BRIN, Undana dan UKAW NSFM Riset NSFM di Pesisir RI-RDTL

  • Bagikan
IST PREPS BRIN bekerjasama dengan Worldfish-Center dan peneliti UNDANA serta UKAW Kupang gelar riset NSFM di wilayah perbatasan RI-RDTL.

Kembangkan Ekonomi Masyarakat Perbatasan

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkular (PREPS)-BRIN bekerja sama dengan Worldfish-Center dan peneliti dari Universitas Nusa Cendana (UNDANA) serta Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang gelar riset Nutrient Sensitive to Fisheries Management (NSFM) di Desa Kenebibi dan Silawan yang berada di perbatasan Indonesia dan Timor Leste (RI-RDTL).

Riset ini dipimpin oleh Prof (ris) Dr. Sonny Koeshendrajana dengan tujuan menginisiasi sebuah pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara kolaboratif.

“Masyarakat pesisir selayaknya terhindar dari kasus-kasus gizi buruk atau terhambatnya pertumbuhan anak (stunting) karena dekat dengan sumber daya laut bergizi tinggi seperti ikan, kekerangan, udang, rumput laut dan lain sebagainya. Namun kenyataannya kasus stunting masih kerap kali terjadi pada wilayah pesisir,” ungkap Prof Sonny.

Dikatakan, data Dinas Kesehatan Kabupaten Belu pada bulan Februari 2024, jumlah anak menderita stunting (BB/TB) di Desa Kenebibi mengalami peningkatan, dari 7 anak tahun 2023 menjadi 28 anak tahun 2024 atau 11,6%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata Kabupaten Belu (11,3%). Jumlah anak yang menderita gizi buruk dan gizi kurang masing-masing 36 anak dan 55 anak. Sementara itu, di Desa Silawan dari 300 anak balita sekitar 30% anak dengan status gizi kurang, diantaranya 43 anak menderita stunting.

Beberapa alasan mendasar yang menyebabkan terjadinya persoalan stunting seperti kurangnya pengetahuan dan kebiasaan makan yang belum memenuhi anjuran. “Bahkan mereka menghindari sejumlah makanan dari laut bagi ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak dibawah usia dua tahun,” katanya.

Terhadap persoalan yang dialami masyarakat, beberapa kegiatan intervensi dalam kerangka model pengelolaan perikanan yang sensitif terhadap isu gizi. Pada aspek produksi dan pasar model NSFM mengintroduksi budidaya teripang berbasis masyarakat, pengelolaan sumberdaya cumi dan restorasi ekosistem mangrove. Pada aspek konsumsi rumah tangga, model ini meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya makanan dari laut sebagai sumber gizi.

Pada kegiatan yang digelar tersebut, tim menghadirkan dua pemateri yakni Dr. Sigit A.P. Dwion, Dr. Sugeng Hari Wisudo ahli penangkapan ikan dari IPB, ahli restorasi mangrove A Tomi P.W dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).

Kegiatan lainnya adalah workshop restorasi ekosistem mangrove yang bertujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat dan stakeholder mengenai arti penting dan hal-hal teknis yang perlu diperhatikan.

“Restorasi mangrove penting untuk meningkatkan daya dukung lingkungan dan sumber daya perikanan serta ketahanan wilayah pesisir dari gelombang besar yang dapat menyebabkan abrasi. Sayangnya pengetahuan tentang restorasi mangrove masih terbatas, sehingga upaya-upaya yang dilakukan sebelumnya selalu gagal,” ujarnya.

Peningkatan pengetahuan tentang gizi makanan laut dilakukan melalui beberapa cara. Mulai dari sosialisasi hasil analisis zat gizi makanan laut secara tatap muka, khususnya yang berasal dari hasil makameting, oleh Mewa M.S. dari PREPS-BRIN, sampai dengan pencetakan materi dalam bentuk poster dan kalender.

Berbagai makanan laut dari makameting yang banyak dilakukan oleh masyarakat setempat diketahui mengandung protein, vitamin dan mineral yang tinggi, dan lemak rendah seperti ikan nepe (julung-julung), bete-bete (pepetek), naan etu (ikan sembilang), Kokorek (siput laut), rumput laut (latu us).

“Hasil analisis juga menunjukkan kadar arsenic/mercury dalam makanan laut masih kecil, sehingga aman dikonsumsi,” sebutnya.

Bupati Kabupaten Belu, dr. Agustinus Taolin, menyebut bahwa budidaya Teripang sangat potensial dan perlu didukung oleh dinas-dinas terkait. Selain karena nilai ekonomisnya yang tinggi, teripang juga ternyata mengandung berbagai zat gizi penting yang sangat dibutuhkan.

Kegiatan percontohan oleh BRIN perlu dikembangkan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Belu dengan memanfaatkan lahan-lahan yang dimiliki oleh pemerintah seperti lahan tambak yang ada di wilayah Teluk Gurita.

Pengembangan budidaya teripang juga sangat penting karena Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT tengah mencari solusi terkait kasus-kasus nelayan lintas batas dalam mencari sumberdaya teripang sampai ke wilayah Australia khususnya para nelayan yang berasal dari Rote.

Sekretaris Dinas KP Provinsi NTT, Stefania T. Boro, menyebut budidaya teripang menjadi salah satu prioritas pemerintah daerah sehingga apa yang dilakukan oleh BRIN di Belu dapat menjadi terobosan untuk mengakhiri banyaknya nelayan NTT yang tertangkap di perairan Australia.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu, drg. Maria Ansilla F. Eka Mutty, menilai informasi mengenai berbagai kandungan gizi makanan laut yang diungkap oleh tim BRIN dkk dapat menjadi landasan bagi penyusunan menu diet program makan gratis yang menjadi unggulan presiden terpilih.

“Makanan laut selama ini hanya identik dengan ikan, padahal ternyata terdapat berbagai jenis rumput laut yang kaya akan vitamin dan mineral. Termasuk berbagai jenis teripang yang selama ini kurang mendapat perhatian meski secara tradisional telah dikonsumsi oleh masyarakat lokal,” katanya.

Kepala PREPS-BRIN Umi Karomah Yaumidin, Ph.D berharap bahwa hasil kegiatan riset dapat dimanfaatkan dan berbagai kegiatan intervensi yang telah dilakukan dapat dilanjutkan oleh berbagai pihak termasuk pemerintah daerah baik di level provinsi maupun kabupaten.

Oleh karena itu kerjasama antar lembaga perlu diperkuat dan menjadi kunci untuk mewujudkan sinergi antara riset dan kebijakan khususnya terkait dengan penyelesaian masalah-masalah kemiskinan dan kekurangan gizi. (cr6/thi/dek)

  • Bagikan