Pendaftaran Merek Ditolak, Uang Tak Kembali

  • Bagikan
IMRAN LIARIAN/TIMEX PENJELASAN. Para narasumber sementara memberikan penjelasan dalam kegiatan diskusi strategi kebijakan hukum dan HAM bertempat di aula Kanwil Kemenkumham NTT, Rabu (4/9).

Keluhan Pelaku Usaha Saat Diskusi Strategi Kebijakan Hukum dan HAM

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) NTT menggelar kegiatan diskusi terkait strategi kebijakan hukum dan HAM. Kegiatan diskusi ini mengusung tema evaluasi dan analisis dampak kebijakan pendaftaran merek yang berlangsung secara daring dan luring dan diikuti secara luring ini oleh jajaran Kanwil Kemenkumham di seluruh Indonesia.

Peserta lainnya yakni pelaku usaha, mahasiswa dan masyarakat. Kegiatan secara daring bertempat di aula Kanwil Kemenkumham NTT, Rabu (4/9). Kegiatan ini menghadirkan empat orang narasumber masing-masing Kabid HAM Kanwil Kemenkumham NTT, Mustafa Beleng, Analis Hukum Ahli Pertama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Hadi Nurcahyo, Koordinator Pusat Layanan Pengembangan Kapasitas Legislative Drafting dan Anti Korupsi (PLKLDAK) Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Darius Mauritsius dan Kabid Ekonomi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT, Johny Rohi.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan (BSK) Hukum dan HAM, Y. Ambeg Paramarta. Dalam arahannya, Y. Ambeg Paramarta mengatakan bahwa mengemban amanah dari BSK Hukum dan HAM tersebut Kanwil Kemenkumham diberikan sejumlah tugas, yaitu analisis dan evaluasi terhadap kinerja implementasi kebijakan dan kinerja hasil atau manfaat yang dirasakan oleh publik.

Hal ini sejalan dengan mandat Permenkumham Nomor 28 Tahun 2023, BSK Hukum dan HAM bertugas untuk menyelenggarakan perumusan, penyusunan, dan pemberian rekomendasi strategi kebijakan di bidang hukum dan HAM.

“Kegiatan analisis kebijakan yang dilakukan Kanwil Kemenkumham merupakan kegiatan yang sangat penting dan strategis bagi kebijakan yang telah diterapkan di seluruh Kanwil Kemenkumham,” ungkapnya.

Pada tahun 2024 ini, kata Y. Ambeg Paramarta, Kanwil Kemenkumham NTT telah menyelesaikan Analisis dan Evaluasi Dampak Kebijakan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek sebagaimana yang Telah Diubah dengan Permenkumham RI Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Permenkumham Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek.

Analisis kebijakan yang diambil oleh Kanwil Kemenkumham NTT, bertujuan untuk mengukur dan melihat bagaimana sebuah kebijakan itu dirasakan oleh masyarakat sebagai penerima manfaat. Karena itu, perlu dilakukan analisis terhadap Permenkumham tersebut untuk dilakukan perbaikan atau penyempurnaan.

"Ini tentu menjadi bahan bagi BSK Kumham untuk melakukan meta analisis berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Kanwil,” ungkapnya.

Pendaftaran merek ini sangat penting, dengan memiliki merek yang terdaftar maka pemilik bisnis memiliki hak hukum untuk melarang pihak lain menggunakan merek yang sama atau mirip untuk produk atau jasa serupa. Selain itu, pendaftaran merek dapat meningkatkan reputasi barang atau jasa yang dihasilkan di mata konsumen sehingga dapat mendukung peningkatan nilai aset maupun kemudahan pemasaran produk.

Ambeg menambahkan bahwa dalam penerapan kebijakan membutuhkan evaluasi untuk mengetahui kendala penerapannya, sehingga membantu dalam pengambilan kebijakan selanjutnya.
Karena itu, diskusi ini diharapkan tidak sekedar memaparkan hasil analisis, tetapi dapat juga memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, terutama pelaksana dan sasaran kebijakan terkait kebijakan sehingga memberikan dampak terhadap peningkatkan ekonomi masyarakat.

Selanjutnya penjelasan dari empat narasumber.3 narasumber hadir secara langsung dan 1 narasumber secara daring. Pada kesempatan itu, Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat, Reformasi Birokrasi dan Teknologi Informasi (HRBTI), Dian Lenggu, sebagai moderator memandu jalannya kegiatan diskusi.

Kepala Bidang HAM, Mustafa Beleng dalam materinya menjelaskan hasil analisis evaluasi dampak kebijakan Permenkumham Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pendaftaran Merek.

Dijelaskan, sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2019, banyak pemohon yang memasukan surat keterangan UMK, namun tidak memuat keterangan yang lengkap untuk pengajuan permohonan pendaftaran merek. Karena itu, pada tahun 2023 Dirjen KI mengeluarkan Surat Edaran Nomor HKI.4-TI-04.01 Tahun 2023 tentang Permohonan Pendaftaran Merek dengan Fasilitas UMK yang bertujuan untuk memberikan petunjuk bagi UMK yang ingin mendapatkan fasilitas pendaftaran merek dengan biaya yang lebih murah.

Dalam pelaksanaannya, kata Mustafa terdapat kendala bagi UMK yang bukan merupakan binaan dari dinas-dinas tersebut, sehingga beberapa pelaku UMK mengalami kesulitan untuk mendapatkan surat keterangan atau rekomendasi dari dinas.

"Beberapa kasus Kanwil kementerian Hukum dan HAM NTT melalui Sub Bidang KI melakukan fasilitasi antara pemohon dengan dinas-dinas tersebut sehingga Pemohon bisa mendapatkan surat Keterangan/Rekomendasi yang dibutuhkan untuk melakukan Pendaftaran," jelasnya.

Sementara Analis Hukum Ahli Pertama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Hadi Nurcahyo menjelaskan tentang prosedur pendaftaran merek dengan beberapa langkah yakni pengajuan permohonan, pemeriksaan formalitas, pengumuman, pemeriksaan substantif, dan penerbitan sertifikat.

Terkait biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) untuk permohonan pendaftaran merek yang diajukan oleh UMK secara online per kelas adalah Rp 500.000. Sedangkan, biaya PNBP yang diajukan oleh umum sebesar Rp 1.800.000.

Koordinator Pusat Layanan Pengembangan Layanan Legislative Drafting dan Anti Korupsi (PLKLDAK) Undana Kupang, Darius Mauritsius, mengatakan bahwa perlu adanya penyaringan kembali UMKM yang telah mendapatkan binaan dari Pemerintah Daerah dengan yang mandiri.

"Penerapan biaya PNBP untuk produk yang sama seharusnya tidak ada perbedaan," ujarnya.

Kegiatan analisis dan evaluasi Permenkumham Nomor 67 Tahun 2016, kata Darius, kebijakan ini dapat diturunkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) yang mendukung UMKM dalam kaitannya mempermudah pendaftaran merek.

Sedangkan Kabid Ekonomi Kreatif Dinas Parekraf Provinsi NTT, Johny Rohi dalam materinya menjelaskan rancangan akhir RPJN 2025-2045 dengan tema pembangunan provinsi wilayah Bali-Nusa Tenggara Superhub Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nusantara Bertaraf Internasional.
Pembangunan 20 tahun ke depan mengalami perubahan, harus dilakukan transformasi, termasuk transformasi ekonomi, untuk mewujudkan Flobamorata mandiri, maju dan berkelanjutan menuju Indonesia emas 2045.

"Transformasi ekonomi yang dilakukan harus didukung kolaborasi semua pihak,"ujarnya.

Pentingnya lima aspek yang saling bersinergi yakni Pemerintah, Komunitas, Bisnis, Media dan Akademik. Pemerintah telah memfasilitasi usaha pariwisata dan ekonomi kreatif dengan memberikan pelatihan pemasaran digital serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produk kreatif melalui bimbingan teknis dan mentoring.

"Semoga dalam pengurusan merek ini ada berkaitan dengan perizinan lainnya seperti Halal," harapnya.

Penanya lainnya yaitu Ibu Nova dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTT, mengaku banyak pelaku usaha yang ingin mendaftarkan mereknya, hanya ada pelaku usaha yang menanyakan biaya pendaftaran merek yang terbilang besar (Rp 500 ribu).

Dia mengusulkan apakah pihak Kemenkumham melihat kembali agar merubah besaran tarif pendaftaran merek.

Sementara Sherly Irawati Soesilo, salah satu pelaku usaha yang mengikuti secara luring dari Kabupaten Sikka, mengaku banyak kendala ketika mendaftarkan merek.

" Kami mendaftar merek, kemudian ditolak dan uang kami tidak bisa kembali. Kami mohon ada kebijakan untuk kami karena bayar Rp 500 ribu itu kami sudah setengah mati. Bagaimana, apakah bisa diturunkan. Kami mohon kebijakan untuk hal ini," ungkapnya.

Produk yang akan didaftar ditolak, Analis Hukum Ahli Pertama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Hadi Nurcahyo, menjelaskan bahwa adanya persamaan Merek dengan Merek yang telah terdaftar. Selain itu, kurangnya berkas kelengkapan seperti surat rekomendasi UMK dari dinas terkait.

Hardi juga menyampaikan bahwa Merek dengan nama yang sama namun berada pada kelas Merek yang berbeda masih bisa didaftarkan. Apabila Merek yang diajukan berada pada kelas barang/jasa yang berbeda dan tidak saling berkaitan, kecuali terhadap Merek terkenal.

Pembahasan terkait penghapusan merek, Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memberikan langkah hukum bagi pihak ketiga yang berkepentingan terhadap Merek terdaftar yang tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, yaitu dengan mengajukan gugatan penghapusan atas Merek terdaftar ke Pengadilan Niaga.

"Secara prinsip dalam merek sebenarnya prinsip teritory bahwa suatu merek dilindungi di negara dimana merek tersebut dikeluarkan," pungkasnya. (r1/gat/dek)

  • Bagikan