Warga Berperan Dalam Mengelola Keuangan Desa

  • Bagikan
IST BERSAMA. Dosen Pendamping Lapangan KKN-T FISIP Unwira, Imanuel Kosat (kiri) pose bersama Camat Nagawutung, Kades dan mahasiswa KKN-T FISIP Unwira di kantor Desa Idalolong, Senin (19/8).

PkM Dosen Fisip Unwira Kupang di Desa Idalolong

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang terus berupaya untuk bantu menyelesaikan persoalan masyarakat melalui program Pengabdian kepada Masyarakat. Seperti halnya yang dilakukan Emanuel Kosat, Dosen Pendamping Lapangan (DPL) Kuliah Kerja Nyata-Tematik (KKN-T) di Desa Idalolong, Kabupaten Lembata, Senin (19/8).

Selain mendampingi anak didiknya, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini juga memberikan pendampingan dan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya keterlibatan masyarakat dalam mengawasi pengelolaan keuangan desa.

Animo masyarakat dalam kegiatan ini ini tinggi. Peserta kegiatan tergabung dari elemen supra-desa dan para mahasiswa KKN-T. Berbagai pertanyaan dilontarkan dalam sesi diskusi.

Emanuel Kosat, menjawab tantangan desa Idalolong tentang problem pengelolaan anggaran desa melalui partisipasi kewargaan.

Pokok pikiran dikemas dalam beberapa sub-topik bahasan untuk menjelaskan setiap isu secara lebih terfokus dan spesifik. Ia menyoroti otonomi desa sebagai isu sentral namun demikian memicu problem.

“Otonomi desa adalah ideal dasar tetapi sekaligus menampilkan problem. Mengapa begitu? Otonomi desa sekali waktu bisa menjadi problem baru jika penatakelolaan warga desa dibiarkan bekerja sendiri tanpa support system. Pada bagian ini desa tercerabut dari penanda kemandiriannya menuju kesendirian dan kesepian,” ujar peneliti Center for East Indonesian Studies, FISIP Unwira itu.

Lebih lanjut, isu pilkada dilihat dalam dimensi ekonomi politik. Dengan munculnya bandit politisi dapat mengancam otonomi warga di desa. Praktik klientalistik potensial mengekang dan mendistorsi hak-hak politik warga desa pada konsensus kekuasaan.

Dorongan politik yang berwatak kapitalis mencari mangsa ke desa dengan ilusi demagogis elite melalui politik quid pro quo alias ‘sesuatu untuk sesuatu,’ dan motif do ut des. Warga dibanjiri janji-janji dan ilusi kesejahteraan untuk mengklaim kepentingan politik pragmatis elite. Karena itu, ia turut memperluas kesadaran kolektif warga untuk mengambil jalan protes sosial, yaitu perbanditan yang positif sebagai counterclaim terhadap hegemoni kuasa.

Diskursus mengerucut pada resep Bumdes dalam paradigma mengubah masalah menjadi resources desa. Prinsip mengoperasionalkan Bumdes dalam kerangka keegaliteran yang berbasiskan member-based. Dengan inisiatif konsisten dari warga perwujudan kemandirian desa terwujud.

Bumdes tidak semata-mata untuk mengejar profit namun memperoleh manfaat sosial serta manfaat lainya, yaitu semangat gotong royong, inisiatif, pelestarian lingkungan hidup dan karena itu Bumdes sebagai institusi sosial yang memfasilitasi warga desa, bukan semata-mata unit bisnis.

“Itulah entitas kepemilikan kolektif tanpa relasi kelas,” katanya.

Diskusi ditutup dengan penandatanganan berita acara dan komitmen melanjutkan kerja sama melalui dokumen Perjanjian Kerja Sama antara FISIP Unwira dan Pemerintah Desa Idalolong dengan surat bernomor: 04/WM.H4.FISIP/PKS/VIII/2024.

Kepala Desa Idalolong, Stefanus Koli Atawolo menyambut proaktif dan menyatakan pada prinsipnya pemerintah desa siap untuk menjadikan perguruan tinggi sebagai elemen support system dalam rangka partisipasi kewargaan di desa.

“Terima kasih kepada institusi FISIP Unwira,” pungkasnya. (cr6/thi/dek)

  • Bagikan