KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Kasus tercemarnya Laut Timor akibat ledakan sumur minyak di Blok Atlas Barat, lepas pantai Australia yang dioperasikan PTTEP Australasia memasuki usia 15 tahun. Sejak meledak pada 21 Agustus 2009 silam, hingga kini, kasus ini belum tuntas.
Berbagai upaya melalui perjuangan dan advokasi telah dilakukan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) dan jaringannya. Titik terang penyelesaian kasus ini sempat hadir lewat kemenangan atas gugatan class action yang dilakukan petani rumput laut asal Rote Ndao terhadap PTTEP di Pengadilan Federal Australia.
Pengadilan Federal Australia dalam putusannya meminta operator pengeboran minyak lepas pantai, dalam hal ini PTTEP, melakukan ganti rugi terhadap petani rumput laut dan nelayan di NTT yang terdampak dan mengalami kerugian.
PTTEP, perusahan minyak asal Thailand, mau tak mau harus memenuhi putusan pengadilan tersebut. PTTEP kemudian menguasakan proses ganti rugi itu melalui Maurice Blackburn Lawyers, sebuah firma hukum di Benua Kanguru itu.
Maurice Blackburn Lawyers kemudian bekerjasama dengan bank Pemerintah Indonesia, yakni BRI untuk menyalurkan dana ganti rugi ini. Ternyata proses ini menuai masalah.
YPTB pimpinan Ferdi Tanoni menilai proses ini tidak transparan. Mereka yang menerima ganti rugi juga ada yang tak tepat sasaran. Ferdi kemudian menyurati pihak Maurice Blackburn Lawyers, Pemerintah Provinsi NTT, dan Pemerintah RI di Jakarta.
Ferdi Tanoni bereaksi karena dia tak mau apa yang diperjuangkannya selama ini tidak membawa keadilan bagi nelayan dan petani rumput laut yang terdampak di 13 kabupaten dan kota di wilayah pesisir NTT.
Ferdi kepada media ini mengaku kecewa karena pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun pusat sepertinya setengah hati dalam menuntaskan petaka pencemaran Laut Timor ini.
Ferdi kemudian menulis seruan moral, baik melalui media mainstream maupun akun media sosialnya. Lewat media ini, Ferdi mengetuk nurani para pemangku kepentingan untuk benar-benar peduli dan serius mengurus rakyat NTT, khususnya ribuan nelayan dan petani rumput laut korban petaka Montara.
Salah satu yang dipersoalkan Ferdi adalah adanya kecurangan dalam proses ganti rugi oleh PTTEP melalui Maurice Blackburn Lawyers kepada para korban Montara, dalam hal ini petani rumput laut dan nelayan NTT.
Dalam seruan moral itu, Ferdi membeber fakta seorang petani rumput laut asal Dusun III Bokoralean, Desa Daiama, Kecamatan Landu Leko, Kabupaten Rote Ndao, Jahja Boelan, yang terserang stroke lalu meninggal pada Mei 2024, lantaran diduga kecewa terhadap proses ganti rugi yang tak adil atau pantas itu.
"Bagaimana harga rumput laut dalam ganti rugi Kasus Montara hanya senilai Rp 11.300/Kg. Atas fakta ini, kami, Ferdi Tanoni, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) selaku Representasi dan Otoritas Pemerintah RI khusus dalam penyelesaian kerugian sosial ekonomi masyarakat terhadap Kasus Tumpahan Minyak Montara tahun 2009 hingga saat ini, telah melaporkan, baik berupa surat dan pesan WhatsApp kepada pihak Pemerintah Provinsi NTT di Kupang dan Pemerintah Pusat di Jakarta, namun hasilnya sama dengan nihil alias tidak ada," sesal Ferdi.
Ferdi kemudian mengutip media yang menyebut bahwa kematian Jahja Boelan itu dibenarkan Heber Ferroh, kepala desa setempat. Sang Kades tak menampik kalau Jahja Boelan meninggal akibat kecewa begitu mengetahui harga ganti rugi rumput laut dari Maurice Blackburn dan BRI sangatlah rendah. "Almarhum sempat terjatuh di Gereja Ebenhaezer Doao yang menjadi tempat penyaluran dana kompensasi Kasus Montara," kutip Ferdi.
Ferdi meminta Pemerintah RI untuk serius menuntaskan persoalan ini. "Di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat dan merdeka ini, sudah seharusnya kasus dugaan penipuan yang dilakukan oleh PTTEP di Bangkok bersama Maurice Blackburn, dan BRI diproses hingga selesai, bukannya terus digantung hingga usia persoalan ini berusia 15 tahun saat ini," tandas Ferdi.
Ferdi juga meminta rakyat NTT di 13 kabupaten/kota terdampak pencemaran di Laut Timor untuk tetap kuat karena upaya mencari keadilan atas kasus ini akan terus diperjuangkan YPTB. (aln)