalahan sekarang adalah sistem pengelolaan sampah, dari pengangkutan sampah di TPS dan langsung dibuang begitu saja di TPA Alak.
"Jadi, sistem pengelolaan sampah yang saat ini ada yakni sistem Open Dumping. Untuk beralih ke sistem Sanitary Landfill belum bisa dilakukan sekarang," jelasnya.
Ade Manafe menjelaskan,sistem Sanitary Landfill adalah sistem yang pengelolaan dan pemilahan sampah harus dilakukan mulai dari tingkat masyarakat, mulai dari pemilahan sampah organik dan non organik. Tapi di sisi lain, produksi sampah di Kota Kupang belum memenuhi syarat.
"Jadi, pihak ketiga yang diajak untuk bekerja sama dengan Pemkot Kupang, meminta agar Kota Kupang memproduksi sampah dalam sehari minimal 450 ton. Sementara Kota Kupang baru memproduksi 150 ton per hari, sehingga pihak ketiga tidak bisa mengakomodir itu," jelasnya.
Di sisi lain, kata Ade, jika Pemkot Kupang sudah membangun sendiri sistem Sanitary Landfill, maka akan terkendala dengan anggaran dan sumber daya.
"Dengan sistem Open Dumping pun tidak boleh dikubur sampah-sampah itu karena berdampak pada pencemaran lingkungan," tambahnya.
Karena itu, lanjutnya, dinas teknis terkait memindahkan penumpukan sampah ke satu titik dan nanti akan dipanaskan agar bisa diproses. Namun, tidak semudah membalik telapak tangan apalagi dengan kondisi yang sangat terbatas saat ini.
Jadi, kata dia, bukan tidak ada upaya, semua hal telah dilakukan, namun memang terkendala berbagai hal. Dan saat musim kemarau saat ini, tentunya akan terjadi kebakaran karena penumpukan sampah memicu gas metan menimbulkan api, jadi tidak bisa dipungkiri bahwa TPA Alak pasti akan terus berulang kebakarannya.
Prinsipnya, kata dia, pemerintah hadir untuk masyarakat, dan tidak pemerintah mana pun yang menginginkan masyarakatnya susah, tetapi memang terkendala berbagai hal, termasuk kesadaran masyarakat tentang etika membuang sampah pada tempat dan jam yang tepat.
"Masih banyak ditemui masyarakat yang membuang sampah sembarangan, apa lagi untuk pemilahan sampah organik dan non organik, tidak ada pemilihan dari tingkat rumah tangga, inilah kenyataan yang dilihat dan menjadi tantangan," ungkapnya.
Dia juga menambahkan bahwa ke depan pemerintah akan memperluas area pembuangan sampah. Dia meminta agar masyarakat memberikan waktu kepada pemerintah untuk melakukan penataan dan pembenahan sistem pengolahan sampah.
Sementara itu, Walhi Provinsi NTT menyebutkan bahwa Pemkot Kupang harus menjalankan perintah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.
"Ini perintah Undang-Undang yang harus dijalankan Pemerintah Kota Kupang," kata Manager Hukum Walhi NTT, Yulianto Behar Nggali Mara, Kamis (25/7).
Dikatakan Yulianto, Walhi NTT menyoroti soal penanganan dan pengelolaan sampah di TPA Alak yang harus diubah sehingga kebakaran tidak lagi terjadi. Menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 itu telah termuat poin-poin terkait penanganan dan pengelolaan sampah. Karena itu, Pemkot Kupang mesti melihat secara baik isi Undang Undang tersebut.
"Harapan kami kepada Pemkot Kupang agar bisa menjalankan perintah Undang-Undang terkait penanganan dan pengelolaan sampah secara baik di TPA Alak," pungkasnya. (r1/thi/gat/dek)