KPU Kaji Kemungkinan Pangkas Waktu Tahapan
JAKARTA,TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Waktu pelaksanaan pilkada ulang di daerah dengan calon tunggal jika kotak kosong menang disepakati berlangsung pada 2025. Kesepakatan itu dicapai dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi II DPR Jakarta yang berlangsung hingga Selasa (10/11) malam.
Baik KPU, pemerintah maupun DPR punya pendapat yang sama. Yakni, pilkada harus segera digelar tanpa perlu menunggu lima tahun kemudian.
Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia menjelaskan, jika digelar 2029, ada konsekuensi terjadinya kekosongan jabatan kepala daerah definitif yang lama. Di sisi lain, kewenangan penjabat (PJ) kepala daerah sangat terbatas.
Nah, jika itu dibiarkan, pihaknya khawatir jalannya pembangunan di daerah tidak optimal. Untuk itu, pilkada ulang harus digelar secepatnya.
"Jadi, kita putuskan paling lambat satu tahun (2025)," ujarnya.
Dengan demikian, pilkada ulang disiapkan untuk dihelat maksimal November 2025. Meski secara prinsip sudah disepakati waktunya, implikasi teknis dari kesepakatan itu masih akan dibahas lebih lanjut. Sebab, jika digelar di 2025, ada sejumlah dampak.
Yang pertama potensi daerah yang bersangkutan tidak mampu membiayai dana pelaksanaan pilkada. Selain faktor ruang fiskal terbatas, rata-rata Rancangan APBD 2025 akan disahkan dalam waktu dekat.
Implikasi kedua adalah, apakah masa jabatan kepala daerah terpilih hanya berjalan empat tahun atau tetap lima tahun. Jika lima tahun, daerah tersebut dipastikan tidak bisa mengikuti pilkada serentak 2029. Namun jika empat tahun, ada potensi melanggar hak masa jabatan.
Implikasi lain waktu tahapan yang terbatas. Jika mengacu tahapan pada umumnya, persiapan pilkada membutuhkan waktu 11 bulan. Nah, jika Pilkada 2024 menuntaskan sengketa di Mahkamah Konstitusi pada Februari atau Maret 2025, waktu yang tersedia tidak mencapai 11 bulan. Untuk membahas lebih lanjut, Komisi II telah menjadwalkan rapat lanjutan.
"Nanti kita lanjutkan 27 September untuk draf PKPU-nya," jelasnya.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, jajarannya akan menyiapkan opsi-opsi alternatif untuk menyiasati hambatan teknis. "Kami melakukan simulasi terlebih dahulu," ujarnya.
Untuk tahapan, misalnya, pihaknya akan mengkaji opsi memangkas waktu 11 bulan. Beberapa tahapan yang bisa dipadatkan di antaranya waktu kampanye. "Ketika kampanye 30 hari konsekuensinya seperti apa atau 45 hari seperti apa. Sekarang kan (kampanye) 60 hari," jelasnya. (far/ttg/jpg/rum/dek)