Pengusaha Jatim Tolak Usulan Tarif Kepelabuhanan Baru

  • Bagikan
AHMAD KHUSAINI/JAWA POS DIKHAWATIRKAN BIAYA TINGGI: Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak beberapa waktu lalu. Kementerian Perhubungan berencana merumuskan tarif jasa pelabuhan tanpa melibatkan asosiasi usaha.

SURABAYA,TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Pengusaha Jawa Timur (Jatim) merespons rencana Kementerian Perhubungan dalam merumuskan tarif jasa kepelabuhanan. Pelaku usaha menganggap mekanisme penentuan yang diusulkan bakal kontraproduktif terhadap visi pemerintah. Yakni, menurunkan beban logistik tanah air.

Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto mengungkapkan, RPM (rancangan peraturan menteri) tarif kepelabuhanan yang diwacanakan menteri perhubungan nantinya menggantikan PM Perhubungan 121/2018. Padahal, aturan tersebut merupakan produk kebijakan yang sangat baik bagi industri logistik.

Menurut PM 121/2018, rencana kenaikan tarif harus melibatkan asosiasi di kepelabuhanan. Aturan itu menyimpan semangat kolaborasi yang baik.

"Tapi, kenapa malah ada usulan untuk menghilangkan mekanisme tersebut?," katanya kemarin (27/8).

Dia menegaskan, jika rencana aturan direalisasikan, badan usaha pelabuhan (BUP) bisa menaikkan tarif semaunya sendiri. Dampaknya, biaya logistik mahal. Hal itu tidak senapas dengan semangat pemerintah untuk menurunkan logistic cost di Indonesia.

Ketua INSA Surabaya Steven Lesawengen menjelaskan, perubahan yang direncanakan melepas asosiasi pengusaha dalam memajukan dunia kepelabuhanan. Karena itu, pihaknya setuju dengan Kadin untuk mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo. Juga melakukan hearing dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ketua GPEI Isdarmawan Asrikan menegaskan, peranan logistik sangat penting dalam perekonomian nasional. Sebab, logistik masuk dalam ekosistem yang menentukan harga barang di tangan konsumen.

"Di wilayah Indonesia Timur, sebagian besar melalui Tanjung Perak. Baik ekspor, impor, maupun perdagangan dalam negeri. Kalau ternyata tarifnya tak terkendali, kita kehilangan daya saing," jelasnya.

Sejauh ini, lanjut dia, peran industri dalam ekspor Jatim sangat besar. Angkanya mencapai 90 persen dari total ekspor Jatim. Sebanyak 70 persen bahan baku produksi industri dalam negeri diimpor dari luar negeri.

"Kalau tidak dikendalikan, akan liar. Dan, kami harus memberikan masukan agar Indonesia lebih maju," tutur Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan GINSI Jatim Medy Prakoso. (bil/c14/dio/thi/dek)

  • Bagikan