Perjuangan Meriance Kabu Temui Titik Terang

  • Bagikan
IMRAN LIARIAN/TIMEX PENJELASAN. Pdt. Emmy Sahertian (kanan) didampingi Merince Kabu sementara memberikan penjelasan kepada awak media di Kantor IRGSC, Selasa (6/8).

Korban TPPO 10 Tahun di Malaysia

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Meriance Kabu, korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) selama 10 tahun mulai menemukan titik terang. Hal ini karena Pengadilan Malaysia menyatakan bahwa dua orang terdakwa yaitu Ong Su Ping Serene dan Sang Yoke yang adalah majikan dan temannya telah memenuhi unsur kesalahan tindak kejahatan perdagangan orang dan pelanggaran keimigrasian, dalam persidangan Prima Facie Mahkamah Sesyen,Ampang, Kuala Lumpur, Selasa 30 Juli lalu.

Persidangan ini juga dihadiri oleh Meriance Kabu didampingi Pdt. Emmy Sahertian dari NTT didampingi tim PWNI Kementerian Luar Negeri dan para Konselor Kedutaan Besar RI untuk Malaysia serta seorang pengacara pengamat.

Pembina Komunitas Hanaf (Suara) Pdt. Emmy Sahertian kepada Timor Express di kantor IRGSC, Selasa (6/8) menjelaskan bahwa Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Mahkamah Sesyen Ampang Wan Mohd Norisham Wan Yaakob telah membacakan keputusan bersalah kepada dua terdakwa tersebut.

"Mahkamah memutuskan bahwa pihak pendakwaan telah berjaya membuktikan kesalahan prima facie bagi tuduhan terhadap keduanya di bawah UU Malaysia Akta Anti Pemerdagangan Orang dan Anti Penyelundupan Migran Malaysia A1644 (ATIPSOM) seksion 13 dan Akta Imigresen seksio 55e," jelas Pdt. Emmy.

Bahkan, Mahkamah juga memanggil kedua terdakwa ini untuk membela diri dengan tawaran 3 protokol pembelaan yakni pembelaan dengan saksi yang bersumpah, pembelaan dengan membacakan pembelaan, pembelaan melalui surat pembelaan yang harus dilakukan tantangan dan pergumulan lanjutan.

Keputusan ini, kata Pdt. Emmy, merupakan kemenangan bagi Meriance Kabu sekaligus tantangan dan pergumulan masih berlanjut karena empat dakwaan yang diajukan Jaksa, namun Pengadilan hanya menerima dua dakwaan.

"Empat dakwaan itu adalah TPPO, pelanggaran Keimigrasian, percederaan/Tortured dan percobaan pembunuhan," ungkapnya.

Yang diterima majelis hakim, kata Pdt. Emmy, adalah TPPO dan pelanggaran Keimigrasian karena dakwaan tentang percederaan serta percobaan pembunuhan tidak bisa mengahdirkan bukti meyakinkan berupa alat bukti prima atau utama yakni Tang yang digunakan untuk menyiksa secara keji dan CCTV yang bisa menjadi bukti adanya ancaman untuk membunuh korban.

"Jaksa pendakwa tidak bisa mengahdirkan dua alat bukti ini karena alat alat itu tidak ditemukan atau dihilangkan," tandasnya.

Menandai bahwa ada masalah dengan penyelidikan polisi di Malaysia yang memang tidak terlalu serius pada awalnya. Selain itu, kasus yang terendam bertahun-tahun itu menjadi bermasalah dalam pembuktian, meskipun dalam keputusan Pengadilan Pertama tahun 2017 sebelumnya adalah DNAA (Discharges Not Amounting to an Acquittal), melepaskan majikan pelakunya tapi tidak membebaskan dari hukuman, dimana sewaktu-waktu kasus ini dapat dibuka kembali.

Pdt. Emmy menambahkan bahwa dalam percakapan dengan DUBES RI untuk Malaysia, Hermono mengatakan Pemerintah Indonesia kecewa dengan keputusan ini karena dua unsur dakwaan yakni penyiksaan dan percobaan pembunuhan tidak bisa dibuktikan dan ditolak. Pengalamannya dalam kasus kasus sebelum dengan aduan TPPO dan Keimigrasian selalu kalah, padahal korban sudah mengalami penyiksaan keji bahkan meninggal.

Hal positif adalah kasus ini berhasil hingga Mahkamah Sesyen prima facie. Karena itu, Pemerintah Indonesia melalui PWNI Deplu akan mengawal penuh kasus ini hingga keputusan akhir dimana mereka meminta Mariance untuk tetap kokoh dalam mencari keadilan bersama negara.

Menurut Pdt. Emmy, perjalanan Pengadilan di Malaysia masih beberapa langkah lagi. Pergumulan lain adalah bahwa kasus ini juga belum diselesaikan secara tuntas di NTT yaitu tidak tersentuh hukum PT. Malindo, masih ada dua DPO yang belum tertangkap Polda NTT dan salah satu pelaku yang mengurus administrasi keimigrasian masih bebas.

Sementara Meriance Kabu mengaku tidak akan memaafkan majikannya. Dia juga berkomitmen terus berjuang untuk mendapatkan keadilan.

"Saya tidak pernah maafkan majikan saya," tegasnya. (r1/gat/dek)

  • Bagikan