KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025 di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah usai. Pelaksanaan PPDB yang digelar secara online ini ternyata belum menyelesaikan persoalan yang ada. Masih saja ditemukan persoalan dan diadukan oleh orang tua.
Terdapat 33 laporan yang diadukan masyarakat, diantaranya 15 laporan di terima Ombudsman Perwakilan NTT dan 18 lainnya diadukan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) NTT.
Terhadap hal ini, Ombudsman NTT menggelar rapat koordinasi bersama Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) dan Disdikbud NTT di ruang rapat Ombudsman, Senin (29/7).
Rapat ini dihadiri oleh Kepala BPMP Provinsi NTT, Herdiana, dan tim serta Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Provinsi NTT, Ayub Sanam.
Rapat koordinasi ini diawali dengan pemaparan hasil pengawasan PPDB tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK Tahun 2024 oleh tim Ombudsman NTT. Hasil pengawasan ini kemudian mendapat tanggapan dari BPMP NTT dan Dinas Pendidikan Provinsi NTT.
Dalam pemaparan hasil pengawasan, ditemukan beberapa masalah yang menjadi keluhan masyarakat. Pertama, keluhan calon peserta didik mengenai akses PPDB online yang cepat penuh dalam waktu 10-15 menit.
Kedua, pengadaan seragam sekolah yang belum sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada Dinas Pendidikan dan BPMP karena telah menyiapkan teknis PPDB Tahun 2024 dengan baik.
"Kami sangat mengapresiasi persiapan yang telah dilakukan, sehingga tidak ada komplain yang berarti dan demo besar-besaran seperti tahun sebelumnya," ujar Darius.
Darius juga menyoroti masalah lain yang sering dilaporkan, yaitu tidak diperkenankannya peserta didik mengikuti ujian dan penahanan ijazah bagi mereka yang belum melunasi iuran komite. Hal ini bertentangan dengan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan yang menyatakan bahwa pungutan pendidikan tidak boleh dikaitkan dengan persyaratan akademik.
Menanggapi permasalahan tersebut, Disdikbud dan BPMP Provinsi NTT menyampaikan beberapa langkah yang akan diambil.
Pertama, Disdikbud akan membuat surat penegasan kepada semua sekolah agar mematuhi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2022 terkait pembelian seragam nasional dan pramuka. Kedua, untuk mengatasi masalah penahanan ijazah dan pelarangan mengikuti ujian, dinas pendidikan akan mencari akar masalah, terutama terkait biaya guru honor yang tidak dibiayai BOS.
Pihak Disdikbud juga telah berdiskusi dengan Kementerian Pendidikan Nasional untuk segera menerbitkan Keputusan Menteri atau Dirjen tentang koefisien pembiayaan pendidikan per siswa per tahun di setiap daerah.
Selanjutnya, dinas pendidikan akan membuat regulasi teknis terkait koefisien biaya tersebut. Dengan mengetahui angka riil pembiayaan siswa per tahun per daerah, partisipasi orang tua akan disesuaikan dengan selisih antara dana BOS dan sisa pembiayaan.
“Sekolah juga harus menetapkan kebijakan untuk membebaskan biaya sekolah bagi anak yatim piatu dan tidak mampu, sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak membayar iuran komite,” katanya.
Darius menambahkan bahwa ke-33 laporan ini langsung ditindaklanjuti selama PPDB berlangsung. "Keluhan didominasi oleh kesulitan akses aplikasi online, meskipun aplikasi ini sudah disosialisasikan kepada orang tua melalui tatap muka di sekolah," sebut Darius.
Ia juga menyebutkan khusus di SMKN Waerii, di mana seragam yang sudah terlanjur dibeli tidak bisa dibatalkan.
“Dengan koordinasi yang baik antara Ombudsman, BPMP, dan Dinas Pendidikan, diharapkan permasalahan yang muncul selama PPDB dapat segera diatasi dan kualitas pendidikan di NTT semakin meningkat,” pungkasnya. (cr6/thi/dek)