Butuh Kerja Sama Perangi People Smuggling

  • Bagikan
IMRAN LIARIAN/TIMEX FGD. Christian Penna dari Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham NTT sementara memberikan penjelasan dalam kegiatan FGD di Hotel Sylvia, Rabu (28/8).

Libatkan Staheolder Terkait, Polda NTT Gelar FGD

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Kerja sama antara seluruh pihak terkait sangat penting dalam mengatasi kasus People Smugling atau penyelundupan manusia di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini menjadi fokus utama dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Polda NTT bertempat di Hotel Syilvia, Rabu (28/8).

Kegiatan FGD ini dibuka secara resmi oleh Direktur Intelkam Polda NTT, Kombes Pol. Surisman.
FGD mengusung tema peran stakeholder dalam rangka penanganan People Smuggling. Di sela kegiatan tersebut, Kombes Pol. Surisman menekankan pentingnya dukungan dan kerja sama dari semua stakeholder untuk mengatasi permasalahan ini secara bersama-sama.

"Harapan kami agar kegiatan ini dapat membawa dampak positif, mendorong sinergitas yang baik dalam penanganan People Smuggling dan menciptakan kerja sama yang solid antara semua pihak terkait," ungkap Kombes Pol. Surisman.

Dikatakan bahwa tujuan dari FGD tersebut adalah untuk memberikan penyadaran mengenai dampak dan risiko hukum yang akan dihadapi oleh pelaku people smuggling, terutama warga lokal serta menjadikannya sebagai mitra dalam penanganan masalah tersebut.

Menurut Kombes Pol. Surisman, perkembangan teknologi dan informasi yang pesat saat ini telah meningkatkan proses migrasi antarnegara justru berdampak pada meningkatnya kasus People Smuggling di Indonesia.

Provinsi NTT dengan kondisi geografisnya yang berupa kepulauan dan kedekatannya dengan negara lain juga menjadi daerah transit bagi migran menuju negara tujuan. Selain itu, ketidaktahuan masyarakat lokal mengenai kejahatan People Smuggling dan kebutuhan ekonomi juga menjadi faktor pendorong meningkatnya kasus tersebut.

Sehingga, katanya, masyarakat lokal sering kali terlibat dalam penampungan sementara dan penyebrangan imigran dengan imbalan tertentu. Pola migrasi ilegal ini dikhawatirkan dapat memicu munculnya masalah keamanan, seperti kejahatan lintas negara dan kejahatan transnasional terorganisir.

Karena itu, partisipasi aktif dari semua pihak sangat penting dalam mengatasi masalah ini. Sehingga, melalui FGD ini maka diharapkan dapat mengembangkan gagasan bersama untuk meminimalisir bahkan mencegah peningkatan kasus People Smuggling di NTT guna terciptanya situasi kamtibmas yang lebih kondusif dan mendukung program pemerintah menuju Indonesia Emas 2045.

"Semoga kegiatan ini dapat menghasilkan solusi yang efektif dan memperkuat kerja sama antara berbagai pihak dalam menangani masalah People Smuggling di wilayah NTT," harapnya.

Untuk diketahui, dalam FGD tersebut menghadirkan empat narasumber yaitu Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham NTT, Christian Penna, Kepala Seksi Penempatan Pembinaan dan Pemagangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Provinsi NTT, Ketut Supiastra.
Sementara narasumber dalam kegiatan ini berasal dari International Organization for Migration (IOM), Stevani Sri Mutarti dan Kasubdit IV Renakta Polda NTT, AKBP Margarita Sulabesi.

Materi pertama disampaikan oleh Christian Penna. Chrisian Penna mengatakan potensi ancaman seperti narkoba, penyelundupan manusia perlu diantisipasi. Karena itu, perlu kerja sama yang baik. Penyelundupan manusia, katanya, sering terjadi lewat jalur laut. Inilah hal yang perlu diantisipasi bersama.

"Kita melakukan upaya preventif yaitu pertukaran informasi, kerja sama teknis dan pelatihan, penyuluhan hukum kepada masyarakat, menjamin kualitas dan keabsahan dokumen perjalanan dan mencegah pembuatan secara melawan hukum. Upaya represif yaitu penyidikan Keimigrasian terhadap pelaku tindak pidana TPPO," jelasnya.

Kemudian, Ketut Supiastra menjelaskan tentang peran pemerintah dalam penanganan People Smuggling di NTT. Penyebab tenaga kerja non-prosedural ini, katanya, akibat faktor ekonomi yang sulit.

Selain itu, masalah lain yang sering ada yakni janji gaji tinggi dan pekerjaan mudah tanpa melalui prosedur resmi. Inilah yang menarik banyak orang untuk terlibat dalam kasus Poeple Smuggiling.

Dia juga menyinggung soal lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Keterbatasan pengawasan di pelabuhan juga menjadi penyebab sehingga membuka celah bagi pelaku Pepole Smuggling untuk menjalankan aksinya. Karena itu, perlu kerja sama yang baik sehingga dapat menangani kasus People Smuggling.

Sementara dari narasumber dari IOM, Stevani Sri Mutarti menjelaskan bahwa pengungsi yang ada di Kota Kupang ini sudah hampir 10 tahun. Para pengungsi ini tinggal di Hotel Ina Boi, Lavender dan Kupang Inn. Pihaknya juga berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendukung pendidikan formal anak-anak pengungsi yang kini ada di Kota Kupang.

"Kami tetap mendukung pendidikan yang inklusi sesuai dengan kurikulum merdeka," ungkapnya.

Upaya kohesi sosial dengan membangun keharmonisan antara pengungsi dan masyarakat lokal. Saat ini, jumlah pengungsi luar negeri yang ada di Kota Kupang sebanyak 171 orang.

Sementara Kasubdit IV Renakta Polda NTT, AKBP Margarita Sulabesi menjelaskan tentang dampak hukum bagi pelaku tindak pidana People Smuggling berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 120 ayat 1.

Semua penanganan kasus People Smuggling dari lima kasus yang ada, kini tertinggal dua kasus yang belum selesai dan belum disidangkan.

"Pelaku tindak pidana People Smuggling tidak ada pelaku tunggal ada yang membantu sehingga kami terapkan Pasal 55 KUHP atau turut serta," ungkapnya.

Penyebab kasus People Smugling, umumnya para pelaku terkendala faktor ekonomi. Penyelundupan manusia atau People Smuggling selama ini selalu melalui jalur laut Rote.

"Strategi yang kami lakukan yaitu mendeteksi dan melakukan pencegahan. Kami tidak bekerja sendiri melainkan ada juga dengan pihak terkait lainnya," pungkasnya. (r1/gat/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version