In Memoriam Leopold Nicolas Nisnoni
Kota Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), berduka mendalam. Pada Rabu pagi, 25 September 2024, sosok legendaris, Leopold Nicolas Nisnoni, putra sulung pewaris tahta kerajaan Kupang, menghembuskan napas terakhir di usia 88 tahun. Kabar duka itu menggema di seluruh penjuru kota, terutama di sonaf Kuatae-Bakunase.
INTHO HERISON TIHU, Kupang
LEO, begitu sapaan akrabnya, bukan hanya seorang pewaris kerajaan. Namanya sudah sejak lama melegenda, terutama di kalangan pecinta olahraga di Kupang, bahkan hingga ke negeri Belanda. Dari lapangan basket hingga lapangan tenis, Leo tak pernah absen, menjadi pemain, pengurus, bahkan pelopor.
Keterlibatannya di dunia olahraga dimulai sejak awal 1950-an, ketika dia terlibat dalam berbagai klub olahraga bergengsi seperti THOR, VEDO, CHCH, Naga Timur, Bintang Timor, hingga Indonesia Muda. Kegemarannya di lapangan tak terbatas di tanah kelahirannya saja, tetapi juga merambah ke kancah internasional saat dia aktif di Perkumpulan Bola Basket di Belanda.
Tak hanya itu, Leo juga mencatatkan namanya dalam sejarah olahraga NTT ketika memperkuat tim basket NTT pada PON IV di Bandung tahun 1961. Dedikasinya pada olahraga basket terus berlanjut hingga ia mendirikan Persatuan Bola Basket NTT (Perbasi) pada tahun 1985, di mana ia menjabat sebagai ketua umum selama beberapa tahun. Sementara di dunia tenis, ia turut memimpin dua perkumpulan tenis ternama di Kupang, yakni Perkumpulan Tenis Melati dan Perkumpulan Tenis Bogenville.
Bukan hanya dunia olahraga yang dihidupkan oleh Leo Nisnoni. Ia juga menorehkan jejak di bidang sosial dan kemasyarakatan dengan mendirikan Lions Club Komodo di Kupang pada tahun 2006. Kiprahnya melampaui batas-batas olahraga dan organisasi sosial, Leo juga menaruh perhatian pada sektor grafika. Pada tahun 1984, dia mendirikan Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) di Kupang, di mana ia kembali diamanahkan sebagai Ketua Umum.
Bagi masyarakat Kupang, Leo Nisnoni adalah sosok pemimpin yang bersahaja, disiplin dan penuh tanggung jawab. Lahir di Bakunase pada 20 Maret 1936, Leo tumbuh di tengah masa-masa sulit. Saat penjajahan Jepang tahun 1942, di usia empat tahun, ia harus mengungsi bersama keluarganya ke wilayah Kerajaan Fatuleu. Keadaan yang tidak menentu memaksa mereka berpindah-pindah hingga akhirnya bisa kembali ke Kupang setelah Perang Dunia II berakhir.
Masa kecilnya banyak dihabiskan di Belanda. Pada 1948, Leo pindah ke Groningen untuk melanjutkan pendidikan, setelah menyelesaikan Sekolah Dasar di Kupang. Di Belanda, ia menyelesaikan pendidikan SMP dan memulai jenjang SMA, namun pada 1956, ia dipanggil pulang oleh ayahnya, Don Alfonsus Nisnoni, raja Kupang kala itu, untuk melanjutkan pendidikan di SMA Kristen Bandung.
Perjalanan hidup Leo tak pernah jauh dari tanggung jawab dan pengabdian. Ia sempat bekerja sebagai staf di kantor Pos Cek dan Giro Den Haag selama dua tahun, sebelum akhirnya kembali ke Kupang untuk menjadi bendahara PT ICAFF, perusahaan milik ayahnya yang bergerak di industri pengalengan daging. Namun, pengabdian terbesar Leo adalah kepada masyarakat dan tanah airnya.
Pada masa pergolakan di Timor Timur, Leo turut menjadi bagian dari tim pendamping Gubernur NTT, El Tari, untuk membantu mengatasi situasi yang sulit pada 1976-1978. Namun, di balik segala pencapaian yang gemilang, kehidupan Leo Nisnoni tidak lepas dari cobaan.
Dalam tiga bulan terakhir sebelum meninggal, Leo menderita sakit yang memaksanya keluar-masuk rumah sakit.
Alfons Nisnoni, anak keduanya, mengungkapkan bahwa sang ayah mengidap kista dan sempat menjalani perawatan intensif di RS Borromeus dan RSUD Prof Dr Johannes Kupang, sebelum akhirnya dirawat di rumah oleh keluarga hingga wafat pada Rabu pagi, 25 September 2024.
Keluarga Nisnoni tengah menjalani masa duka yang berat. Hanya berselang 40 hari sejak kepergian anak bungsu dari almarhum, kini mereka kembali harus kehilangan sosok kepala keluarga.
"Pesan terakhir ayah sangat sederhana, beliau menyayangi semua anak-anaknya dan cucu-cucunya," ujar Alfons mengulang pesan yang disampaikan Leo sebelum menghembuskan napas terakhirnya.
Miki, salah satu anggota keluarga Nisnoni yang selalu dekat dengan Leo, pesan sang raja lebih mendalam. “Beliau ingin kita semua, keturunan dari Sonbai kecil, bersatu dan membenahi segala kekurangan yang ada,” kenang Miki.
Ia juga menyampaikan harapan Leo agar masyarakat di pulau Timor bisa menjaga tradisi dan budaya setempat, tetap bersatu dan tidak melupakan akar budaya mereka.
Kepergian Leo Nisnoni meninggalkan kesan mendalam bagi banyak orang, bukan hanya keluarga, tetapi juga sahabat-sahabat terdekatnya.
Hengki, salah satu sahabat almarhum, menyebut Leo sebagai pribadi yang penuh perhatian, tidak pernah membeda-bedakan dalam berkomunikasi dengan siapapun, baik anak-anak, orang dewasa atau lansia.
“Opa Leo ini luar biasa dalam interaksi sosialnya, dia tidak peduli dengan latar belakang seseorang,” ujarnya.
Bagi sahabat lainnya, Niko, Leo adalah seorang tokoh yang selalu bertanggung jawab atas segala tugas yang diemban. "Dia selalu menyelesaikan tanggung jawabnya dengan tuntas, tetapi tidak pernah melibatkan diri dalam urusan yang bukan bagiannya," kata Niko, mengingat kembali karakter disiplin dan integritas Leo Nisnoni.
Masa hidup Leo Nisnoni tidak hanya diisi dengan catatan sejarah, tetapi juga dengan warisan moral yang mendalam. Sosoknya yang sederhana dan bijaksana akan selalu dikenang, terutama oleh masyarakat Kota Kupang, yang kehilangan seorang pemimpin yang telah mengabdikan hidupnya bagi kemajuan dan persatuan daerah.
Pemakaman raja Kupang, Leopold Nicolaas Nisnoni, dijadwalkan akan dilangsungkan hari ini, Sabtu, 28 September 2024, di pemakaman keluarga raja di Kelurahan Bakunase. Hingga saat ini, keluarga, kerabat dan sahabat terus berdatangan ke rumah duka untuk memberikan penghormatan terakhir kepada seorang pemimpin yang begitu dicintai oleh rakyatnya. (ays/dek)