Waspadai HAP Gula Pasir dan HET Minyak Goreng
KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Provinsi NTT mengalami deflasi sebesar -0,32 persen (mtm) atau inflasi 0,85 persen (yoy) berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT Juli 2024.
Level inflasi ini terkendali dalam rentang sasaran 2,5±1 persen. Deflasi disebabkan oleh penurunan harga sejumlah komoditas hortikultura, seperti bawang merah, tomat, kangkung, cabai rawit, dan bawang putih.
Demikian disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur, Agus Sistyo Widjajati, Senin (5/8).
Secara spasial, kata Kepala BI, Waingapu dan Maumere menjadi wilayah pengukuran IHK di NTT yang mengalami inflasi, sedangkan deflasi terjadi pada tiga wilayah pengukuran IHK lainnya di mana deflasi terdalam terjadi di Kabupaten Ngada.
Agus Widjajati mengatakan, kondusifnya produksi hortikultura lokal yang diperkuat dengan masuknya pasokan dari luar menjadi penyebab deflasi Provinsi NTT.
"Panen bawang merah terpantau terjadi di Kupang Barat, Rote, dan Semau. Panen tomat terjadi di Kabupaten TTS, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Kupang," jelasnya.
Selanjutnya, kata dia, panen cabai rawit terpantau terjadi di wilayah Kabupaten Sumba Timur. Di sisi lain, pasokan kangkung dan bawang putih yang terjaga turut diperkuat dengan masuknya pasokan dari Bima, Surabaya dan Makassar.
Dari sisi cuaca, lanjutnya, kembali normalnya kondisi cuaca tanpa El Nino menjadi salah satu faktor positifnya produksi hortikultura di Provinsi NTT di bulan Juli.
Meskipun demikian, sambungnya, potensi kekeringan pada puncak musim kemarau, serta kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng rakyat dan Harga Acuan Penjualan (HAP) gula pasir, patut diwaspadai sebagai faktor pendorong inflasi ke depan.
Dia melanjutkan bahwa di sisi lain, ikan kembung, angkutan udara, dan beras menjadi penyumbang inflasi. Kenaikan harga ikan kembung didorong oleh hasil tangkapan nelayan yang berkurang di tengah gangguan cuaca pada awal bulan Juli.
"Di sisi lain, tarif angkutan udara yang meningkat didorong oleh permintaan pada periode libur tengah tahun dan peningkatan harga avtur di wilayah Provinsi NTT," tambahnya.
Sementara itu, lanjutnya, beras kembali tercatat menjadi penyumbang inflasi pasca menjadi penyumbang deflasi selama tiga bulan terakhir. Meski demikian, positifnya produksi padi pada bulan Juli pada angka sementara BPS yang tercatat tumbuh sebesar 72,68 persen (yoy), menjadi penahan laju inflasi beras yang lebih tinggi.
"TPID Provinsi NTT berkomitmen untuk senantiasa meningkatkan sinergi dan kolaborasi untuk menjaga stabilitas harga dan mendorong ketahanan pangan melalui berbagai strategi dalam kerangka 4K. Bank Indonesia bersama TPID Provinsi dan Kabupaten dan Kota, tengah merumuskan langkah strategis dalam bentuk program pengendalian inflasi di wilayah NTT untuk menjaga tingkat inflasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan," ungkapnya.
Dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi di NTT, tiga program utama telah disusun, yaitu, pembentukan pusat pangan, pangan murah keliling, dan bank benih.
"Harapannya, melalui inisiasi tiga program pengendalian inflasi tersebut, masyarakat dapat semakin merasakan kehadiran Bank Indonesia dan pemerintah dalam pengendalian inflasi, serta dapat menjadi momentum untuk kembali memperkuat pengendalian inflasi di bumi Flobamorata," pungkasnya. (thi/dek)